Jefian masih saja mondar-mandir di kamar hotel yang dia dan Sashi tempati dengan handuk kotornya, sudah dua jam sang asisten tidak kunjung datang. Sementara Sashi terlihat sudah siap akan keluar menuju sebuah ruangan lain di mana dia akan melakukan perawatan tubuh. Sebenarnya dia akan melakukan di ruangan itu hanya saja keberadaan Jef di sana yang tidak kunjung pergi membuat Sashi merasa tidak nyaman jika beraktivitas di sana.
Laki-laki itu tampak kesal mematikan dan hidupkan televisi berkali-kali ponselnya masih dalam keadaan mati dan dia kesulitan menghubungi siapapun di sana. Sashi dari bangku meja rias itu sedang menyisir rambutnya, dia melirik laki-laki itu dari tempat duduknya.
“Kau pikir aku tidak tau, kau terus melihatku? Apa kau ingin mentertawakanku? Hotel sialan! bagaimana bisa sulit sekali menghubungi keluar!” Jef membanting remot televisi hingga jatuh ke lantai lalu pergi ke arah jendela besar untuk mengudarakan asap rokoknya.
Sashi tidak peduli kekesalan Jef dia mulai mengangkat panggilan dari pihak salon yang sudah di tempat, dia akan segera keluar dari ruangan itu. Dari sorot mata Jef yang tajam dia melihat apa yang di lakukan Sashi, gadis dengan gaun putih itu siap pergi dari sana.
Jef terburu-buru menekan batang rokoknya ke asbak, “Berikan ponselmu! Aku harus menghubungi asistenku, sudah dua jam dia belum juga tiba. Apa dia mati di jalanan.” Laki-laki berbadan atletik yang memakai handuk itu menghampiri Sashi di meja rias itu.
“Anda berbicara denganku, tuan?”
Jefian terkesiap dia yang sudah begitu kesal semakin di tambah kesal dengan pertanyaan kurang ajar Sashi. “Dengan iblis betina di ruangan ini, cepat berikan ponselmu!” Jef berusaha menarik benda pipih itu, entah kesialan apa harus terjebak di sini di mana dia meninggalkan semua ponselnya kepada asistennya dan hanya membawa satu ponsel yang sudah mati.
Sashi mengelak menjauhkan ponselnya yang hendak di tarik Jef, “Ponsel adalah bagian pribadi seseorang, aku tidak biasa meminjamkan barang pribadiku. Atau minimal jika anda begitu membutuhkan ini mintalah secara sopan dengan cara yang baik.”
Shit
Jefian merasa tertampar, tangannya yang sudah siap meraih benda pipih itu terpaksa harus mengepal kesal, gadis ini balas dendam sepertinya.
“Okay! Okay! Kau tahu jika bukan ulahmu, aku tidak akan seperti ini. Jika bukan karena ke'sok pintaranmu pakaianku tidak akan ada di rendaman pakai kotor dalam bathtub itu. Berikan ponselmu atau aku akan memaksa membuatmu memberikannya.” Tatap Jef tegas wajah Sashi, dia masih menahan amarahnya berusaha untuk tidak meledakkan emosinya.
“Tidak bisa, aku harus pergi sekarang, tuan.”
Benar-benar wajah polos berkepala batu, dia masih saja bisa menentang. “Berikan! Aku tidak suka membuang-buang waktu untuk mendebatkan hal bodoh ini.”
Tiba-tiba ponsel Sashi kembali berdering pihak salon kembali menghubunginya, Sashi lalu menundukkan kepalanya hormat kepada Jef, “Permisi! Aku sudah di tunggu tuan.”
Bedebah!
Jef langsung meledak seketika dia menarik tangan Sashi kasar, lalu menariknya mendekat memangkas jarak mereka. Tatapan Jef nyaris seperti elang yang siap menyantap mangsanya. “Aku tidak peduli kau kemanapun atau akan melakukan apapun, jaga sikapmu sialan! Kau pikir kau siapa bisa seangkuh ini. Aku hanya ingin ponselmu bukan meminta yang lain.” Jefian langsung menarik benda pipih yang di genggam Sashi itu lalu melepaskan gadis itu dengan dorongan
Jantung Sashi berdegup sangat cepat sungguh dia takut sekali dengan Jef yang tampaknya benar murka itu, Sashi di buat terpatri di tempat masih shock dengan tarikan kasar Jef barusan.
“Apa passwordnya!” Jef mengangkat benda pipih itu.
“Tidak bisakah anda bersikap lebih lembut tuan?”
Sashi lagi dan lagi memancing kesabaran Jef, laki-laki itu sudah pusing tidak bisa melakukan apapun tanpa ponsel dan sekarang hari semakin siang banyak hal yang harus di kerjakan namun wanita ini terus saja membuat semuanya sulit.
“Berhenti omong kosong! Cepat berikan passwordnya!” Tegaskan Jefian lagi.
“Tidak! Aku berhak atas ponselku, aku berhak di perlakuan sopan kepada orang yang membutuhkan pertolonganku.”
Bruakk!
Dalam hitungan detik benda pipih dengan type lama itu berderai di lantai setelah di lemparkan Jefian, laki-laki itu sudah tidak tahan lagi berbasa-basi dan mengulur waktunya.
“Puas?” kata Jefian lalu meninggalkan Sashi yang menundukkan kepalanya sembari menutup telinga sebab bunyi lemparan keras yang di lakukan Jefian itu.
Lalu setelah membanting ponsel Sashi dan membuat benda pipih itu berderai di lantai di pun keluar dari kamar penginapan itu tidak peduli hanya menggunakan handuk saja.
***
Hari sudah malam Jefian kembali ke kediaman kakeknya seolah tidak punya tanggung jawab apapun dan dia merasa memang tidak punya tanggung jawab apapun. Jefian memainkan kunci mobilnya dia baru saja kembali dari sebuah bar setelah lelah bekerja, seperti biasa dia memesan satu gedung bar itu untuk dia dan teman-temannya di mana di sana juga pasti ada wanita-wanita yang akan melayani mereka.
Sejak putus dengan Daniela, Jefian menjadikan bekerja dan bersenang-senang bersama teman-temannya sebagai cara melupakan wanita itu. Daniela sialan dia pergi meninggalkan Jefian saat dia sedang cinta-cintanya. Jefian sudah mencari-cari kemana Daniela pergi ada yang mengatakan karena dia sakit parah, lalu ada juga yang mengatakan dia sudah menikah lalu punya anak.
Jefian tidak tahu sampai hari ini kenapa Daniela pergi sampai sudah dua tahun ini berlalu. Jefian sungguh frustasi dia tidak pernah bisa menemukan pengganti Daniela gadis itu tidak suka kemewahan, dia jauh dari kata kaya raya kesederhanaannya itu yang membuat Jefian begitu mencintainya.
“DI MANA ISTRIMU JEFIAN?” Suara baritone dari lantai dua rumah besar itu menggema, kakek berdiri di sana menatapi Jefian dengan serius.
Jefian pun berhenti lalu melihat ke atas sana. “Istri? Ah Fu*ck!” Maki Jefian pelan, “Dia?”
“Kau perlu garis bawahi kau sudah berjanji untuk menikah dengan pilihanku, satu hal yang perlu kau ingat apapun yang kau lakukan sekarang semuanya memerlukan tanda tangan dia.”
“What?” Jefian terkejut sekali, “Why? Dia siapa? Aku yang bekerja banting tulang kenapa harus menggunakan persetujuan dia? Ini konyol. Oh okay itu jika menggunakan aset kakek bukan? Aset ku adalah urusanku.”
“Dia istrimu tangan kananku, jika kau terus menghambur-hamburkan uangmu dalam jumlah jutaan dollar setiap malam aku tidak yakin kau tetap bisa bertahan tanpa asetku.”
“Aku tidak peduli dengan aset kakek, aku bisa bekerja lebih keras lagi.” Jefian berlalu meninggalkan kakek.
“Keluar dari sini jika kau tidak bersama dia.”
Jefian kembali berhenti dia memakai dalam hati kehadiran wanita sialan itu benar-benar sangat menyusahkan dia. “Akan ku bunuh dia.” Maki Jefian dalam hati. Ini tidak bisa seperti ini dia harus tinggal yang jauh dari kakek membawa wanita itu sejauh mungkin lalu membuat wanita itu lelah hingga menyerah.
“Jemput dia Jefian!”
“Besok pagi.”
“JEMPUT DIA JEFIAN! Jangan perlihatkan wajahmu di hadapanku sebelum membawa dia, kau sudah berjanji menikah dari pada melihat kematianku.”
"Pembawa sial!" umpat Jefian pelan muak sekali membayangkan dia akan meminta wanita itu pulang bersamanya, wanita itu pasti akan sangat besar kepala nanti.