"Maaf, Kakak ini siapa, ya?" tanyaku pada sosok wanita ondel-ondel itu.
Bang Jun sudah mengajariku untuk selalu sopan terhadap tamu, tetapi untuk tamu seperti kakak ondel-ondel ini aku tidak bisa bersikap sopan. Kedatangannya hanya mencemari mata ketujuh kakakku.
"Kenalin, gue Salsa." Wanita itu mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Aku menjabat tangannya sekilas. Aroma parfum wanita itu sangat menyengat, hidungku bahkan tidak tahan untuk berlama-lama berada di dekatnya.
"Riri. Ada perlu apa, Kak?" tanyaku sedikit ketus dengan melipat kedua tangan di dadaku.
Bang Jimi memberi kode agar aku lebih sopan lagi, tetapi aku tidak peduli. Mengingat peraturan di rumah kami, tidak ada wanita dengan pakaian kurang bahan seperti dia. Bahkan Mama juga tidak pernah berpenampilan seperti ondel-ondel begitu.
"Gue mau ketemu sama Jun, dia ada di rumah 'kan? Gue boleh masuk?"
Mencari Bang Jun? Aku langsung memperhatikan wanita itu lagi dari ujung kaki ke ujung kepala, apa selera kakak tertuaku sudah berubah?
"Masuklah. Silakan duduk. Gue panggilan Bang Jun," kataku masih ketus.
"Biar gue temenin dia,"
"Bang Jimi, balik makan!" Aku menjewer telinga Bang Jimi dan menyeretnya ke ruang makan.
"Siapa?" tanya Bang Jun.
"Itu ...,"
"Ondel-ondel," potongku, sebelum Bang Jimi menjelaskan.
"Ondel-ondel?" Bang Jun mengulang kata-kataku sambil tertawa. Bahkan makanan dalam mulutnya hampir saja menyembur keluar.
"Bang, mana serbet baru kita?" tanyaku sambil terus mencari-cari.
"Ada di lemari putih paling bawah, buat apaan?"
Aku tidak menjawab, langsung menuju ke lemari putih paling bawah dan mengambil serbet.
"Ayo ke depan, Bang. Ondel-ondel itu mau ketemu sama Abang," Aku menyeret Bang Jun yang masih menikmati makanannya dengan satu tanganku memegang serbet.
"Siapa sih, Dek? Itu serbet buat apaan?"
"Nanti Abang juga bakalan tau apa fungsi serbet ini," kataku sedikit ketus. Bang Jun mengikuti langkahku.
Beberapa meter sebelum sampai ke sofa tempat Salsa Berada, aku menahan Bang Jun.
"Tunggu di sini sebentar, Bang." ucapku, sebelum akhirnya melangkah lebih dulu meninggalkan kakak tertuaku.
"Sori, di rumah ini banyak jin yang suka mengganggu kalau ada wanita memakai rok terlalu pendek. Jadi terpaksa gue harus tutup bagian rok kakak dengan ini. Bahaya loh, Kak. Nanti kakaknya bisa kesambet,"
Aku langsung menutup bagian paha wanita itu dengan serbet, sementara yang punya paha kebingungan. Belum lagi Bang Jun yang sibuk menahan tawa karena tingkahku.
"Sudah, silakan Bang kalau mau ke sana. Ingat, jaga jarak satu meter." ancamku.
"Lo juga harus tetap di sini. Abang nggak mau berduaan di ruang tamu sama dia," bisik Bang Jun seraya menarikku untuk kembali ke ruang tamu.
Aku duduk tepat di samping Bang Jun. Sementara kakakku itu benar-benar menjaga jarak dari wanita yang bernama Salsa itu. Aku penasaran, siapa dia? Apa pacar Bang Jun? Tapi ... Bang Jun tidak pernah bercerita pada kami tentang kedekatannya dengan seorang perempuan.
"Jun, apa kabar? Udah lama kita nggak ketemu," wanita itu mengawali pembicaraan.
"Kabar gue, baik. Lo baru pulang?"
"Iya, kontrak gue baru aja berakhir dan langsung pulang ke Indonesia. Gue kangen banget sama Lo," Aku melihat wanita itu memandangi wajah Bang Jun dengan penuh perasaan.
"Oh, syukurlah kalau kontrak Lo berjalan sukses. Selamat." Bang Jun tersenyum tipis, tetapi jelas, tidak ada rasa di dalam kalimatnya. Dia hanya basa-basi.
"Lo nggak kangen sama gue, Jun?" Merasa kalimatnya tidak digubris, wanita itu kembali mengulang.
"Semua tentang kita sudah berlalu, Salsa. Lo yang mutusin buat milih karir daripada menikah dengan gue. Jadi gue anggap, di antara kita sudah tidak ada hubungan apapun, kecuali teman."
Aku paham sekarang. Wanita bernama Salsa ini ternyata mantan pacar Bang Jun. Ya, wajar Bang Jun pernah jatuh cinta padanya, aku akui Salsa memang cantik. Tapi ... sepertinya kisah cinta mereka cukup tragis.
"Lo tau 'kan, Jun, jadi model itu impian gue dari kecil. Ketika kesempatan itu datang, gue nggak bisa nolak gitu aja. Gue juga nggak nyangka kalau itu bertepatan dengan hari dimana Lo ngelamar gue, maaf." Salsa tampak menyesal, tetapi Bang Jun justru tersenyum.
"Gue nggak marah ke Lo, cuma jujur, gue kecewa. setelah kita pacaran beberapa tahun, gue pikir Lo akan milih gue. Ternyata, gue nggak terlalu penting buat Lo,"
Bang Jun tertawa kecil, tapi ... aku yakin di balik tawanya itu ada duka yang tersimpan. Kasihan Bang Jun. Seharusnya dia sudah menikah, tetapi malah semuanya tidak sesuai dengan harapan.
"Jun, Lo penting buat gue. Itulah mengapa gue datang ke sini buat ketemu sama Lo. Ayo kita nikah, Jun. Gue udah siap buat nikah sama Lo,"
Wanita itu memegang tangan Bang Jun dan aku tidak menyangka kalau kakak tertuaku itu langsung menepisnya.
"Sori, Salsa. Gue nggak bisa. Gue udah jatuh cinta sama orang lain. Semua perasaan gue ke Lo pudar seiring waktu Lo ninggalin gue. Kita cuma bisa temenan, nggak lebih."
Pengakuan Bang Jun membuat keningku berkerut. Jadi, Bang Jun sudah punya pacar lagi? Tapi siapa? Perasaan dia tidak pernah membawa wanita datang ke rumah. Aku penasaran siapa wanita itu. Akan aku tanyakan nanti setelah ondel-ondel itu pulang dari rumah kami.
"Orang lain? Siapa Jun? Siapa orang yang berhasil buat Lo berpaling dari gue?" Sama sepertiku, ternyata mantan pacar Bang Jun juga penasaran dengan wanita yang dia maksud.
"Dia," Bang Jun menunjuk ke arahku.
Gila! Bang Jun udah stres! Bagaimana bisa dia bilang sama mantannya kalau aku orang yang dia suka sekarang. Astaga! Aku yakin nilai mengarang bebas Bang Jun dapat seratus, karena terlalu tidak masuk akal dan meyakinkan.
Wanita itu langsung menatapku tajam. Seakan-akan dia mau menguliti aku. Menyeramkan sekali. Seorang wanita dewasa sedang mengamati gadis sembilan belas tahun dengan tatapan mengintimidasi. Aku mencoba untuk tersenyum tipis dengan jantung berdebar bak musik disko.
"Bukannya dia adik Lo? Plis, Lo nggak usah ngada-ngada, Jun!" Salsa tampak tidak terima.
Aku ketakutan dan meremas lengan tangan Bang Jun. Bagaimana kalau wanita itu mengamuk dan menjambak rambut indahku? Lagian Bang Jun sembarangan, seenaknya saja bilang kalau aku ini orang yang dia sukai. Benar-benar gila! Akan aku buat perhitungan nanti.
"Gue serius, Salsa. Gue cinta sama dia dan gue bakalan nikahin dia,"
Aku terdiam. Jantungku seakan berhenti berdetak. Bang Jun sepertinya kesurupan jin tomang. Bisa-bisanya dia bilang seperti itu. Tunggu saja, nanti panci kesayangannya akan aku buang ke kebun belakang!
"Haha, gue nggak percaya. Dia juga masih bocah, mana mungkin Lo suka sama dia," Salsa tersenyum miring, menunjukkan rasa tidak percayanya.
Tiba-tiba saja Bang Jun menarik kepalaku dan memberikan kecupan singkat di bibirku. Mataku seketika berair, aku benci Bang Jun! Ciuman pertamaku hilang. Berakhir dengan dia, orang yang sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Rasanya aku ingin lari meninggalkannya, tetapi drama ini harus diselesaikan terlebih dahulu.
"Jun! Lo bener-bener keterlaluan!" teriak wanita itu lalu beranjak dari tempatnya duduk. Dia melempar serbet yang tadi aku berikan, meninggalkan rumah kami dengan ekspresi kesal.
Bang Jun menutup pintu. Dia melirikku yang menatapnya tajam. Air mataku yang menggantung sekarang jatuh. Aku kesal pada Bang Jun. Dia jahat! Dia sudah mencuri ciuman pertamaku.
"Gue bisa jelasin ini, Ri." ucapnya pelan.
"Gue benci Bang Jun! Bang Jun jahat!" teriakku sebelum akhirnya berlari meninggalkan ruang tamu menuju ke kamar.
"Ri, tunggu! Riri, dengerin Abang dulu!"
Terserah! Aku tidak butuh penjelasan Bang Jun. Dia sudah gila! Kenapa harus aku yang menjadi korban di sini. Aku tidak ingin bicara dengannya lagi. Titik.
Aku segera masuk ke kamar dan mengunci kamarku dari dalam. Aku memukul-mukul boneka pemberian Bang Jun lalu membuangnya ke lantai. Aku benci Bang Jun! Sangat benci!
Setelah itu, ponselku terus berdering. Banyak panggilan dan pesan dari Bang Jun yang aku abaikan. Keenam kakakku yang lain berusaha mengetuk pintu kamarku, tetapi aku beralasan sedang banyak tugas kampus dan tidak ingin diganggu. Aku masih butuh waktu untuk sendiri.