Aku mengantar Putri ke kampus dengan si Cepek.
Kok nggak ganti motor sih?
Hoiii. Bukan nggak ada duit. Yang klasik itu yang eksotik. Lagian ni motor punya sejarah tak ternilai buatku.
Putri turun dari motorku dan terlihat sedikit enggan. Kan dia tahu kalau sekarang aku pasti sekalian pamitan.
"Sabtu pulang kan?" tanyaku.
Putri menganggukkan kepalanya. Dia memegang jari tanganku dan meremasnya perlahan.
Kami berdua tak berbicara apa-apa. Hanya saling menatap dan berpegangan tangan.
Emang nggak perlu ngomong apa-apa kan?
Toh kami tahu isi hati masing-masing. Dia wanitaku. Itu sudah.
"Aku pulang dulu ya?" pamitku.
Putri menganggukkan kepalanya pelan. Dia mendekatkan badannya ke arahku. Aku menggunakan tangan kananku untuk mengelus rambutnya.
Pengen banget sih nyium dia. Tapi ini kan di kampus. Malu lah, lagian juga kasihan Putri-nya.
"Ehm ehm," terdengar suara deheman yang membuyarkan suasana syahdu antara kami berdua.
Sesosok gadis dengan rambut pendek dan senyuman tengil, cengar-cengir di dekat kami. Aku tak kenal gadis itu.
Muka Putri memerah.
"Yang, kenalin, Ini Florian, sahabat Putri," kata Putri sambil ngenalin cewek itu.
Aku bersalaman dengan gadis yang terlihat tomboy dan ternyata sahabat Putri itu.
"Flo," kata dia pendek.
"Aan," jawabku.
Flo melirik ke arah Putri lalu melihat sesuatu yang membuatnya tertawa tiba-tiba.
"Ehmm, Put itu leher ngapain ditempelin Hansaplast kek gitu?" goda si Tomboy.
Muka Putri memerah lalu dia melotot ke arahku.
Aku cuma tersenyum kecut dan ngasih tatapan minta maaf.
"Digigit kucing!!" sungut si Putri kemudian.
Buahahahahahaha.
Flo ketawa terbahak-bahak dan aku cuma bisa tersenyum kecut.
Putri terlihat salah tingkah dan meremas jemariku makin kuat.
Setelah beberapa saat, tawa si Tomboy mulai mereda.
"Dah yuk? Bentar lagi kelas mulai," kata Si Flo di sela-sela sisa tawanya beberapa saat kemudian.
"Putri kuliah dulu, Yang. Ati-ati di jalan. Ndak usah berlagak jadi pembalap," kata si Putri sambil menempelkan tanganku ke pipinya.
Salim. Wkwkwkwk.
"Iya," jawabku.
Putri lalu berjalan mendekati si Flo, dan si Tomboy itu dengan jahil melambaikan tangannya ke arahku.
"Bye bye, Cing," katanya.
Sempak!! Manggil aku kucing ni anak.
"Flooo!!" teriak Putri sambil berusaha mencubit gadis itu.
Flo berusaha menghindar dari kejaran Putri.
Aku hanya tersenyum melihat tingkah kedua sahabat itu. Setelah bayangan mereka menghilang diantara kerumunan anak-anak muda yang katanya mahasiswa itu, aku memakai helmku dan menyalakan motor.
Pulang.
*****
Aku menunggu diatas motor yang kuparkir di depan sebuah akper swasta yang ada di kotaku.
Mahasiswi berseragam putih hilir mudik dari tadi. Jarang yang ngelirik ke arahku. Maklum, cuma modal si Cepek, Honda GL 100 peninggalan Bapakku, jangankan ngelirik, kalau bisa mereka bakalan ngusir aku dari depan kampus mereka.
"Maaf Mas, bisa parkir di tempat lain nggak? Mas sama motor Mas tu bikin suram view kita-kita."
Kek gitu lah mungkin kata hati mereka.
Coba naik roda empat atau motor keren kelas Kawasaki Ninja 250RR, atau sekalian Yamaha R25 gitu. Pasti banyak yang ngelirik atau ngajak kenalan. Fix itu.
Sebenarnya selain aku, banyak juga sih cowok lain, mungkin jemput cewek, adek, atau kakaknya disini. Tapi ya itu tadi, mungkin yang paling kumel sih aku.
Tadi pagi sewaktu pulang dari Salatiga, aku langsung ke bengkel dan kerja. Terus mau ngapain lagi? Daripada nggak ada kerjaan, mending cari duit kan?
Siangnya aku jemput Nisa. Dan disinilah aku sekarang. Sama kek biasanya. Wkwkwkwk.
"Jemput Mas?" tanya seorang cowok dan dengan PD nongkrong diatas motornya yang keren.
Sekali lirik juga aku tahu. Yamaha Vixion tapi modif full fairing biar kelihatan sporty dan gambot.
"Iya Mas," kataku selow.
"Suka motor jadul ya Mas?" tanyanya sambil melirik ke arah si Cepek.
"Iya Mas, peninggalan Bapak kok ini," jawabku.
"Ooooo," katanya manggut-manggut.
"Kenceng Mas?" tanya tu cowok.
"Ni anak!!" sungutku dalam hati.
"Nggak mungkin dong Mas, mau kenceng juga remnya nggak aman, ini pake cakram tapi model sling gitu bukan yang model hydraulic. Nggak sama kek motor jaman sekarang," jawabku.
Tu anak keknya mulai ngeblank. Keliatannya nggak ngerti sama yang kuobrolin. Sekalian aja kukerjain si songong ini.
"Punya Mas kenceng ya?" tanyaku, "Rasio kompressi naik berapa? Piston dah oversize? Kalau model injeksi gitu sayang Mas dioprek, mending cari yang karbu," lanjutku.
Entah mudeng atau nggak, tapi si Songong hanya terdiam di atas motor kerennya.
Tak lama kemudian sosok si Manis sudah berlari kecil sambil tersenyum manis ke arahku. Nisa mencium tanganku ke pipinya dan dengan PD main loncat aja ke jok belakang.
"Putri nggak pa-pa kan Mas?" tanya si Manis setelah nempel di belakangku.
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban.
"Kami duluan Mas," kataku ke Si Songong yang mungkin tambah bengong saat ngelihat si Manis yang memeluk pinggangku.