Bab 7. Pria tidak waras

1316 Words
Pagi-pagi sekali Bianca sudah bangun dan bersiap untuk melayani Alex. Bianca mulai dari menyiapkan sarapan untuk mereka, lalu membereskan barang-barang Alex serta menyiapkan baju kantor Alex. Karena tidak biasa ada orang di kamarnya, Alex sebenarnya sudah tahu jika Bianca sudah bangun pagi-pagi sekali. "Sebenarnya apa yang ingin dilakukannya bangun pagi-pagi sekali?" ujar Alex, lalu kembali memejamkan matanya karena hari masih gelap. Satu jam berlalu Alex masih memejamkan mata, Bianca mundar-mandir sendiri karena tidak ada yang akan dilakukannya lagi. "Jam berapa sih dia bangun? Ini sudah jam 07. 00 bukan? Kenapa dia belum bangun juga?" Bianca mencoba menatap Alex yang masih terlelap dalam balutan selimutnya di atas king bad-nya. "Apa aku bangunin saja, ya? Takutnya dia kesiangan, bisa-bisa dipecat, dan bisa saja nanti dia nyalahin aku karena aku tidak membangunkannya, bukan?" Bianca mulai menghampiri Alex. Walau ragu, Bianca tak punya pilihan karena jam terus berputar. Bianca tidak mau kalau sampai Alex marah karena Bianca tidak membangunkannya. Tiba di sisi ranjang Alex, Bianca menelan salivanya karena takut. Tangannya mencoba untuk meraba lengan Alex untuk membangunkan pria itu. Namun, sebelum tangan itu sampai di lengan Alex, mata Alex terbuka lebar. Sontak Bianca terkejut dan langsung berdiri lagi karena takut. "Apa yang ingin kamu lakukan, hah?" Bianca memalingkan wajahnya. "Hah? Aku? Tidak ada, aku hanya ingin membangunkanmu tadi." Alex menyeringai mengejek. "Bohong. Kamu pasti mau melakukan sesuatu kan? Dasar gadis bodoh." Bianca memejamkan matanya menahan emosi karena lagi-lagi Alex memanggilnya dengan sebutan gadis bodoh. "Ya sudah, Tuan yang sangat pintar. Sebaiknya Anda segera bangun karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi lebih." Alex menoleh pada arah jam dinding. "Biarin saja," ujarnya, lalu kembali menutupi tubuhnya dengan selimut. "E eh, kenapa malah mau tidur lagi, sih?" Bianca menarik selimut Alex, tapi Alex pun tak mau kalah. Mereka akhirnya saling menarik selimut itu. Brugh! Akhirnya Bianca terjatuh di atas ranjang juga karena tarikan dari Alex yang begitu kuat. Sialnya, Bianca bukan hanya terjatuh di atas ranjang, melainkan di atas tubuh Alex. Wangi shampo yang digunakan oleh Bianca tadi pagi, membuat Alex tak rela jika harus segera menyingkirkan gadis itu. Mereka saling tatap dalam sejenak. Sampai akhirnya Bianca sadar posisinya. Bianca pun bangun dengan cepat dan segera merapikan baju dan rambutnya yang sedikit acak-acakan. "Maaf, aku sebaiknya sarapan duluan deh. Aku terbiasa sarapan pagi soalnya." Alex tak menyahuti ucapan Bianca. Pria itu hanya menatap kepergian istri penggantinya dengan kembali berpikir. Lagi, Alex merasa Bianca memang berbeda dari Melinda. Selang beberapa detik, Alex pun bangun dan membersihkan wajahnya. Bianca memasukan potongan-potongan roti yang digigitnya dengan cepat. d**a Bianca pun masih berdetak kencang mengingat kejadian tadi. Pasalnya, baru pertama kalinya bagi Bianca bersentuhan dengan lawan jenis. Kreaak!! Alex menarik kursinya, lalu menatap roti dan segelas s**u yang sudah disiapkan oleh Bianca. "Aku tidak suka s**u. Aku mau kopi." Bianca menghentikan kunyahannya. Lalu menyimpan rotinya dan beranjak untuk membuatkan Alex kopi. Bianca tidak bisa marah karena memang dirinya yang salah tidak bertanya lebih dulu pada Alex. "Ini kopinya, Kak Alex." Bianca kembali duduk, lalu melanjutkan sarapannya. Dalam sejenak, tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Baik Bianca maupun Alex hanya sibuk dengan sarapan mereka. Sampai akhirnya suara bel berbunyi, Bianca pun langsung berdiri hendak membuka pintu itu. Namun, untuk kali ini Alex melarang Bianca membukanya. "Tetap duduk di kursimu!" ujar Alex, membuat Bianca terbingung. "Aku yang buka." Bianca ingin menolak, tapi Alex sudah lebih dulu beranjak dan membuka pintunya. Sejenak, Bianca merasa aneh karena Alex lama sekali membuka pintu. Karena penasaran, Bianca pun menghampiri Alex. Nampak Alex tengah mengobrol serius dengan seorang pria yang sepertinya pernah Bianca temui. Ya, di pesta pernikahan mereka. Bianca yakin pria itu ada di pesta pernikahan mereka. "Mungkin itu asistennya kali, ya?" Bianca kembali ke meja sarapannya dan membersihkan bekas sarapannya karena sepertinya Alex pun sudah selesai. "Bersiap-siaplah, kita pergi sepuluh menit lagi." Bianca tak menyahut dan hanya mengangguk. Bianca kembali bingung karena bajunya masih di rumah sang ibu. Namun, Alex sepertinya tahu kebingungan Bianca. "Kamu bisa pakai baju yang ada di lemari itu. Semua baju itu belum terpakai, jadi kamu tidak perlu khawatir takut terkena penyakit kulit." Bianca melongo mendengar ucapan akhir dari mulut Alex. Gadis itu pun mengambil satu dres yang menurutnya pas untuk tubuhnya. Alex tak mengatakan apapun selain hanya menatap penampilan Bianca yang begitu sederhana tapi tidak menutupi kecantikannya. "Kenapa Kak Alex menatapku seperti itu? Apa jelek, ya, Kak?" Alex terkesiap. "Baju apapun yang kamu pakai, memang akan tetap terlihat jelek, bukan?" Bianca meremas kepalan tangannya. Ingin sekali kepalan tangan itu digetokkan pada kepala Alex. Namun, Bianca harus tetap sabar menghadapi mulut comberan Alex yang selalu saja menyakitkan. "Bodo amat lah jelek juga. Toh itu lebih baik agar aku tidak banyak disukai orang, he he." Alis Alex naik sebelah mendengar ucapan absurd Bianca. "Memangnya ada orang yang menyukai gadis bodoh sepertimu?" Bianca memutar bola matanya begitu jengah mendengar panggilan Alex. "Terserah! Ayo lah, pergi!" Bianca hendak melangkahkan kakinya, namun, Alex menghentikan langkahnya. "Tunggu! Pasangkan dasiku. Kamu tidak lupa siapa kamu untukku dalam 100 hari ke depan, bukan?" Bianca kembali menghembuskan napasnya kasar. "Ya ya ya." Bianca pun mengambil dasi Alex dan mencoba meraih leher pria jangkung itu, tapi nyatanya Bianca kesulitan walau sudah berjinjit."Bisakah kamu menunduk sedikit, Kak? Aku tidak bisa meraih lehermu." Ingin sekali Alex tertawa, tapi pria itu sangat kuat menahannya. "Siapa suruh pendek? Sudah kurus, pendek pula." Bianca meremas dasi yang dipegangnya. "Sepertinya aku harus membiasakan diri mendengar kata-kata pedasnya," batin Bianca, lalu tersenyum tipis walau dipaksakan. "Ya sudah, aku tidak bisa memakaikannya, nih!" Pada akhirnya Alex kalah, pria itu menundukkan kepalanya agar Bianca bisa mengaitkan dasi itu pada lehernya. Hembusan nafas dari mulut Alex membuat Bianca terdiam sejenak menatap wajah tampan pria itu. Dengan segera Bianca menepis perasaan kagumnya pada Alex karena sadar posisinya. Alex sendiri sebenarnya mengamati wajah cantik alami yang tidak memakai banyak riasan Bianca yang tidak seperti Melinda. Sungguh, Bianca memang berbeda dari Melinda yang begitu memperhatikan penampilannya bahkan cenderung lebih mengkhawatirkan penampilan daripada perasaan Alex. Sayang, pemandangan indah itu segera berakhir karena Bianca sudah selesai memakaikan Alex dasi. "Sudah selesai." Alex merutuki dirinya yang bahkan tidak sadar jika Bianca sudah selesai memakaikan dasinya. "Baiklah, sekarang kita pergi." Sampai di satu perusahaan besar milik Alex, Bianca hanya bisa mengekori pria itu dalam diamnya. Karena pada kenyataanya Alex memang menganggap Bianca hanya seorang bud4k yang harus patuh pada majikannya. Bianca ingin sekali menangis saat Alex mulai keterlaluan. "Kalau begitu kenapa kamu masih mau menerima gadis itu?" ujar salah satu teman Alex. "Aku pikir dia menyukainya, Bob," sahut teman Alex yang satunya sedang Alex hanya menatap mereka datar. "Kalian lupa seleraku? Mana mungkin aku menyukainya? Aku hanya ingin membuatnya membayar apa yang Melinda lakukan padaku." Dua teman Alex saling lirik. Sedang Bianca memelankan langkahnya yang membawa nampan berisi kopi yang diminta Alex. d**a Bianca kembali sesak, padahal Bianca sudah tahu posisinya di rumah Alex untuk apa. Namun, rasanya tetap sesak karena Bianca harus menanggung dari akibat yang tidak diperbuatnya. "Tapi dia kan tidak bersalah, Lex." "Ya, benar. Kasihan juga gadis malang itu." Alex menatap kedua temannya. Hati Alex memang merasa kasihan pada Bianca. Namun, ego Alex terlalu tinggi sehingga Alex tidak ingin orang lain tahu isi hatinya. "Aku tidak peduli. Dia tetap harus menanggung akibat dari perbuatan Melinda." Prang!! Bianca kesandung dan menumpahkan kopi itu tepat di paha Alex. "Ya Tuhan ... maaf, Kak. Aku tidak sengaja." "Apa-apaan kamu Bianca!" Alex mengusap pahanya yang kepanasan, lalu menatap Bianca begitu tajam. "Maaf, Kak. Aku tidak sengaja." Alex murka dan meraih tubuh Bianca, lalu mendudukkannya di sofa. Dengan gerakan cepat, Alex mengambil air panas dari dispenser lalu menyiramkannya pada Bianca. Sungguh, dua teman Alex tercengang karena nyatanya benar jika Alex ingin Bianca menanggung akibat ulah Melinda. Namun, di tengah teriakan Bianca menahan panas, satu tangan kekar menepis cangkir itu. Prang!! "Hentikan, Alex! Kamu benar-benar pria tidak waras!" Pria itu pun menggendong Bianca dan menjauh dari Alex. Bianca sampai mengeratkan genggaman tangannya pada leher pria yang sudah menyelamatkannya mendengar pecahan gelas yang Alex lemparkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD