Bianca membekap mulutnya melihat Alex tenggelam di bathtub. Dengan segera Bianca menghampiri dan menarik tubuh Alex dari bathtub itu. Sontak Bianca terkejut karena nyatanya Alex memang sengaja merendam tubuhnya d bathtub itu.
"Apa-apaan kamu, Bianca!" sentak Alex yang merasa kenyamanannya terganggu.
"Kak Alex, apa yang kamu lakukan di sana?"
Alex merapatkan bibirnya kesal. "Jangan kau pikir karena Oma Christina menerimamu, kamu bisa bersikap seenaknya padaku!"
"Jadi kamu sengaja menenggelamkan diri?"
Alex menarik tangan Bianca dan mencengkeramnya erat. "Aku semakin yakin jika sebenarnya kau lah yang menyuruh Melinda pergi, bukan? Dan itu karena kamu menyukaiku, iya?"
Bianca menaikkan bibirnya sebelah, lalu mendorong tubuh Alex. "Ck, jangan terlalu kepedean, Kak. Aku tidak peduli jika kamu masih menganggapku sebagai dalang dari kepergian Kak Melinda. Tapi, jika kamu mengatakan itu karena aku menyukaimu, aku tolak mentah-mentah."
Bianca mendekatkan wajahnya pada wajah Alex. "Mana mungkin aku menyukai pria jelek sepertimu. Asal kamu tahu, kamu bukan seleraku karena seleraku sekelas Lee Mi Ho."
Kali ini Alex terdiam tak bergeming mendengar jawaban dari Bianca. Alex merasa gadis itu memang berbeda dari wanita-wanita yang pernah bersamanya termasuk Melinda. Selama ini bahkan tidak ada yang berani mengatakan bahwa Alex jelek. Lalu Bianca?
Bianca menatap Alex dengan penuh penekanan. "Apa? Enggak terima aku bilang kamu jelek?" ujar Bianca lagi yang langsung membuat Alex semakin menatapnya. "Tidak perlu menatapku seperti itu, karena aku tidak takut jika pun kamu menerkamku saat ini juga."
Alex tidak mengatakan apapun selain semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada lengan Bianca. Alex tidak menyangka jika Bianca sungguh tidak takut mati di tangannya. Setelah beberapa saat, barulah Alex melepaskan cengkraman tangannya lalu beranjak pergi dari hadapan Bianca.
"Huh! Cemen."
Mata Alex terbelalak mendengar ejekan Bianca. "Biancaaa!!"
"Mati lah aku." Bianca hendak lari keluar kamar hotel itu, tapi Alex sudah mencegatnya dengan tatapan menakutkan.
"Aggrh!!" Bianca meringis karena cengkeraman Alex pada dagunya begitu kuat. "Lepasin! Kau menyakitiku!"
Alex menyeringai penuh arti, ditariknya tangan Bianca dengan kasar. "Kamu pikir aku akan memperlakukanmu dengan baik? Jangan mimpi! Walau pun Oma menyukaimu, tapi tidak denganku."
Bianca memalingkan wajahnya dari tatapan Alex. "Jika kamu memang tidak mau menikah denganku, kenapa tidak kamu tolak saja permintaan ayahku, sih. Akh!"
Alex menarik rambut Bianca hingga gadis itu sedikit menengadah. "Jangan kau pikir aku tidak tahu apa yang kalian sembunyikan dariku. Karena kau sendiri menyanggupi permintaan ayahmu, maka jangan harap aku akan melepaskan'mu!"
"Lepasin!" Bianca menggigit tangan Alex.
"Aagrh!! Kurang ngajar kau gadis bodoh! Kau pikir aku akan menyukaimu karena Oma menyukaimu?"
"Aku tidak berharap kamu menyukaiku, karena aku pun tidak akan pernah menyukaimu. Tapi, aku mohon biarkan aku pergi untuk mencari Kak Melinda," ujar Bianca, lalu pergi dari kamar hotel itu, kali ini Alex tidak menghalanginya.
"Jangan biarkan dia hidup tenang," titah Alex pada sambungan teleponnya. "Aku pastikan kamu tidak akan bisa hidup tenang di luar sana, karena nafasmu berada dalam genggamanku, Bianca."
Bianca memantapkan diri pergi dari hotel Alex walau dengan pikiran bingung. Sebab, dirinya tidak mungkin pulang ke rumah orangtuanya. Karena orang tua Bianca sudah menyerahkan Bianca pada Alex.
"Huff ... haah, kemana aku pulang, ya? Aku kan enggak punya tempat pulang lagi." Bianca mengusap wajahnya, lalu duduk di sebuah bangku taman. "Kapan aku bisa bahagia sih? He he."
Bianca menertawakan dirinya sendiri yang memiliki kehidupan kurang baik. Dari sejak hidup bersama kedua orang tuanya pun, Bianca tidak diperlakukan baik. Sikap orang tuanya cenderung tidak adil pada Bianca yang selalu harus mengalah pada Melinda.
Kening Bianca mengerut, saat teringat dengan perlakuan kedua orang tuanya. "Apa sebenarnya Papa dan Mama tahu ke mana Kak Melinda, ya? Tapi jika mereka tahu, apa maksudnya mereka menyembunyikan Kak Melinda?"
Bianca menghembuskan nafasnya kasar. "Haah! Apalagi kalau bukan mereka tahu sifat asli Alex, bukan? Tentu mereka tidak akan rela anak emasnya diperlakukan tidak baik oleh Kak Alex."
Kini Bianca yakin jika Melinda sengaja pergi dari pernikahannya dengan Alex karena tidak mau menjadi istri dari pria tempramental itu. Mungkin selama ini Melinda belum tahu sifat Alex yang sebenarnya. Lalu, menjelang pernikahan mereka, Melinda tahu. Tentu saja Melinda tidak bisa pergi begitu saja karena gadis itu sudah banyak meminta ini dan itu pada Alex.
"Mungkin aku cari rumah kos dulu deh untuk tidur malam ini." Bianca melangkahkan kaki menunggu taxi yang dipesannya.
***
Brugh!
"Apa maksudnya ini, Bianca? Bukankah kamu sudah mengerjakan semua ini? Laporan ini semuanya kosong, dan kamu sudah membuat Tuan William marah, Bianca!"
Bianca sungguh terkejut dengan penuturan Caroline, atasan di kantornya. Gadis itu mengambil file-file laporan yang sudah yakin sudah dikerjakannya dengan bingung. "Tapi saya yakin sudah mengerjakannya, Mis."
"Saya tidak mau mendengar alasan kamu lagi, kamu sudah membuat saya malu di depan Tuan Williams. Kamu saya pecat!!"
Bianca membelalakkan matanya. "Tapi, Mis--"
"Sekarang juga kamu bereskan barang-barangmu. Cepat!!"
Bianca menarik napasnya dalam. Kali ini alam memang tengah berpaling dari Bianca. Hidupnya hancur dengan ujian yang bertubi-tubi.
Bianca beranjak untuk segera pergi dari tempat itu. Tak ada yang ingin dikatakan Bianca selain pasrah. Jiwa dan raganya seolah tidak ingin memberontak karena terlalu lelah.
"Bi." Merry, teman Bianca menggelengkan kepala dengan rangkulan di tangannya.
"Mer, sorry ya kalau selama ini aku sering ngerepotin kamu." Bianca memeluk Merry dengan air mata yang akhirnya menetes juga.
"Bi, aku pasti akan merindukanmu."
Bianca mengambil tasnya dan berjalan keluar dari ruangan itu. Tak ada yang tahu jika bibir sang atasan itu terlukis indah menatap kepergian Bianca karena sebenarnya Caroline lah yang menukar file itu. Tentu saja semua itu atas perintah dari Alex.
"Ya Tuhan ... kemalangan apa lagi setelah ini?" Bianca tertegun teringat pada ujiannya yang datang bertubi-tubi. "Mungkin sebaiknya aku pulang ke rumah."
Bianca melangkahkan kakinya untuk pulang. Namun, mengingat orang tuanya pun sudah menyerahkan Bianca pada Alex, Bianca kembali bingung. Mau tidak mau Bianca harus kembali ke hotel Alex.
"Masa iya aku harus kembali pada pria itu?" Bianca beranjak dari duduknya. "Enggak! Aku enggak boleh nyerah. Aku harus cari kerjaan lagi sebelum matahari terbenam. Semangat Bianca!" ujar Bianca menyemangati dirinya sendiri.
Dua hari berlalu Bianca mencari kerja, nyatanya gadis itu tidak juga mendapatkannya. Karena sesungguhnya Alex sudah menutup semua perusahaan agar tidak menerima Bianca bekerja. Alex ingin membuat gadis itu menderita, lalu kembali padanya. Dengan begitu, Alex bisa dengan mudah menjerat Bianca.
"Ya Tuhan ... ada apa denganku? Kenapa semua perusahaan menolak lamaranku? Padahal di sana jelas tengah membutuhkan karyawan baru." Bianca bingung karena semua perusahaan menolaknya, padahal jelas sekali mereka tengah mencari karyawan baru.