Bianca mengecek isi rekeningnya yang memang isinya sudah sangat menipis. Gaji Bianca di Royal Company, perusahaan asal Bianca bekerja memang di atas rata-rata. Mungkin Bianca sudah bisa membeli rumah hanya dalam waktu satu tahun bekerja di perusahaan besar itu.
Sayangnya, jangankan membeli rumah, membeli kebutuhan hidupnya saja Bianca harus benar-benar pintar mengatur. Semua itu karena Bianca hanya mendapatkan 20% jadi gaji yang didapatnya. Sedang selebihnya sudah harus Bianca relakan pada orang tuanya dengan dalih ini dan itu. Termasuk membiayai hidup sang kakak. Belum lagi jika mamahnya tiba-tiba minta uang tambahan.
"Sudahlah, kenapa aku harus sedih? Bukankah aku bisa mencari kerja lagi nanti? Setelah aku memiliki pekerjaan baru, aku bisa menabung lagi. Semangat, Bi!"
Hari kembali berganti, Bianca masih bersemangat mencari pekerjaan baru. Namun, nyatanya tidak ada satu perusahaan pun yang menerimanya. Bianca sampai bingung karena menurutnya itu terlalu janggal.
"Pak, saya pastikan perusahaan Bapak akan maju jika bapak menerima saya, Pak. Paaaak, tunggu, Pak!" Bianca terus menggedor pintu gerbang perusahaan itu karena mungkin kesabarannya sudah habis.
"Malam ini aku harus pulang ke rumah karena uangku sudah tidak cukup untuk bayar sewa kos." Dengan langkah gontai dan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, Bianca pulang ke rumah orang tuanya, namun, Bianca dibuat terkejut dengan keadaan rumah di rumah itu. "Apa? Mama dan Papa pergi ke luar negeri? Tapi kenapa saya tidak bisa masuk, Bi?"
"Iya, Non. Mereka pergi satu hari setelah pernikahan itu terjadi. Saya minta maaf, Non. Saya hanya menjalankan apa yang Nyonya dan Tuan perintahkan."
Bianca mengepalkan tangannya. Gadis itu yakin jika orang tuanya sengaja mengorbankan Bianca pada Alex. Bianca sungguh mengerti, mengapa Bianca selalu tidak diperlakukan adil dengan Melinda.
"Kalian keterlaluan!" Bianca menangisi nasibnya dengan sesak yang teramat sakit dengan perlakuan orang tuanya. "Aku bersumpah kalian akan menyesal sudah memperlakukan'ku seperti ini."
Karena bingung harus pulang kemana, Bianca memutuskan untuk kembali ke hotel dimana suaminya berada. Walau Bianca tahu apa konsekuensinya jika dirinya kembali Alex. Namun, nyatanya gadis itu memang malang dan tidak punya pilihan lain karena uangnya sudah sangat menipis jika harus membayar kamar kost lagi.
Ting! Tong!!
Kreaat ...
Pintu terbuka. Jantung Bianca berdetak kencang melihat pria kejam yang berstatus suaminya menatap Bianca dengan tajam. Bianca langsung memalingkan wajahnya dari tatapan Alex.
"Kamu ke sini lagi? Ada apa? Apa kamu sudah mengetahui dimana Melinda?"
Bianca menarik napasnya dengan masih menunduk. "Aku masih istrimu, bukan? Aku tidak punya tempat pulang lagi, Mamah dan Papah pergi ke luar negeri. Dan aku tidak bisa masuk ke rumah."
Alex menatap Bianca sejenak dengan penuh arti. "Lalu, apa itu urusanku? Enggak bisa, aku enggak bisa memasukkan orang lain ke kamarku."
Bianca menelan salivanya mendengar ucapan Alex. "Apa maksudmu? Bukankah kamu masih suamiku? Kamu berkewajiban memperlakukan' ku dengan baik."
Sejenak Alex menatap Bianca, sedetik kemudian pria itu menarik tubuh Bianca ke dalam, lalu tubuh itu didorong ke sisi tembok. "Apa, suami? Apa kamu pikir aku akan memperlakukanmu dengan baik? Kamu pikir siapa yang membuatmu di pecat?"
Mata Bianca membulat sempurna. "Jangan bilang jika tenyata--"
"Apa aku harus memperjelasnya? Pilihanmu sekarang hanya dua, tidur di jalanan, atau menjadi bud4kku selama 100 hari. Ingat! Kau menjadi bud4kku, bukan menjadi istriku. Jadi jangan berpikir macam-macam."
Dada Bianca kembang kempis. Ingin sekali Bianca kembali menggigit pria itu dengan gigi tajamnya. Namun, kali ini Bianca harus lebih menjaga sikapnya. Sebab, Bianca tidak punya tempat tinggal.
Bianca menghela napasnya pasrah. "Baiklah, aku akan melakukan apapun untukmu. Aku bersedia melakukan apapun yang kamu perintahkan tapi ... tidak dengan hubungan s3x."
Alex mengerutkan keningnya, lalu memalingkan wajahnya dari Bianca. "Kamu pikir aku menyukaimu, Bianca? Jangan khawatir, karena aku tidak berselera sama sekali melihat tubuhmu yang kurus kering begitu."
Kali ini kening Bianca mengerut. "Apa maksudnya aku kurus kering?" Bianca sedikit naik pitam. "Kamu tahu, bahkan Kak Melinda menghabiskan banyak uang hanya untuk menjaga dirinya agar tidak gendut. Ini aku bebas biaya apapun hanya untuk menjaga tubuh."
Alex kembali mengerutkan keningnya. Ingin sekali Alex marah. Namun, apa yang dikatakan oleh Bianca memang benar adanya. Bahkan Melinda tidak segan-segan meminta banyak uang hanya untuk perawatan tubuhnya. Itu lah salah satu penyebab Alex marah akan kepergian Melinda karena merasa hanya dimanfaatkan oleh gadis itu.
"Ok, fine." Alex mengambil sebuah kertas yang harus ditandatangani oleh Bianca.
Bianca membaca isi perjanjian itu dengan teliti. Di sana dituliskan jika Bianca hanya menjadi istri Alex selama 100 hari sampai Alex bisa menemukan Melinda. Bianca juga harus melakukan apapun yang diperintahkan oleh Alex, minus urusan ranjang.
"Sejak kapan kamu menyiapkan perjanjian ini, Kak?"
"Apa harus aku jelaskan siapa aku? Hanya menyiapkan perjanjian seperti itu, tidak lah sulit bagi seorang Alex."
Bianca memutar bola matanya malas mendengar ucapan Alex yang menyanjung dirinya sendiri. "Ya, ya ya. Iyain aja lah daripada nangis anak orang." Bianca langsung membekap mulutnya karena lupa tengah berhadapan dengan siapa. "Huff, maaf, kebiasaan bercanda sama Merry."
Alex tak menyahuti ucapan Bianca. Pria hanya menatap Bianca penuh arti. Alex merasa jika Bianca sangat berbeda dari Melinda. Bianca lebih ceria dan apa adanya, berbeda dengan Melinda yang selalu banyak maunya juga manja.
"Done! Sekarang apa yang harus aku lakukan? Jika tidak ada, aku ingin istirahat karena besok aku harus mencari kerja lagi," ucap Bianca setelah membubuhkan tanda tangannya.
Alex menyeringai mengejek Bianca. "Sampai 100 perusahaan pun kamu melamar pekerjaan, tidak akan ada perusahaan yang mau menerimamu, kecuali hanya sebagai asisten rumah tangga."
Mata Bianca terbelalak mendengar ucapan Alex. "Apa maksudmu, Kak?"
"Itu balasan karena kamu sudah main-main denganku. Bahkan kamu berani menyembunyikan Melinda dariku."
Bianca mencengkram kerah baju Alex karena pria itu sudah benar-benar membuat Bianca marah. "Sudah berapa kali aku bilang? Aku tidak tahu kemana Kak Melinda pergi. Bahkan sekarang aku tidak diperbolehkan masuk ke rumah orang tuaku, apa salahku sama kalian sih?"
Alex menatap Bianca yang juga menatapnya dengan tidak percaya akan ucapan gadis itu. Sejenak pandangan mereka beradu. Pada akhirnya Bianca melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah baju Alex.
"Hah, sudahlah. Kenapa aku masih harus bertanya? Bukankah hidupku memang tidak beruntung?" Bianca mengusap wajahnya begitu sendu. "Sekarang katakan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Jika tidak ada, aku ingin istirahat."
Alex masih terdiam, setelah beberapa detik Alex menghembuskan napasnya. "Istirahatlah, besok pagi kamu mulai bersiap-siap menjadi bud4kku."
Bianca tak menyahuti ucapan Alex. Gadis itu berjalan gontai ke kamar hotel yang nyatanya hotel itu memang milik Alex William. Alex menatap kepergian Bianca dengan berbagai pikiran aneh.
"Selidiki siapa istriku-- maksudku ... Bianca dan bagaimana hubungannya dengan Melinda sebenarnya," ujar Alex pada anak buahnya dengan cepat meralat ucapannya tentang status Bianca disisinya. "Ya, aku rasa ada banyak hal yang perlu aku ketahui dari gadis itu."
Sebenarnya Alex sudah tahu jika Melinda pergi ke luar negeri. Alex murka, tapi pria itu berpikir untuk membiarkan Melinda untuk beberapa waktu. Alex sadar jika dirinya memang bodoh karena tidak mengenal siapa Melinda yang sesungguhnya.
Alex tidak pernah bisa melihat keburukan Melinda karena cintanya pada gadis itu terlalu besar. Kini, setelah Alex mengenal Bianca, Alex sadar jika dirinya belum benar-benar mengenal siapa Melinda karena masih banyak hal yang belum Alex ketahui tentang gadis itu. Untuk itu, Alex akan membiarkan Melinda tenang di luar negeri untuk sementara waktu.
"Aku tidak akan melepaskanmu, Melinda. Kamu harus mendapatkan balasan dari apa yang kamu lakukan padaku." Alex mengepalkan tangannya mengingat hatinya yang sesak karena ditinggalkan di hari bahagia mereka.
Bianca merebahkan tubuhnya di kasur big size milik Alex dengan menatap langit-langit kamar itu. "Sebenarnya aku anak Papah sama Mamah bukan sih? Kenapa mereka seperti tidak tulus menyayangiku?"
Alex yang hendak masuk ke kamar itu pun menghentikan langkahnya ketika mendengar gumaman Bianca. Pria itu semakin ingin tahu banyak tentang siapa Bianca. Sebab, jika Alex telaah apa yang terjadi padanya, sikap orang tua Bianca sangatlah berbeda dengan sikap mereka pada Melinda.