12. Pengumuman

1019 Words
Entah sudah berapa lama, Evan tidak lagi peduli pada sang istri. Malam ini, hal lain terjadi dan membuat Karina terkejut. Sentuhan lembut itu hanya terjadi saat mereka menjadi pengantin baru dan empat tahun pernikahan. Setelah itu, Evan sudah mulai sibuk kuliah dan bekerja. "Mas Evan ...." Karina bersuara dengan lemah karena menahan rasa sakit pada perut dan kepalanya sejak sore tadi. "Kamu demam? Mau aku antar ke Dokter?" tanya Evan dengan suara lembut dan sambil mengusap kepala sang istri dengan penuh kasih. "Nggak usah, Mas. Aku lagi halangan aja juga karena kecapekan." Ucapan Karina membuat tangan Evan berhenti mengusap kepala sang istri. Keinginan Revan malam ini meminta hak sebagai seorang suami, justru sang istri sedang ada tamu bulanan. Astaga! Kepala Evan bisa cenat-cenut jika seperti ini. Ia ingin merayakan kebahagiaan dengan meminta jatah pada sang istri. Tanpa banyak bicara, Evan langsung masuk ke kamar mandi dan membasuh seluruh tubuhnya hingga hasratnya reda. Evan langsung turun ke lantai satu setelah berpakaian lengkap. Perutnya meminta jatah untuk diisi. Ia makan makanan yang ada di meja. Rasa makanan itu hambar meski sangat lezat. "Bapak mau saya buatkan teh tawar?" tanya salah satu asisten rumah tangga yang kebetulan masih terjaga saat ini. "Nggak usah." Evan menjawab dingin tanpa menatap ke arah sang asisten. Setelah menyelesaikan makan malam, Evan tidak langsung ke kamar. Ia memilih duduk-duduk di gazebo samping rumah. Ia melamun sambil menghisap sebatang rokok. Pikirannya sibuk berkelana tidak jelas sama sekali. Pagi datang dengan cepat kali ini. Anggi benar-benar datang ke kantor dan duduk di kursi yang ada di ruangannya. Tentu semua kaget dengan kedatangan sosok perempuan paruh baya itu. Tidak biasanya Anggi datang ke kantor. "Ada masalah, apa, ya? Sampai Bu Bos datang. Aku punya firasat nggak enak," kata Erna setengah berbisik pada Sandra yang juga penasaran. "Jangan sampai ada pengurangan pegawai. Aku belum siap jadi pengangguran," jawab Sandra yang juga merasa sangat ketakutan saat mereka semua dikumpulkan. Anggi mengembuskan napas sejenak. Secara tidak langsung bisik-bisik itu benar adanya; ada masalah di kantor ini. Hanya saja masalahnya bukan tentang pegawai lain. Damar, sumber dari masalah ini. "Mohon maaf, saya membuat tidak nyaman kalian semua. Pagi ini, saya sengaja datang untuk memberikan informasi yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun." Anggi menampakkan wajah sangat tegas dengan aura yang luar biasa seram. "Mulai hari ini Damar Ajisaka Wirabuana, resmi menduduki sebagai staf bagian administrasi. Ada pun alasannya tidak bisa saya sebutkan di sini. Mohon bantuannya Pak Drajat untuk membimbing Damar putra kedua saya dan Luka Wirabuana," lanjut Anggi dan membuat seluruh pegawai terkejut. Wajah Damar kali ini memerah menahan amarah dan juga rasa malu. Ia tidak bisa meninggalkan Batara Corporation. Tidak ada perusahaan yang lebih besar dari perusahaan milik keluarga Batara saat ini. Kali ini, semua pegawai menatap Damar dengan tatapan beraneka macam. "Demikian informasi yang saya sampaikan. Untuk sementara, suami saya dan Pak Prabu yang akan kembali memimpin kantor ini. Selamat bekerja, terima kasih atas loyalitas kalian semua yang membuat Batara Corporation semakin maju," kata Anggi lalu berbalik badan dan meninggalkan aula. Hari ini, Anggi akan berada di ruangannya sampai kira-kira jam makan siang. Ia perlu berbicara pada bagian keuangan untuk masalah kerja sama dengan Karina Kitchen. Ada hal yang harus mereka bahas saat ini. "Silakan Bu Amalia," kata Anggi yang sudah lama mengenal sosok menejer keuangan yang sudah bekerja hampir dua puluh tahun itu. "Baik, Bu Anggi. Saya sudah bawakan semua laporan keuangan dari awal tahun hingga bulan ini." Amalia tidak tahu apa yang akan dibahas oleh Anggi hari ini. "Oh, biar nanti dicek oleh Pak Prabu, ya. Saya mau membicarakan satu hal saya. Saya berniat kerja sama dengan Karina Kitchen. Tujuan kerja sama itu, untuk mengefisienkan waktu. Kita bisa menghemat banyak waktu ketika ada acara. Karina Kitchen akan membantu dalam bidang konsumsi dan juga dekorasi." Anggi menjelaskan secara garis besar masalah ini pada Amalia. "Bagaimana pendapat Bu Amalia?" tanya Anggi dengan cepat. "Saya tidak masalah, Bu. Memang selama ini perusahaan lebih sering memesan makanan atau snack di Karina Kitchen. Ini seperti sebuah jalan keluar," jawab Amalia dengan wajah berbinar. "Baiklah, nanti akan ada uang DP untuk perjanjian ini. Mohon langsung ditransfer dan masukkam dalam daftar pengeluaran perusahaan," kata Anggi yang merupakan sebuah perintah yang tidak bisa ditolak sama sekali. "Baik, Bu. Nanti pasti akan saya catat semua pengeluaran dan berapa pemasukkan dari perusahaan ini," kata Amalia yang memang terkenal sangat jujur dan amanah dalam mengurus semua masalah keuangan. "Terima kasih banyak atas bantuannya, Bu Amalia. Saya merasa banyak terbantu dengan hal ini," kata Anggi yang memang selalu menghargai setiap pendapat dari pegawainya itu. "Sama-sama, Bu." Amalia tersenyum ramah pada pemilik perusahaan ini. "Baiklah, silakan kembali bekerja, sekali lagi, terima kasih." Anggi mengakhiri pembiacaraan itu. Amalia pun akhirnya keluar dari ruangan bos besar. Wajahnya sangat berseri dan bahagia. Ia tidak menyangka jika Anggi membuat keputusan yang mempermudah semua orang. Saat Damar yang memimpin, semua orang merasa seperti sedang kerja rodi di kantor ini dan penuh tekanan mental. Anggi pun segera bersiap menuju ke Karina Kitchen. Satu hal, ia lupa meminta nomor ponsel milik Karina. Anggi tidak tahu apakah wanita muda itu ada di restoran atau tidak. Anggi hanya uji keberuntungan saja saat ini. Sementara itu, Reno saat ini dikejutkan dengan ucapan Evan. Almira berhasil mengerjakan laporan itu dan menyerahkannya semalam. Astaga! Bagaimana gadis ingusan itu mengerjakannya. Reno merasa terancam dengan keberadaan gadis muda itu. "Kamu nggak bikin masalah, 'kan?" tanya Evan yang merasa jika gelagat Reno tidak beres. "Nggak ada. Istriku baik-baik saja dan jika ketuban pecah nanti kembali lagi ke rumah sakit," jawab Reno keluar dari topik obrolan mereka tentang Almira. "Aku nggak sedang bahas tentang istri kamu, Ren. Yang aku bahas adalah masalah pekerjaan. Masalah istri kamu itu, ya, jadi urusan kamu dan bukan urusan aku," kata Evan dengan ketus karena merasa sang sahabat sedang memanas-manasinya. "Maaf, lagi pula, aku kapok bikin masalah. Langsung SP 2 dari Pak Rudi." Reno menyadari jika Evan menatap tajam ke arahnya. "Jangan sampai aku menemukan bukti jika kamu yang mengubah laporan itu. Kita tidak sedang dalam ajang balas dendam. Hanya saja, jika laporan itu salah dan diketahui oleh pimpinan, tidak mustahil jika kita semua kena imbasnya." Evan sengaja mengancam Reno saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD