Seung-Hun mengetuk pintu apartemen Rachel untuk kesekian kalinya. Namun tak terdengar jawaban apa-apa dari dalam. Ia merogoh saku jaket mencari kunci. Memasukkannya ke dalam lubang kunci dan memutarnya. Dengan gerakan sedikit memutar kenop pintu ia mendorong pintu sampai terbuka. Sepi. Apa mungkin Rachel masih tidur? Mungkin terlambat bangun seperti kemarin. Seung-Hun jadi menyesal tidak menelepon Rachel semalam. Harusnya ia menelepon dan mngingatkan gadis itu untuk makan dan tidur tepat waktu.
Seung-Hun melepas sepatu dan bergegas menuju kamar Rachel. “Rachel,” katanya bersamaan dengan membuka pintu. Lagi-lagi sepi yang ia temui. Ia berjalan masuk dan memeriksa ruang kerja Rachel. Gadis itu juga tidak ada di sana.
Lalu ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Sepi. Benar-benar sepi. Rachel pasti sudah pergi. Keningnya berkerut. Ia memutuskan untuk menelepon Rachel. Tangan kirinya bergerak cepat mengeluarkan ponsel dari saku jaket, menekan angka satu cukup lama di layar sampai hubungan tersambung. Seung-Hun menghela napas panjang sembari tangannya bergerak menempelkan ponsel ke telinga.
Alisnya bertaut. Kenapa suara yang didengarnya justru suara Ji-Yeon? “Kau bersama Rachel?... dimana?... aku akan ke sana.”
Hubungan terputus.
Sebelah tangan Seung-Hun bergerak pelan menurunkan ponsel. Ia menggeleng cepat. Ji-Yeon itu teman baiknya, pasti ia sangat memahami perasaan dirinya pada Rachel. Lagipula cemburu pada teman sendiri terdengar sangat menggelikan. Ya, meskipun perjalanan menuju Namsan waktu itu sempat membuatnya marah. Tapi semua baik-baik saja sekarang. Ia sangat mengenal Ji-Yeon. Hal-hal buruk yang sempat mengganggu pikirannya tentu hanya prasangka negatif yang tidak beralasan.
“Baiklah,” gumam Seung-Hun seolah baru memenangkan perdebatan. “Sebaiknya aku menyusul mereka sekarang.”
* * *
Suara dentingan kecil terdengar dari ponsel Rachel, ia cepat-cepat mengambil ponselnya karena Ji-Yeon sudah menatap ponselnya seperti seekor kucing menatap ikan. Tanpa menghiraukan tatapan Ji-Yeon yang bertanya-tanya, Rachel membaca pesan dari Karin itu.
Dari : Karin (08.53)
Aku lupa belum mengirim fotonya.
“Foto? Foto apa?” tanpa sadar Rachel menyuarakan pikirannya. Satu pesan baru masuk disertai bunyi dentingan kecil.
Dari : Karin (08.54)
Kurasa aku tertular penyakit pelupamu.
Rachel mendengus sambil tertawa kecil.
“Dari siapa Hime?” tanya Ji-Yeon penasaran.
“Ouji,” Rachel menggeleng cepat, “maksudku-“
“Kau punya Ouji lain?” mata Ji-Yeon melebar menatapnya.
“Tidak, tidak...” Rachel menggoyangkan tangannya. “Aku hanya salah bicara, maksudku Karin.”
Ji-Yeon terpekur. Ia memandang Rachel lekat tetapi gadis itu terpaku pada ponselnya. Apa lagi ketika terdengar dentingan halus yang berulang sampai beberapa kali.
“Jangan cemberut begitu, kau sendiri punya banyak Hime, bukan?” gurau Rachel tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel.
Rachel bertindak seakan-akan ia tahu apa yang sedang Ji-Yeon lakukan. Kenyataannya ia tidak tahu jika sekarang Ji-Yeon memandangnya dengan tatapan yang berarti kau-adalah-satu-satunya-Himeku.
“Semoga aku tidak datang terlambat.”
Kepala Ji-Yeon berputar memandang laki-laki berjaket hitam dengan aksen putih di samping meja. Seung-Hun tersenyum, tapi senyumannya ditujukan pada Rachel.
“Kau sedang apa sampai senyum-senyum sendiri begitu?” Seung-Hun menarik sebuah kursi kosong di samping Rachel.
“Lihat, ini foto pemandangan di Namsan dan Insa-dong. Karin mengirimkannya padaku,” Rachel menunjukkan ponselnya pada Seung-Hun.
Seung-Hun mencondongkan tubuhnya sehingga kepalanya dan kepala Rachel hampir bersentuhan. “Wah, ternyata Karin pintar memotret,” senyum Seung-Hun melebar melihat foto-foto yang menyejukkan mata itu.
Ji-Yeon mendecak. “Baiklah, aku diabaikan sekarang,” katanya sengaja meninggikan volume suaranya.
Serempak Rachel dan Seung-Hun memandang Ji-Yeon dengan alis yang sama-sama terangkat.
Rachel tersenyum. “Jangan begitu, ini kita lihat bersama,” ia meletakkan ponselnya di meja sehingga Ji-Yeon bisa menikmati foto-foto itu juga.
“Hanya foto pemandangan? Bukannya kita juga sempat berfoto bersama?” Ji-Yeon mengangkat wajahnya memandang Rachel.
“Aku juga tidak tahu, mungkin Karin akan mengirimkan foto yang lainnya nanti.”
“Ngomong-ngomong jam berapa kalian akan berangkat?” Seung-Hun menatap Ji-Yeon dan Rachel bergantian.
“Aku agak siang,” sahut Ji-Yeon ringan.
Rachel memeriksa jam tangannya dan tersenyum kecewa. “Aku harus berangkat sekarang.”
Suara dentingan kecil terdengar. Rachel tidak jadi memakai ransel dan kembali menatap ponsel.
Dari : Karin (08.59)
Foto lainnya akanaku kirim lewat e-mail. Oke?
* * *
Sore itu Ji-Yeon berdiri sendirian di depan gedung fakultasnya. Sebelah tangannya menggenggam ponsel di samping telinga. Sebelah tangannya yang lain ia masukkan ke dalam saku jaket. Bukan karena dingin, tapi hal itu memang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menunggu Rachel menjawab teleponnya. Hubungan terputus setelah terdengar suara operator. Ji-Yeon mencoba menelepon Rachel sekali lagi.
“Halo?”
Terdengar suara Rachel dari seberang.
“Hime...” tadinya Ji-Yeon ingin bertanya kenapa Rachel tidak langsung menjawab teleponnya, tapi tidak jadi karena mendengar suara Rachel saja sudah membuatnya merasa lega.
“Ya, Ouji. Ada apa?”
“Apa kau sedang sibuk sekarang? atau mungkin nanti?”
“Sepertinya begitu.”
“Sepertinya?”
“Hmm.”
“Tadinya aku ingin mengajakmu makan malam di luar,” Ji-Yeon mendengar Rachel tertawa kecil.
“Sungguh? Tadinya aku juga ingin menjawab iya...”
Alis Ji-Yeon terangkat, harapan yang baru muncul dalam benaknya.
“Tapi tidak bisa...”
Yah... harapan ke duanya sirna sudah.
“Mungkin besok.”
“Oke,” kata Ji-Yeon semangat. “Besok kita sarapan di kafe biasa dan makan malam di restoran favoritku. Bagaimana?”
“Untuk sarapannya tidak bisa. Besok aku harus berangkat pagi-pagi sekali untuk menyelesaikan tugas.”
Ji-Yeon mendesah kecewa. “Kenapa mengerjakan tugasnya pagi-pagi?”
“Karena malamnya aku akan makan malam denganmu.”
Ji-Yeon tertawa, mengangkat wajah dan tepat saat itu ia melihat Rachel di kejauhan. “Hime, menolehlah ke arah barat!” serunya penuh semangat.
Rachel terlihat ragu. Lalu ia berbalik dan berseru “Oh, ternyata aku di sana Ouji!”
Senang bisa melihatmu Hime, kata Ji-Yeon dalam hati.
“Ya, sudah. Aku akan pulang sekarang. sampai jumpa,” Rachel memutus hubungan, melambaikan tangan dan berbalik pergi.
Untuk sesaat dunianya terasa penuh warna, seperti pelangi. Dan dalam waktu singkat semua warna-warna itu hilang ketika gadis itu melangkah pergi.
Hime.