Sepertinya malam ini Kirana akan begadang. Pasalnya, selepas kepergian sang mama, ketiga sahabat yang baru saja tiba langsung membuat kamar yang tadinya hening menjadi rusuh.
“KIRANA ZIA NUGRAHA!” seru Feby dengan suara cemprengnya yang khas, membuat yang lain langsung menutup telinga, termasuk Kirana. Gadis itu langsung menubruk Kirana yang sudah berdiri di sisi tempat tidur, hingga keduanya terjatuh di atas benda empuk itu.
“Febi …! Minggir,” pekik Kirana berusaha menyingkirkan tubuh Febi. “Badan lo berat banget!”
Bukan melepaskan, Febi malah semakin mengeratkan pelukannya. “Nggak mau. Gue kangen banget sama lo, Ki.”
“Ya, tapi nggak gini juga. Sumpah! Badan lo berat banget, Bi. Naik berapa kilo, sih?” Suara Kirana tertahan. Dia bahkan sampai terbatuk-batuk. “Kristia Febiola! Lepasin gue!”
Kirana melirik Monik dan Laura yang hanya berdiri sambil tertawa. “Woi! Bantuin! Jangan diem aja kayak manekin.”
Sambil tertawa kedua gadis itu menarik bahu Febi.
“Udah, Bi! Bisa mati Kirana kalau ditindis tedong,” ujar Monik yang menarik bahu bagian kanan. Sayangnya, si tersangka menulikan telinga.
“Kalau dia mati lo mau gantiin nikah sama Om Satya?” Laura menimpali dengan suara yang tertahan. Mereka kesulitan karena gadis Jogja ini menahan tubuhnya.
Mendengar ucapan Laura, Febi langsung melepaskan Kirana. “Ogah banget nikah sama om-om.”
Akhirnya Kirana bisa bernafas lega. Gegas dia beranjak mengambil air minum yang ada di meja rias lalu menandaskan isinya. “Huh! Gila, lo berat banget. Hampir melayang nyawa gue.”
“Tau, nih. Kan nggak lucu kalau besok di media sosial ada berita ‘Zee, Seorang Penulis Populer Tewas Tertimpa Tedong’,” ujar Monik dengan telunjuk yang bergerak seakan sedang menunjuk judul di koran.
“Tedong? Apaan, tuh tedong?” tanya Febi dengan alis berkerut, berusaha mengingat istilah yang sepertinya pernah ia dengar. Detik berikutnya mata gadis itu membulat sempurna. “Lo ngatain gue kebo?!”
Kirana dan Laura tertawa dan semakin terbahak-bahak karena Febi terus menggerutu, tidak terima disamakan dengan hewan pembajak sawah itu. Monik juga tidak mau kalah, hingga keduanya terlibat pertengkaran.
“Eh, Ki, liat fotonya Om Satya, dong!” pinta Laura membuat pertarungan bantal antara Monika dan Febi berhenti. Kedua gadis itu ikut merapat ke arah Kirana.
Sejak awal mereka memang penasaran dengan sosok pria yang akan menjadi suami dari seorang Kirana Zia, gadis yang terkenal memiliki koleksi mantan dengan wajah rupawan.
“Besok aja, deh, kalian liat secara langsung,” tolak Kirana yang sibuk mengutak-atik ponselnya.
“Pelit banget, sih, lo!” ujar Febi bersungut-sungut seraya menggaplok kuat lengan Kirana hingga mengaduh.
Kirana membalas perbuatan Febi sebelum menyerahkan ponselnya sedikit kasar. “Tuh, liat!"
"Awas! Jangan sampe lo nge-love foto dia." Kirana memperingatkan sambil mengacungkan kepalan tangannya.
"Iya bawel," sahut Febi.
Kirana beranjak ke tengah tempat tidur, merebahkan tubuhnya yang terasa lelah dengan guling sebagai alas kepala.
Sementara ketiga temannya terpana melihat foto pria dengan setelan jas berwarna light grey.
“Beneran yang ini, Ki?” tanya Febi setelah melihat foto-foto Satya di akun i********: pria itu.
“Hm,”
“Sumpah Lo, Ki?” tanya lagi untuk memastikan. Febi memang selalu seheboh itu jika membahas pria-pria berparas tampan dan mengesampingkan perilaku buruk pria tersebut.
“Iya Febi,” jawab Kirana penuh penekanan.
“Kalau lo nggak mau, bagi gue aja. Ikhlas banget gue nerima hibahan dari lo.” Febi masih terus menggulir layar ponsel Kirana, mengamati satu persatu foto di akun Satya.
Celetukan Febi itu langsung dihadiahi toyoran dari Monik. “Mata lo langsung ijo kalau liat cowok cakep.”
“Gue, sih, realistis aja, Mon. Cakep dan berduit itu kriteria utama.”
“Beneran yang ini, Ki?” Laura juga ingin memastikan mengingat Kirana suka sekali menjahili mereka.
"Iya. Itu calon lakik gue," jawab Kirana malas.
Monik dan Laura sudah bergabung bersama Kirana, meninggalkan Febi yang masih duduk di tepi ranjang sembari mengagumi foto-foto Satya. Kirana saja tidak pernah melihatnya sejak Satya mengikuti akunnya.
"Ki, gimana sudah ada kabar dari Ibas?"
"Belum, Ra. Ibas sibuk banget akhir-akhir ini."
"Nggak ada cara lain buat batalin ini?" kali ini Monik yang bertanya.
Mereka bertiga terlibat obrolan serius. Sesekali terganggu dengan suara pekikan Febi yang melontarkan kalimat pujian pada foto-foto Satya.
"Kalaupun ada, itu udah nggak mungkin dilakuin, Mon. Kehormatan keluarga jadi taruhannya," jawab Laura.
"Ya, nggak bisa gitu dong, Ra. Banyak, kok, orang yang batal nikah gara-gara kebusukan pasangannya terbongkar menjelang hari H."
"Itu beda kasus. Tante-tante ini cuma masa lalu Satya yang gagal move on." Kirana memaparkan apa yang sudah Ibas infokan. "Tapi, masih ada satu orang yang diselidiki Ibas."
Monik dan Laura kompak memiringkan badan menghadap Kirana. Menatap penasaran pada gadis yang sedang dalam mode serius itu.
"Ayunda. Dia sahabatnya Satya. Menurut kabar, ayunda ini pengaruhnya besar untuk Satya. Satya kayak punya hutang budi gitu," jelas Kirana.
"Maaf ya, Ki. Tapi menurut gue bokap lo egois banget. Harusnya dia selidiki dulu sebelum jodohin lo sama Satya." Monik berpendapat.
"Biasanya orang tua itu cuma nilai dari reputasi keluarga, kalau bibitnya baik berarti keturunannya juga. Sama kayak bokap gue waktu jodohin abang sama anak rekan bisnisnya. Yang dia tahu keluarga tuh cewek baik, terpandang dan beretika. Nggak taunya, si anak malah selingkuh dan morotin duit abang," ujar Laura berbagi pengalaman.
Monik mendesah frustasi setelah kembali telentang. "Susah juga kalau kayak gitu."
Gadis itu melirik Kirana, lalu merapatkan tubuh dan memeluk dengan dagu bertumpu pada bahu Kirana. Melihat itu, Laura juga ikut melingkarkan tangannya pada perut Kirana, menindih tangan Monik.
"Ki, apapun nanti yang bakal terjadi nanti, jangan pernah merasa sendiri. Lo punya kita yang siap bantuin lo," ucap Monik sendu.
"Jangan pernah pendam apapun sendiri, lo bisa bagi masalah lo ke kita. Jangan juga sok, kuat. Nangis nggak bakal nunjukin kalau lo lemah. Ingat pesan gue, lo harus belajar ngendaliin sikap kompetitif lo itu," tambah Laura.
Kirana terharu dengan perhatian yang diberikan sahabat. Mereka selalu ada setiap kali Kirana merasa terpuruk dan butuh dukungan.
"Thanks. Kalian memang sahabat terbaik gue," ucap Kirana tulus sambil menahan tangis.
"Ya Tuhan!" pekik febi membuyarkan keharuan ketiga sahabatnya. Gadis itu tiba-tiba menyusup paksa di sela-sela Monik dan Kirana.
"Ish, apaan, sih, Bi?" omel Monik yang didorong Febi.
"Lihat, Ki," pintanya yang sudah berbaring di samping Kirana, sambil memperlihatkan layar ponsel.
"Otot tangan, d**a dan roti sobeknya. Astaga, seksi banget. Benar-benar perfect. d**a pelukable, bibir cipokable. Lo hoki banget, sih, Ki," ujarnya menggebu-gebu sambil terus memandangi foto topless Satya.
Kirana hanya tertawa melihat kelakuan ajaib Febi. Sedangkan dua lainnya kompak memutar bola mata malas sambil mencibir lirih.