Ini adalah hari spesial untuk Brian, dimana dia melangsungkan pernikahan bersama dengan Anasta. Dia juga sudah mendaftarkan pernikahannya secara negara dan mungkin akan berlangsung tidak lama lagi setelah ini.
Brian kabur dari rumah sebelum semua orang bangun, dimana seharusnya kini dia berada di gedung pernikahan bersama dengan Akila.
Ponselnya sengaja Brian matikan, dia tidak akan mengirim pesan lewat sana, dan supaya semua orang tidak mencarinya. Ini memanglah pilihan yang sulit, Brian akan menerima jika nantiPapahnya marah dan kecewa padanya. Namun, Brian tidak akan pernah bisa hidup tanpa Anasta, mereka sudah ketergantungan satu sama lain.
terlebih lagi, Brian yakin kemarahan Papahnya akan berakhir jika nanti Papahnya mengetahui Anasta jauh lebih baik daripada Akila. Meskipun Brian harus siap dengan pukulan yang mungkin akan dia terima suatu saat nanti. dia takut, tapi inilah kenyataannya, ini lah pilihan yang terbaik diantara semuanya.
Ketika sedang menatap balkon, tiba tiba sebuah pelukan melingkar di tangannya. Anasta memeluknya dari belakang. "My husband."
"Iya my wife?" Brian berbalik dan merangkup wajah Anasta yang begitu cantik di manatanya. Apalagi Anasta tinggi, tidak seperti Akila yang pendek. Jika Anasta memiliki standard fashion yang tinggi, tidak dengan Akila. Dia hanya memakai short dress atau jeans. Tidak begitu mencirikan kalau dia adalah anak orang kaya. Berbeda dengan Anasta, penampilannya elegent, tinggi dan juga cantik.
Memang bukan hanya dari segi cinta saja, Anasta unggul dalam hal memahami. Pria dewasa seperti Brian butuh melepaskan penat dengan seks sesekali supaya kembali fresh, namun Akila tidak pernah memberikan hal itu padanya hingga Brian mencari pelampiasan, sampai akhirnya dia bertemu dengan Anasta. sosok yang kini bersama dengannnya, menjadi pilihan terakhirnya.
"Kamu gak nyesel milih aku?"
"Mana mungkin aku nyesel, kamu itu lebih segalanya dari Akila. Apalagi kamu kan lagi hamil anak aku."
Iya, inilah yang membuat Brian tidak bisa melepaskan Anasta, kkarena Anasta hamil anaknya. sesuai perhitungan, Ansta memang mengandung anaknya. mereka berkali kali memadu kasih. Mungkin ini cara Tuhan membuat Brian melihat sisi yang benar, yang harus dia pilih. Dengan adanya Anasta yang hamil memperkuat pilihannya.
"Papah kamu gimana? Dia marah gak sama kamu?"
"Marah sih, tapi kalau tau kamu hamil cucunya pasti perlahan luluh lagi. Apalagi kamu hamil, aku gak mau orang lain yang dipanggil Ayah sama dia. Kita memang salah, tapi akan lebih salah kalau misalnya aku ninggalin kamu. Makannya aku nikahin kamu. Papah aku bilang, tanggung jawab yang utama, makannya aku memilih kamu. Aku bertanggung jawab atas hubungan kita, anak kita," ucapnya sebelum menjatuhkan kecupan di bibir sang kekasih, tersenyum melihat Anasta yang tersipu malu.
Anasta memegang kedua bahu Brian, akhirnya dia memutuskan untuk tetap mempertahankan pria ini sampai nekad menariknya dan menggagalkan pernikahannya. Anasta tidak ingin menjadi simpanan selamanya, dia harus memiliki Brian seutuhnya, apalagi dia adalah sumber uang dari Anasta.
"Kamu nanti bakalan jadi pewaris K Inc?"
"Ya iyalah emang siapa lagi? Papah aku gak punya anak selain aku."
Anasta memangut mangut paham.
"Dia sayang banget sama aku, jadi dia pasti ngasih apa yang aku mau."
"Dia suka nggak yah sama aku nanti?"
"Jangan dipikirin, pasti nanti juga suka. Kamu kan anak dari keluarga terpandang. Pasti dia luluh perlahan."
Anasta tersenyum kemudian melumat bibir Brian. Mereka sudah mengenal sejak Brian kelas 3 SMA, berarti sudah tiga tahun Anasta dan Brian bermain di belakang Akila.
Seringkali Brian mencoba meluluhkan hati Anasta dan memintanya menikahinya, tapi perempuan itu tidak mempercayai cinta hingga mereka hanya bertemu sebagai teman s*x dan bersenang senang.
Bukan tanpa alasan Brian menginginkan Anasta, dia cantik, tinggi dan juga kaya. Anasta mengatakan orangtuanya berada di Oxford mengajar, gelarnya saja profesor.
"Aku sangat beruntung memilikimu, kau paket sempurna," ucap Brian menggendong Anasta di depannya. "Kapan kita periksa Baby?"
"Nanti saja jika hari pernikahan ini sudah berakhir. Tapi kamu harus menelpon dulu, supaya mereka tidak menyangka kamu diculik."
"Akan aku lakukan nanti. Kita harus berkeringat bersama dulu, Sayang."
"As you wish."
Keduanya bergemul dalam keringat, saling meneriaki satu sama lain. Berciuman dan saling berpangutan, Anasta tersenyum miring selama Brian menciumi lehernya, dia berhasil mengambil Brian kembali pada pelukannya.
Karena pada kenyataannya, Anasta sengaja seolah olah tidak tertarik dengan Brian supaya pria itu terus mengejarnya. Tapi ditinggalkan Brian, ini tidak boleh terjadi. Anasta harus tetap memiliki bank berjalan miliknya.
"Aku mencintaimu, Anasta."
"Aku juga mencintaimu, Brian."
"Akhirnya… sudah lama aku ingin meninggalkan Akila."
Anasta tersenyum diam diam, keberuntungan karena dirinya hamil, keberuntungan karena dirinya mengenal Brian hingga bisa mendapatkan uang yang banyak. Mungkin terdengar jahat, tapi semua orang butuh uang di dunia ini.
"Sayang?"
"Kenapa?" tanya Brian saat kekasihnya melepaskan pangutan mereka.
"Aku mau pesta yang gede, yang ngundang banyak orang pokoknya. boleh?"
"Boleh, apapun buat kamu."
"Kamu pikir, apa yang terjadi di hari pernikahan kamu sekarang? coba tebak, Akila lagi ngapain?
"Paling juga nyari aku sambil nangis. udah ah jangan bahas dia."
******
Akila menangis tersedu sedu setelah dia menerima telpon dari Brian, pria itu mengatakan semuanya. Kalimat terakhir yang dikatakan Brian padanya adalah, "Maaf, Akila. Tapi Anasta sedang mengandung anak Kakak. Salah kamu sendiri karena tidak mau disentuh Kakak. Dengar, jika prinsip hidupmu seperti itu, kamu tidak akan menemukan pasangan hidup."
Semua orang yang panik dengan Brian yang hilang itu menyadari Akila menangis. Yang mana membuat mereka berkumpul dan mendengarkan alasan dari Akila.
Semua orang berkumpul, termasuk Kris dan Andre sang pengacara pribadi.
"Hiks… bagaimana ini…. Hiks… Kak Brian."
Kris menunduk malu. "Saya minta maaf atas nama putra saya."
"Minta maaf saja tidak akan merubah apapun," ucap Pak Ajat yang sudah kelewat marah. Melihat istri dan anaknya menangis membuatnya kalut. "Bagaimana nasib saya? Mau ditaruh dimana wajah saya huh?! Tamu undangan sudah datang. Apa yang bisa saya katakan pada mereka?!"
Kris menunduk, dia bingung sendiri
"Siapa yang akan tanggung jawab atas kekacauan ini?! Bagaimana nasib anak saya yang harus menanggung malu karena ditinggalkan di hari pernikahannya?! Pak Kris?"
Kris hanya terdiam.
"Saya benar benar minta maaf, Pak. Ini diluar kendali saya."
"Saya tidak tahu harus dibawa kemana wajah saya, semua mitra saya datang ke sini. Dan Akila juga pasti akan tertekan jika dia gagal menikah, beginikah cara anda mendiduk putra anda? dia tidak bertanggung jawab! sekarang apa yang harus saya lakukan terhadap kekacauan ini."
kris memejamkan matanya sesaat sampai dia berkata, "Saya akan menikahi Akila, Pak. Saya yang akan bertanggung jawab."
Kris mengajarkan tanggung jawab pada anaknya, tapi dia tidak bisa menepatinya sama sekali, kecewa? jelas, tapi Kris tidak bisa membiarkan anak orang lain, keluarga lain menanggung malu dan sakit hati. dia harus mempertanggung jawabkan hal ini.