11. Laporan

1040 Words
Anggi menepuk pundak sang putra tanpa mengatakan apa pun. Ia lantas mematikan komputer juga perangkat lainnya. Komputer dan semua yang ada di ruangan ini diamankan olej pihak IT. Tidak ada karyawan yang tahu pasword dari semua yang ada di ruangan Anggi. "Ma ... apa kita tidak bisa bicara dulu?" Damar mengekori sang mama yang saat ini berjalan menuju ke arah pintu. "Kita akan bicara di rumah dengan semua orang." Anggi tidak mau ribut dengan Damar saat masih di kantor. Damar tidak bisa berkutik ketika Anggi mengatakan hal seperti ini. Ucapan sang mama tidak akan bisa dibantah. Habis sudah riwayat karir Damar jika pada akhirnya hanya menjadi staf administrasi perusahaan ini. Di mana mau ditaruh wajah tampan itu? Pukul 17.30, kali ini hampir semua pegawai perusahaan minyak tempat Evan bekerja sudah pulang. Hanya tinggal beberapa orang yang belum pulang karena lembur. Salah satunya adalah Almira yang sengaja menunggu Evan keluar dari ruangan. Hingga satu jam kemudian, Evan tidak juga membuka pintu ruangannya. "Permisi, Pak Evan." Almira mengetuk pintu ruangan sang atasan. "Masuk." Nada dingin dan tegas itu cukup membuat nyali Almira ciut. Beberapa jam yang lalu, laki-laki tampan itu marah besar pada Almira. Kini, gadis muda itu tidak tahu apa yang terjadi; apakah masih akan mendapatkan amukan atau sebaliknya. Akan tetapi, tidak perlu berharap terlalu tinggi pada Evan yang sikapnya sangat dingin pada setiap orang. Evan tidak akan memandang orang dengan penuh kehangatan. "Ada apa lagi?" Pertanyaan dengan nada dingin itu membuat Almira semakin takut untuk menyerahkan laporan. "Sa-saya hendak menyerahkan laporan ini, Pak," jawab Almira gugup dan membuat Evan mendongak, menatap tajam ke arah gadis yang saat ini memilih menunduk. "Jangan bercanda kamu! Ini baru pukul 18.45 dan kamu sudah selesai mengerjakan? Saya tidak mau baca laporan yang dibuat asal-asalan!" Evan hanya melihat map berisi cetakan laporan terbaru itu tanpa ingin membacanya. "Saya sudah kerjakan. Tadi, saya lalai karena salah cetak." Almira tidak menjelaskan detail masalah yang menimpanya itu. Evan lantas mengambil laporan itu dan membacanya dengan seksama. Laporan itu sudah benar dan boleh dikatakan sempurna untuk seorang pegawai baru. Evan pun membaca selama lima belas menit tanpa mempersilakan Almira duduk. Gadis muda itu hanya bisa pasrah dengan apa yang menimpanya saat ini. "Kamu yang buat?" tanya Evan setengah tidak percaya pada hasil pekerjaan Almira. "Iya, Pak. Laporan yang saya serahkan awal, mohon maaf, saya salah cetak. Itu contoh laporan yang harus saya kerjalan. Maaf, saya tidak teliti sama sekali." Almira menutupi kecurigaannya pada sosok Reno. "Baiklah. Silakan pulang," kata Evan dengan dingin lalu kembali fokus pada komputer yang ada di depannya. "Ba-baik, Pak, saya permisi untuk pulang," kata Almira dengan wajah lega karena tidak lagi mendapatkan amukan dan omelan dari sang atasan. Almira membereskan semua barang yang ada di meja kerja. Satu per satu barang sudah masuk ke dalam tas ransel kecil kesayang. Mata indah itu tertuju pada flash disk yang ada di bawah meja kerjanya. Almira lantas mengambil benda kecil itu. 'Ini bukan punyaku.' Almira memang tidak punya benda pipih berwarna hitam itu. Almira tidak langsung pulang, tetapi menuju ke ruangan rekaman cctv. Ada yang tidak beres sepertinya. Almira merasa ragu saat hendak masuk ke ruangan itu. Dua orang satpam bertubuh kekar itu tampak sangar dan mengerikan. "Ada yang bisa kami bantu, Bu?" tanya salah satu dari mereka membuat Almira terlonjak kaget. Almira memang pegawai baru, tetapi tahu banyak tentang bagian di gedung ini. Saat magang tiga bulan yang lalu, ia tidak sengaja datang ke ruangan ini. Salah jalan, saat hendak menuju ke musala justru masuk ke ruangan yang penuh dengan komputer itu. Kala itu, ia masih beruntung karena ada pegawai lain yang membantunya menunjukkan jalan menuju musala. "Pak, boleh saya minta rekaman cctv untuk ruangan staf HSE mulai pukul dua belas siang tadi?" tanya Almira dengan sopan meski hatinya sangat takut saat ini. "Anda staf?" tanya salah satu dari mereka sambil memindai tubuh Almira. Bukan untuk melecehkan, tetapi dua satpam jaga itu memang berjaga-jaga. Tanggung jawab mereka sangat berat jika sampai semua rekaman cctv kantor ini bocor. Mereka tidak hanya dipecat, tetapi juga dipenjara. Salah satu satpam itu membaca name tag yang dikalungkan pada leher Almira. "Mohon maaf, Mbak. Rekaman cctv hanya bisa dibuka oleh pimpinan saja. Anda staf dan karyawan baru, jadi tidak diperkenankan untuk membuka dan melihat rekaman cctv perusahaan ini." Salah satu dari mereka menjawab dengan tegas dan menatap tajam ke arah Almira. "Baik, Pak. Mohon maaf, saya tidak tahu akan aturan itu. Saya permisi," pamit Almira tidak mau memperpanjang masalah ini. Almira mengembuskan napas kasar lalu berjalan menuju pintu ke luar. Dua satpam itu tidak salah sama sekali. Mereka hanya menjalankan tugas. Kali ini, Almira mungkin harus lebih waspada lagi saat bekerja. Sementara itu, Evan akhirnya meninggalkan ruangannya setelah membaca isi laporan yang dibuat Almira. Luar biasa sempurna dan bisa digunakan untuk naik pangkat. Kali ini Evan punya pegawai yang lumayan kompetitif dan bisa dimanfaatkan. Tidak perlu bekerja keras, tetapi bisa naik pangkat dengan cepat. "Pak Evan sudah mau pulang?" tanya salah satu satpam yang kebetulan ada di depan ruangan HSE untuk memeriksa keamanan kantor ini. "Iya, lagi pula sudah pukul delapan dan saya lelah. Terima kasih sudah menunggu, Pak," kata Evan sedikit lembut tidak seperti biasanya. "Sama-sama," jawab satpam itu tanpa mau berbasa-basi lebih banyak lagi pada Evan yang terkenal sangat menyebalkan itu. Evan berjalan menuju ke parkiran mobilnya. Ia akan langsung pulang saat ini. Hatinya sangat bahagia karena sudah menemukan sosok yang bisa membuatnya naik pangkat secara instan. Apakah sikap Evan akan berubah pada Almira setelah ini? "Mbak, Ibu sudah pulang?" tanya Evan saat sampai di rumahnya. Mobil Evan sudah terparkir di garasi. Ia tampak sangat bahagia saat ini. Memang masalah dalam rumah tangganya belum selesai, tetapi kali ini ia mendapatkan rezeki yang luar biasa. Bulan depan semoga saja bisa terkejar kenaikan pangkat itu. "Sudah, Pak. Baru saja selesai makan malam dan sudah berada di kamar. Ibu tampak sedang kurang sehat," kata salah satu asisten rumah tangganya itu. "Oh, saya akan lihat Ibu dulu di atas," kata Evan lalu meninggalkan sang asisten yang saat ini mengunci pintu rumah. Benar saja, Karina tampak pucat pasi. Mungkin wanita berusia tiga puluh tahun itu sedang demam. Karina memang tidak enak badan karena sedang ada tamu bulanan juga kelelahan saat bekerja. Evan menempelkan telapak tangan di dahi sang istri dan membuat wanita itu membuka mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD