Kampus!

1070 Words
Tidak terasa lima hari berlalu dan kini Azzam dan Khumaira pindah ke Apartemen. Tadi, banyak keluarga yang mengantar mereka pindahan. Namun sekarang sudah pulang. Tidak terasa waktu berjalan cepat. Khumaira merengut pasalnya hari ini mulai aktif kuliah sampai hari raya kurang 1 minggu. Walau ia kuliah 4 hari dalam satu minggu. Azzam baru selesai menyelesaikan tugas alam, lalu mendekat ke arah Khumaira yang sedang cemberut lucu. "Ada apa, Dek?" tanya Azzam sembari menepuk pipi gembul Khumaira. Khumaira tersenyum kikuk takut Azzam mencap dirinya pemalas. Dia menunduk untuk menghindar kontak mata. Azzam mengangkat dagu Khumaira lembut. Dia menatap Istrinya dalam ingin mendapat penjelasan. "Katakan!" perintah Azzam. Khumaira meremas jarinya sendiri sedikit kasar. Dia gugup berhadapan dengan Azzam yang akan menilai dirinya . "Ada apa, Dek?" "Adek malas pergi ke kampus, Mas," akhirnya kejujuran muncul. Azzam tersenyum mendengar jawaban Khumaira. Istrinya begitu manis jika sedang malu. "Kenapa?" tanya Azzam lembut. Khumaira menggenggam tangan besar Azzam dengan penuh perasaan. Takut jika Suaminya nanti marah jika mengatakan alasanya. "Adek, ingin bersama, Mas," cicit Khumaira jujur. Azzam terkekeh mendengar jawaban polos Istrinya. Dia membawa Khumaira dalam dekapan hangat. "Kita selalu bersama, Dek. Bukanya pulang kampus Adek bisa pulang dan merengkuh Masmu ini dengan erat. Adek dan Mas menghabiskan waktu pada malam hari. Pergilah agar cepat lulus dan Insya Allah setelah lulus, Mas beli rumah baru untuk kita tinggal!" bujuk Azzam sembari mengecup mesra kening Khumaira. Khumaira membeku karena merasa bersalah. Benar adanya dia harus cepat lulus agar Azzam bangga padanya. "Mas, maafkan Adek menjadi beban, Mas. Adek janji akan lulus cepat lalu bekerja bersama Mas mencari nafkah!" papar Khumaira. "Mas tidak ingin Adek bekerja keras bersama, Mas. Ingat Dek, Mas menikahi Adek berarti siap lahir batin mengayomi. Jadi, tidak perlu sungkan begitu. Mas, tidak mau membebani pikiran, Istriku," tutur Azzam. Khumaira merengkuh Azzam erat dengan lelehan air mata haru. Dia sangat beruntung mendapatkan Suami sebaik Azzam. "Mas, Adek mau jadi guru, lalu kenapa kita tidak sewa kontrakan saja, Mas? Kenapa malah apartemen? Pasti sangat mahal, Adek tidak mau Mas terlalu capek!" "Itu bagus, Dek. Mas tidak mau Adek tidak nyaman tinggal di kontrakan. Lagian Mas sudah menyewa apartemen ini selama 1 tahun. Adek hanya perlu sekolah yang rajin dan jadilah istri yang membanggakan Mas dengan prestasi. Tapi, jangan dipaksa jika tidak mampu karena senantiasa Mas akan selalu mendukung, Adek!" "Mas, Adek janji akan sekolah sungguh-sungguh agar mampu menjadi wanita berguna bagi keluarga, Mas dan bangsa. Adek janji akan sekolah dengan semangat. Kita cari nafkah bersama ya, Mas. Adek cinta Mas!" Khumaira tersenyum bahagia. Lalu berjinjit untuk mengecup rahang tegas Azzam. “Itu baru Istri Mas yang Shalehah. Mas, bangga punya Adek dalam hidup, Mas.” “Mas bisa saja, Adek juga bangga punya Mas dalam hidup, Adek.” “Alhamdulillah.” "Mas, setelah ini Adek mau daftar jadi guru boleh? Supaya ekonomi kita tercukupi, umz ...." Azzam menghentikan ucapan Khumaira dengan jari telunjuk menempel di bibir, setelah itu mengecup pipi Istrinya mesra. "Adek fokus kuliah, biar Mas yang kerja." "Tapi, Mas nanti kalau tidak tercukupi bagaimana? Adek tetap mau jadi guru agar Mas terbantu. Ingat Mas kita menikah untuk suka maupun duka. Adek tidak mau terlalu bergantung pada, Mas!" "Baiklah, Dek. Mas bisa apa sekarang, sana siap-siap berangkat nanti telat." "Enggeh, Mas." *** Khumaira mendengarkan penjelasan Dosen saksama. Sekiranya penting ia akan mencatat dan kini saatnya presentasi. Kelompok pertama Khumaira dan 3 orang lainnya. Mereka menjelaskan secara lugas dan menjawab pertanyaan begitu gamblang. Usai mata kuliah pertama, Khumaira memberikan pesan untuk Azzam. *Mas, nanti cari takjil di pasar sore, ya?* Tidak lama dia mendapatkan balasan. "Iya, Dek. Kenapa main HP? Adek bandel sekali, awas nanti Mas hukum." Khumaira terkekeh lucu membaca balasan Azzam. Dan karena kekehhan Khumaira membuat teman-temannya menatap aneh. "Hai, Khumaira kamu kenapa? Jangan bilang kamu non ton video aneh di saat bulan puasa?" celetuk Bela. Khumaira melongo mendengar perkataan temannya. Video aneh, apa? "Kalian diam, ingat kalian mengganggu konsentrasi yang lain belajar!" tegur penjaga perpustakaan. Khumaira meminta maaf atas keributan yang di timbulkan. "Maira, lihat ada Kak Yudha, tuh," goda Alina. Khumaira menatap sekilas pemuda berperawakan tinggi atletis. Wajahnya tampan begitu pun akhlaknya. Dia idola Khumaira pasalnya Yudha sering mengharumkan nama UGM khususnya di bidang agama. "Cie, masih suka sama Kak Yudha?" goda Fika di angguki teman-teman Khumaira. "Hanya kagum tidak lebih, karena aku sangat mencintai ___" "Yudha!" seru mereka kompak memotong perkataan Khumaira. Dan karena seruan itu mereka kembali di tegur lalu sang empu seruan menengok ke arah mereka. Khumaira sebal sendiri pada mereka. Dia  memutuskan untuk keluar perpustakaan. Lagian cintanya hanya untuk Azzam seorang. "Dik, Maira," panggil Yudha dengan suara bas. Khumaira menunduk sekilas lalu mendongak menatap Yudha. Hanya sekilas selebihnya menunduk tanpa mau menatap. "Iya, Kak, ada apa?" tanya Khumaira berusaha ramah. "Tidak, ingat tidak baik emosi di bulan suci. Nah tersenyumlah," peringat Yudha. Khumaira tersenyum malu. Benar tidak baik marah pada bulan penuh pengampunan. "Maaf, Kak. Sampai jumpa," ucap Khumaira lalu pergi. Yudha merasa aneh dengan sikap Khumaira. Sebelum puasa gadis cantik nan mungil itu sering menyapa dan terkesan mencari perhatian. Kenapa sekarang Khumaira menjauh? Khumaira tersenyum lega akhirnya mata kuliah berakhir. Dia siap untuk pulang dan mencari takjil bersama Suami tercinta. "Maira!" seru Bela. "Iya, ada apa?" tanya Khumaira. "Kamu tidak mau cari takjil, ini kan jam 3. Sudah siang kamu sampai rumah jam 4 lebih," terang Bela. "Aku cari dengan Mas di rumah. Kalau begitu aku permisi, sampai jumpa." Teman-teman Khumaira tahunya Mas, Khumaira adalah Bahri. Para teman belum tahu Khumaira menikah. *** "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam Khumaira setelah sampai rumah. "Wa'alaikumssalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab Azzam. Khumaira mengecup punggung tangan Azzam lalu menautkan jari mereka. "Mas, Adek mandi dulu lalu kita pergi ke pasar," riang Khumaira. "Mas juga belum mandi, tadi mengerjakan tugas dari, Abah." ujar Azzam. "Mas, kalau begitu mandi duluan. Adek masak dulu," pungkas Khumaira. "Adek lelah, jadi Adek duluan yang mandi." "Tidak, Mas. Cepat mandi." Khumaira mendorong punggung Azzam agar masuk ke dalam kamar. Karena tidak hati-hati dia tersandung karpet menyebabkan nyaris jatuh jika tidak ada lengan kekar menopangnya. "Adek, hati-hati." Buku cetak serta tas Khumaira jatuh di karpet. Dia tersenyum sendiri akan kecerobohannya. "Maaf, Mas. Sana mandi nanti gentian!" "Baiklah, Nyonya." Azzam tertawa melihat ekspresi Khumaira. Sedetik kemudian dia lari menghindar dari kejaran Istrinya. "Mas, kemari aku cubit  ....!" pekik Khumaira. "Nanti Dek cubitnya. Mas mandi dulu!" seru Azzam dari balik kamar mandi. Khumaira tersenyum sembari berbalik membereskan buku dan tas. "Aku sangat mencintaimu, Mas. Aku berharap pernikahan kita selalu harmonis, amin."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD