Chap 8 : Akad

1201 Words
Kini Azalia sedang duduk di sebuah kursi yang sangat nyaman di depan cermin lebar. Gadis itu mematung dalam duduknya, matanya mengerjap berkali-kali, dia masih tak percaya akan menikah. Bude Elin tampak bercanda ria dengan para perias yang sedang menata Azalia. Gadis itu tak menyangka jika gaun yang kini melekat di tubuhnya sangat pas untuknya. Gaun putih itu panjang dan mekar, tidak terlalu membentuk lekuk tubuh, dan khimar indah menutupi bagian atas tubuhnya dengan sempurna, tidak membentuk lekuk lehernya yang jenjang. Sekali lagi pertanyaan terbesit dalam benaknya, benarkah dia akan menikah? Setelah cukup lama ritualnya, mulai dari perawatan tubuh hingga telah rapi menggunakan gaun indah itu. Azalia diminta untuk berdiri. Sekarang dirinya terlihat cocok sebagai seorang pengantin. Kulitnya yang putih itu tambah mempercantik gaun yang dia kenakan. Namun, satu hal yang masih Azalia herankan, siapa yang memilihkan gaun ini untuknya? Azalia tidak tahu. Selama seharian itu, Zein sibuk mempersiapkan semuanya. Mulai dari lokasi, hidangan, tamu undangan, penghulu, gaun pengantin, dan pritilan-pritilan kecil lainnya. Memang hal itu tak sulit bagi Zein, orang-orangnya banyak dan semuanya dapat diandalkan dengan baik. Namun, satu hal yang ditangani langsung oleh Zein, yaitu gaun pengantin dan cicin pernikahan, juga beberapa perias wanita profesional untuk Azalia. Zein bersama beberapa pengawalnya dan Victor mengelilingi seluruh tempat ternama yang menjual berbagai gaun pengantin. Banyak tempat yang dia lewati begitu saja. Sebab matanya sepet melihat gaun-gaun tanpa lengan, dan gaun yang bolong-bolong kekurangan bahan. Sebenarnya gaun itu bukan kekurangan bahan, hanya saja modelnya memang seperti itu. Hingga akhirnya Zein menemukan satu-satunya gaun yang cocok untuk Azalia. Pemilik toko gaun itu pun tampak mengenakan baju-baju seperti yang biasa Azalia kenakan. Tanpa berlama-lama lagi, Zein langsung meminta gaun itu dan beberapa peralatan lain yang cocok untuk disandingkan dengannya. Zein pun sempat meminta salah satu orangnya untuk mengundang beberapa teman dekat Azalia. Orang-orang itu bahkan bersusah payah untuk menemukan Elsa. Sebab saat itu Elsa merasa orang-orang yang mendatanginya adalah bandit, tapi ternyata dia salah. Betapa terkejutnya Elsa saat mendengar kabar itu. Dia pun mendapat beberapa alat kecantikan dan gaun yang harus dia kenakan saat pesta pernikahan. Kini Azalia berada di dalam mobil yang dihias sedemikian rupa sehingga tampak seperti mobil pengantin. Mobil mewah itu sedang menuju tempat di mana acara pernikahan diadakan. Bude Elin dan Pakde Reno berada di mobil lain yang juga melaju bersama mobil yang Azalia tumpangi. Tak hanya itu, Zein pun meminta beberapa orangnya untuk mengiringi mobil mereka. Azalia dapat melihat Victor yang sedang menyopir di depan. Gadis itu bertanya setelah melihat beberapa mobil yang mengiringi di belakangnya. "Apa Zein benar-benar akan menikahiku?" "Tentu saja, Nona," jawab Victor yang tetap fokus pada jalannya. "Memangnya dia mencintaiku?" tanya Azalia tak mau membuang waktu. "Tentu," jawab Victor tetap fokus. "Memangnya dia bilang padamu?" Azalia tak bisa berhenti menanyakan sesuatu yang mengganjal hatinya. Dia terus bertanya seolah Victor tahu semuanya tentang Zein. Victor melirik sebentar kaca yang menggantung di tengah mobil, dia dapat melihat Azalia yang menunggu jawabannya. "Ya," jawab Victor sekenanya. Victor memang tidak tahu jelas bagaimana perasaan Zein terhadap Azalia. Namun bosnya itu sudah berpesan agar dirinya melayani Azalia dengan baik. Dan yang dia lakukan saat ini adalah bentuk pelayanan baiknya. "Kau tidak berbohong, kan?" Azalia mengintimidasi. "Tidak, Nona," jawab Victor dengan mudahnya, seperti dia dilahirkan untuk menjawab semua pertanyaan Azalia. "Awas saja kalau berbohong. Aku akan menjeburkanmu ke kolam," ucap Azalia tanpa filter. Victor merasa konyol dengan ucapan Azalia. Kalau digambarkan, mungkin akan ada setetes keringat di keningnya. Azalia sendiri masih tak mengerti dengan perasaannya. Namun bagaimana pun juga, dia akan tetap berusaha mencintai siapa pun suaminya. Sebab itu yang dia pelajari selama ini. Suami adalah jalannya menuju surga. Semoga Zein orang yang tepat untuknya. Mobil-mobil itu menepi di sebuah tempat terbuka dengan dekorasi sangat indah. Ada pantai dan gulungan ombak kecil yang indah di ujung sana. Banyak terdapat vila dan juga pemandangan indah lainnya. Azalia pun dapat melihat sebuah masjid besar berdiri di samping tempat itu. Pintu mobil Azalia dibuka oleh seseorang yang sudah menunggu di sana. Jantungnya berdegup kencang saat melihat para tamu undangan berdiri. Kakinya tepat menginjak karpet merah saat turun dari mobil. Azalia dapat melihat karpet itu menuju pada sebuah tempat dengan ukiran bunga indah mengelilingi besi putih yang melingkar. Zein pun sudah berdiri di ujung sana bersama pakdenya dan seorang penghulu. Mobil yang ditumpangi bude dan pakdenya memang menepi lebih dulu di samping tempat Azalia turun. Calon pengantin itu masih berdiri di ujung karpet. Tamu-tamu yang datang lebih banyak dari kerabat Zein dan orang-orang penting di perusahaannya. Azalia pun dapat melihat Elsa dan beberapa teman kampus yang dekat dengan Elsa. Dia juga melihat beberapa kerabat almarhum ayahnya di sana. Azalia melangkah saat Bude Elin dan Ibu Arumi menggandeng pada masing-masing lengannya. Kedua wanita paruh baya itu menggunakan gaun yang sama, dan senyum bahagia terukir sangat jelas di masing-masing wajah. Azalia tersenyum melihat mereka. Perlahan, mereka mulai melangkah untuk mengantar Azalia menuju tempat akad nikah dilaksanakan. Zein tampak tenang berdiri di sana, seolah dia telah mempersiapkan ini semua. Azalia sempat melihat pria itu tersenyum saat dia hendak melangkah ke sampingnya. Azalia telah berdiri di sana, meski dengan kaki gemetar. Penghulu mulai mengecek mik-nya, dan akad nikah sudah mulai. Azalia tak menyangka Zein sangat lancar saat menyebut namanya sekaligus nama almarhum ayahnya. "Saya terima nikah dan kawinnya Azalia Alessa Meca binti Hanz Martin dengan seperangkat alat solat dan uang tunai sebesar lima ratus lima puluh lima juta lima ratus ribu rupiah dan dengan emas dua puluh empat karat lima ratus gram dibayar tunai." Tentu saja, tidak ada yang tidak terkejut mendengarnya, bahkan Azalia sendiri. Dia baru tahu saat ini kalau Zein memberikan mahar sebanyak itu. Bude dan pakdenya memang tidak memberitahunya. "Bagaimana saksi, sah?" "Sah!" "Alhamdulillah." Berbagai ucapan syukur dapat Azalia dengar. Namun dia masih tak menyangka akan hal ini. Zein sudah mengulurkan tangannya untuk disambut Azalia, tapi gadis itu masih merasa enggan dan malu. Tampak jelas sekarang wajahnya memerah. Sampai akhirnya pakde menegurnya sebab tak lekas menyambut tangan Zein. "Ayo, Lia, cium tangan suamimu," ujar Pakde Reno. Bergetar tangan Azalia meraih tangan itu. Zein hanya bisa membantunya dengan senyum damai. Mungkin saat ini tak ada salahnya membuat Azalia bahagia. Hingga akhirnya Azalia berhasil mencium tangan Zein. Tepuk tangan dan suara-suara bahagia serta haru mengelilingi mereka. Tak sadar Azalia menitikkan air mata, mungkin air mata bahagia, mungkin juga air mata kesedihan. Bude Elin pun sama sepertinya, air mata mentik dari pelupuknya, dia memeluk Azalia dan mengucap selamat. Mereka saling berpelukan, Ibu Arumi pun merangkul Azalia bangga. Zein bersalaman dengan Pakde Reno, Bude Elin, dan tentunya pada Ibu Arumi. Akhirnya Zein bisa menunaikan keinginan yang paling ditunggu maminya. Setelah acara haru-haruan itu, mereka semua diminta untuk foto bersama. Zein tampak berbeda dari sebelumnya, Azalia pun merasakannya. Bahkan saat ini Azalia tak menyangka, Zein merangkul pundaknya penuh kasih, layaknya pengantin sungguhan. Hati Azalia sempat damai dibuatnya. Namun tidak berlangsung lama. Saat mereka berdiri dengan senyum, hendak foto berdua, Zein yang merangkul pundak Azalia membisikkan sesuatu. "Jangan lupakan soal daging cincang," bisik Zein, lalu kembali tersenyum ke arah kamera. Sedangkan Azalia yang dari tadi tersenyum, berubah menjadi was-was. Bahkan tubuhnya bergerak menjauh dari rangkulan Zein. Namun Zein tak melepaskan rangkulannya, dan tetap tersenyum saat foto terjepret. Membuat hasil foto menjadi sangat lucu. Wajah Azalia yang menoleh pada Zein penuh dengan ekspresi was-was.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD