BAB 9

866 Words
POV Bara Melihat perempuan yang bersama bos-ku itu, mirip sekali dengan Tiara. Terutama dari segi suara. Ya, suaranya mengingatkanku pada Tiara. Tapi tidak mungkin juga itu si gajah bengkak. Jelas beda 180 derajat. Perempuan yang dibawa Pak Adit itu, selain cantik juga terlihat cerdas, elegan dan berkelas. Tidak seperti si gajah bengkak yang menjijikan. Mengingatnya saja sudah membuat perutku ingin mengeluarkan isinya. 'Hoooekkk' terutama wajahnya yang mirip monster, sangat, sangat, dan sangat menjijikan. Untung … sebelum keluarganya menggugat cerai, sudah kugugat duluan. Sengaja tidak mempermasalahkan Hak Asuh Anak agar sidang tidak berjalan rumit. Kuserahkan kedua anak yang terlahir dari rahim si buruk rupa itu agar tidak membuatku ribet. Lagipula aku bisa mendapatkan anak dari Sandra. Bersyukur sidang cerai-ku dan si Gajah bengkak lancar meski tidak dihadiri oleh pihak Tiara. Bagus dong, mereka tidak menuntut harta. Harta gono gini juga tidak bisa mereka menuntut. Karena selama menjadi istriku Tiara hanya makan untuk menggede-kan badan. Tapi … sebelum itu memang ada harta bersama. Agh, biarkan saja, toh yang mengetahui ini Tiara. Yang jelas surat cerai sudah kukirim pada keluarganya. Itupun melalui jasa pengiriman online. Ogah sekali aku masuk ke dalam rumahnya. Meski awalnya aku tidak mau menceraikan Tiara. Namun, akhirnya aku berubah pikiran. Bagaimana tidak berubah pikiran, niat menjadikan-nya babu gratisan malah tidak pernah terlihat selama berbulan-bulan. Lagipula, mimpi apa aku bisa memiliki istri buruk rupa seperti itu … hih … untung sudah menjadi mantan. **** "Kok bengong si! Kamu ngapain ngeliatin perempuan itu terus!" Sandra mencubit kencang pinggangku. "Aw … sakit!" pekiku membuat orang sekitar beralih menatap pada kami. "Kamu gak sadar sama suara perempuan tadi?" tanyaku. "Sadar si, mirip mantan istrimu. Tapi wajah dan tubuhnya jelas berbeda! Bagaikan langit dan bumi. Ngimpi kali ya Tiara seperti itu! Hahahahah!" tawanya melebar. **** "ATM, Mas," pintanya. "Untuk apa?" Aku sedikit bingung. Dia memiliki uang sendiri tapi masih meminta uangku. "Ke salon lah! Tapi mau punya istri yang selalu tampil cantik!" cetusnya. Melihat bibirnya yang manyun hampir lima Cm, akupun memberikan kartu Atm padanya. "Kamu kan udah cantik. Aku terima apa adanya kok!" "Halah … bulshit kamu, Mas! Kalau memang terima apa adanya, kenapa kamu ninggalin Tiara dan selalu memakinya!" Lah kok dia membandingkan dengan Tiara. Jelas beda dong. Sandra ini berkelas. "Kamu sama Tiara itu jelas berbeda. Kamu sudah cantik, asal pandai merawat diri. Kalau Tiara memang bodoh." Sandra tidak menjawab dan tetap menyelonong masuk ke salon. Pengeluaranku akhir-akhir ini sangat membengkak. Calon istriku kali ini hobi berbelanja menghamburkan uang. Tapi tidak masalah, yang terpenting dia mampu memanjakan mataku. ****** "Dari mana aja kamu, Bar. Pulang hingga larut malam begini." Suara Ibu menyambutku disaat aku sedang terduduk akibat lelah seharian keliling bersama Sandra. "Apalagi kalau gak keliling shoping seharian, Bu." Di mana ada Ibu, di situ ada Ida. Ibu dan Ida ikut duduk menghampiriku yang masih meluruskan kaki. "Kayaknya Ibu kurang cocok deh sama si Sandra itu, Bar." Aku mengernyitkan kening. "Iya, Ida juga, Bang," sambar Ida. "Loh kenapa? Bukannya kalian ini setuju awalnya?" tanyaku memperotes. "Iya, tapi makin kesini kelakuannya itu lo, gak cocok banget deh jadi Istri. Apalagi sifat borosnya," keluh Ibu. "Iya, Bang. Sok banget. Sok segalanya, masa dia nyuruh-nyuruh Ida terus sih! Emang Ida pembantunya. Kalau bisa batalin deh. Lagian, Ibu juga pasti pingin punya menantu itu yang nurut," sambung Ida. "Gak bisa, Bu. Bara sudah mencintai Sandra. Namanya juga wanita berkelas dan berpenghasilan, wajar kalau seperti itu. Bukan kalian yang paling mendukung." "Tapi kamu jangan kalah sama, Sandra kalau sudah menikah." "Bara bukan pria bodoh yang mau menurut sama perempuan. Di mana-mana, laki-laki itu pemimpin. Kita turutin saja dulu maunya. Sandra itu cerdas, kenalan pembisnis banyak. Rencana, aku dan dia kalau sudah menikah mau membuka perusahaan sendiri," Terangku dengan rasa percaya diri. "Tapi benar ya ucapanmu," tandas Ibu. Aku hanya mengangguk. **** Sepi juga tidak ada Tiara dan anak- anak di sini. Tapi ada bagusnya, mereka tidak membuat otakku keram. Apalagi melihat gajah berlalu lalang dengan segala protes dan keluhannya. Tapi di mana perempuan itu, dua kali aku berkunjung ke rumahnya pun tidak ada kulihat bentuk dan wujudnya yang besar. Kabar via telpone juga tidak ada, apa dia sudah bisa melupakan-ku? Agh mana mungkin, hanya aku yang mau dengan dirinya. Semoga saja dia menyesali keputusannya tidak mau kembali denganku. Gara-gara keangkuhan-nya tidak mau kembali, aku menceraikan-nya. Hahhahaha rasakan! Jelek aja belagu si. Aku berharap dia mendengar kabar pernikahan-ku dengan Sandra. Akan kukirim undangan ke rumahnya. Welcome untuk kekecewaanmu berikutnya Tiara …. Berani sekali membantah dan menolak keinginanku. Awas kamu Tiara ... Dasar tidak tahu diuntung! Berani sekali meminta cerai dariku, emang dia siapa? wanita gajah yang buruk rupa! "Aku mau cerai, Bang!" Aku teringat akan ucapannya saat itu. Benar-benar membuatku malu di depan keluarganya. Tahu rasa, bahkan aku telah mengirim surat cerai. Rasakan itu! Nikmati penyesalanmu. Bahkan aku sangat yakin, setelah berpisah dariku, tidak akan ada pria yang mau menjadikannya istri. Rasakan kamu jadi janda yang tak laku. Kalau aku, melepas wanita rendahan sepertinya tidak masalah, karena kudapat wanita berkelas. Nah dia, melepas pria sempurna sepertiku, ya tidak laku-laku. Sudah tidak sabar untuk mengirim surat undangan padanya dan keluarga besarnya. Jelas untuk membuktikan aku di atas segalanya .... Ingin cerita ini lanjut cepat, jangan lupa tekan tanda lovenya yah?? biar aku semngat lanjut
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD