"Bianca, kamu tidak perlu banyak berpikir aneh-aneh, ya. Oma menyukaimu, Oma yakin jika Alex pun menyukaimu, bukan?"
Alex kembali memalingkan wajahnya mendengar pertanyaan sang oma pada Bianca. Tak lama, seorang wanita cantik menghampiri meja makan. Entah mengapa wanita itu terlihat tidak suka pada Alex.
"Oh iya, ini Christie, mommynya Alex, anak Oma," ujar Cristina memperkenalkan wanita paruh baya yang baru saja bergabung.
Bianca menganggukkan wajahnya, tapi untuk mengecup punggung tangan wanita itu, Bianca ragu. "Bianca, Nyo--"
"Panggil dia Mommy, Bianca. Kamu ini istri Alex, jadi dia pun mommymu," pungkas Cristina meralat panggilan Bianca pada wanita itu, seolah memang tidak ada ikatan baik antara Alex dengan sang mommy.
"Ah, baik, Oma."
"Kita makan malam dulu, kita bisa lanjutkan ngobrolnya nanti," ujar wanita sepuh itu.
"Bianca, Oma minta maaf karena Oma mengganggu istirahat kalian, ya. Karena Oma pikir kalian masih menjadi orang asing, jadi Oma ingin membuat hubungan kalian tidak terlalu kaku, he he."
Bianca kembali tersenyum lebar pada wanita sepuh itu. Senyum wanita sepuh itu membuat Bianca kembali merindukan mendiang sang nenek yang benar-benar menyayanginya. Sayang, sang pencipta mengambil sang nenek dengan cepat sehingga Bianca harus hidup sendiri.
"Tidak apa-apa, Oma. Aku sangat berterima kasih pada Oma karena mau menerimaku. Padahal kan ... aku hanya istri pengganti yang mungkin saja--"
"Kamu memang pengantin pengganti, tapi Oma yakin, Tuhan memiliki rencana indah dari kejadian ini."
Bianca menoleh pada Alex yang sejak tadi hanya terdiam tak mengeluarkan suaranya. Begitupun dengan Christie. Wanita itu terlihat begitu tak suka melihat Cristina dengan Bianca sangat akrab dan dekat. Padahal mereka baru pertama kali bertemu.
Mereka pun akhirnya mulai makan malam. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka kecuali dari Christina. Suasana senyap dan hanya terdengar suara sentuhan sendok. Hingga akhirnya mereka selesai makan malam.
"Alex, sering-seringlah bawa Bianca ke sini. Oma sepertinya ingin mengenal Bianca lebih dalam lagi," ujar Christina saat Bianca dan Alex hendak kembali ke hotel.
Alex terlihat menarik nafasnya. "Iya, Oma. Kami pergi."
"Aku yakin tidak akan ada wanita yang bertahan lama dengan Alex, apalagi gadis itu. Aku bisa melihat Alex tidak menyukai gadis itu, begitu pun dengan gadis itu. Kita tunggu saja sampai berapa lama mereka bisa bertahan."
Bianca tertegun tak sengaja mendengar Christie menyebut nama Alex dalam sambungan telepon saat dirinya keluar dari toilet. Entah mengapa, Bianca merasa jika hilangnya Melinda ada campur tangan keluarga Alex juga. Tapi kenapa?
"Kepalaku semakin senat-senut aja sih?" ujar Bianca berusaha mengabaikan ucapan Christie
Bianca kembali melangkahkan kakinya walau dengan berbagai pikiran bingung. Selama dalam perjalanan pun, pikiran Bianca masih tertuju pada ucapan Christie dengan lawan bicaranya tadi. Bianca menoleh pada Alex yang sejak tadi terfokus pada kemudinya.
"Kenapa? Apa ada yang ingin kamu tanyakan?"
Bianca menghembuskan nafasnya karena nyatanya Alex memahami gerakan tubuhnya. "Aku hanya ingin bertanya--"
"Kenapa mommy tidak menyukaiku? Apa itu yang ingin kamu tanyakan, gadis Hunsel?"
Bianca kembali menghembuskan napasnya karena Alex tahu apa yang ada pikirannya. "Aku ...."
Cekiitt!!!
"Astaghfirullah!" Bianca terkejut karena Alex menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. "Kamu gila, Kak! Apa kamu ingin kita mati?"
Alex menoleh pada Bianca. "Kenapa? Bukankah kamu sudah tahu aku ini pria gila? Jadi, selamat menikmati menjadi istri dari pria gila."
Bianca memejamkan mata karena terlalu bingung mencari anggapan Alex pria apa selain pria gila. "Huwaaa!!"
Bianca terkejut sampai harus memegang lengan Alex karena Alex kembali melajukan mobil lebih cepat dari sebelumnya. "Hentikan, Kak! Ya Tuhan ... aku belum mau mati. Aku masih ingin menikmati hidup walaupun hidupku tidak terlalu beruntung."
Cekiitt!!
Alex kembali menginjak remnya. "Singkirkan tanganmu dari tanganku!"
"Hah!" Bianca menelan saliva, lalu segera mengangkat tangannya dari lengan Alex. "Maaf." Gadis itu menetralkan detak jantung yang masih berdegup kencang akibat takut sekaligus malu itu.
Brak!!
Alex menutup pintu mobilnya. Lalu pergi meninggalkan Bianca yang masih sibuk dengan pikirannya. Bianca malu karena sampai tidak sadar jika mereka sudah sampai di hotel.
"Hah! Ini sungguh gila." Bianca pun turun dan segera mengikuti Alex ke kamar mereka.
Bianca mengedarkan pandangannya mencari pria gila itu. Namun, Bianca tidak melihatnya di semua ruangan. Gadis itu memilih duduk di sisi ranjang dan kembali sibuk dengan pikirannya tentang keluarga Alex.
Sebelumnya Bianca mengecek handphone berharap ada teman yang mengabarkan keberadaan Melinda. Nyatanya tidak ada yang tahu keberadaan Melinda sampai saat ini. Pikiran Bianca kembali tertuju pada ucapan Christie tadi di rumah Alex.
"Apa mommynya tahu dimana Kak Melinda, ya? Mommynya juga seperti tidak menyukai Kak Alex, sih? Atau mungkin mereka tidak menyukai Kak Melinda juga? Tapi kenapa?" Bianca mengusap wajahnya kembali bergelut dengan pikiran bingung. "Ini terlalu membuatku sakit kepala."
Bianca teringat pada wanita muda yang tadi pagi mengeluarkannya dari kamar mandi. "Siapa dia ya? Apa Kak Alex yang memanggil dokter itu untukku? Atau wanita muda itu?"
Bianca kembali bingung untuk mengenal sosok Alex yang sebenarnya. Pendengaran Bianca teralihkan pada sebuah handphone yang berdering. Bianca mencari keberadaan handphone itu karena merasa tidak ada orang lain di kamar itu, sedang handphonenya ada di tas miliknya.
"Apa itu handphone Kak Alex?" Bianca mencari keberadaan handphone itu. "Tapi dimana sih?"
Bianca terus mencari keberadaan handphone itu sampai ke kamar mandi, gadis itu terkejut melihat keadaan Alex di kamar mandi. "Astaghfirullah, Kak Alex!"