Kesal!

964 Words
Azzam dan Khumaira berangkat teraweh bersama. Sedangkan keluarga lainya sudah berangkat duluan. Khumaira merasa ciut pasalnya tingginya hanya sebatas bahu Azzam. "Adek masih sakit? Kenapa tadi memaksa  teraweh? Ayo Mas antar pulang lagi," khawatir Azzam karena tiba-tiba Khumaira berhenti. "Mas, Adek hanya lelah dikit. Ayo!" Khumaira terdiam saat Azzam mengulurkan tangan. "Mas nanti batal," tolak Khumaira lembut. "Ada padasan, Dek. Ayo keburu Adzan loh," pungkas Azzam. Khumaira menerima uluran tangan Azzam. Dan kini mereka berjalan bergandengan tangan. Sampai di depan masjid banyak yang menggoda mereka. Siulan para remaja membuat Khumaira salah tingkah karena ketahuan bergandengan tangan. Azzam hanya menunjuk senyum tipis dan masuk ke masjid. Sajadah ia taruh di dekat mertua serta Kakak iparnya. Dia kembali keluar untuk wudhu. Khumaira berjalan ke padasan dan melihat Azzam sudah selesai wudhu. "Jangan terlalu menunduk, Dek. Mas, takut Adek jatuh," ucap Azzam terdengar lembut. Setelah itu meninggalkan Khumaira sendiri. Khumaira tersenyum tipis menanggapi perkataan Azzam. Dia mengambil air wudhu dengan khusyuk. Setelah selesai, ia berjalan menuju dalem masjid. Usai Shalat tarawih, para pria untuk dua orang mengawali tadarus. Pertama terdengar suara tenor Bahri mengalun sempurna dan terakhir terdengar suara bariton halus nan merdu mengalun indah. "Shadaqallahul-'Adzim." Azzam menutup bacaan mengajinya. Dia undur diri bersama Bahri. "Lihat itu, mereka sok alim banget. Pasti si pengantin baru sudah  melakukan zina dahulu dan parahnya mungkin sudah hamil. Mungkin saja mereka menikah awal karena menutupi aip," rumpi para wanita kompleks yang iri. Khumaira terdiam tanpa membela diri. Hatinya sakit tapi ia berusaha tenang. "Kabar burung katanya Azzam itu lulusan Kairo tapi nyatanya b***t. Dia pasti hanya menutupi kedok jahatnya," cibir Ibu-Ibu. Khumaira mulai tidak tahan. Hatinya semakin sakit Suaminya di hina. "Sama kayak Khumaira, sok menolak banyak pria ternyata memilih yang ganteng. Mungkin saja sekarang sudah mengandung. Mereka berzina padahal tahu agama," imbuh wanita Kakak kelas Khumaira dulu. Khumaira semakin kesal akan fitnah menyakitkan itu. "Menjijikkan jadi aib saja. Azzam itu menjijikkan ___" "Berhenti ...! Kalian boleh menghina saya tapi jangan Suami saya. Suami saya 15 tahun di Kairo, pulang 5 tahun sekali dan kami baru bertemu 9 hari yang lalu. Lalu kami zinanya kapan? Kalian para Ibu dan calon Ibu jika bisa tolong jaga lisan karena saya takut suatu hari menyesatkan. Saya menikah dengan Mas Azzam untuk melaksanakan ibadah sunah Rasul dan mencari Ridho, Allah!" tegas Khumaira. Air mata tidak mampu di bendung. Dia berusaha kuat dan melakukan tadarus dengan suara serak menahan tangis. Azzam dan Bahri menyengit mendengar nada mengaji Khumaira terkesan aneh. Aneh dalam artian suara orang menahan tangis. Khumaira hanya mampu membaca dua rukuk setelah itu menutup bacaan Al-Qur'an. Dia merutuki diri karena sang sahabat tidak Shalat. Saat keluar Azzam spontan menatap Khumaira intens begitu pun Bahri. "Dik, kamu kenapa?" tanya Bahri sembari menepuk bahu Khumaira. Khumaira menggeleng lemah sebagai respons. Dia hanya menunduk dalam tanpa mau memandang Kakak serta Suaminya. Azzam mengangkat dagu Khumaira lembut dan alangkah terkejut melihat Istrinya menangis. "Mas, kami pulang dulu" Azzam menggenggam tangan Khumaira dan kini mereka pulang dalam diam. Hatinya resah melihat Khumaira menangis begitu. "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam Azzam dan Khumaira. "Wa'alaikumssalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab Maryam dan Zahrana. Khumaira menunduk untuk menyembunyikan semua agar ibunya tidak khawatir. "Khumaira kenapa, Le?" tanya Maryam. Azzam tersenyum mendengar perkataan Ibu mertua. "Dek Khumaira tidak ada apa-apa, Buk. Azzam masuk dulu," jawab Azzam sopan. "Oh, iya silakan. Tolong tenang in dia ya, Le." "Enggeh, Buk." *** Azzam melihat Khumaira tertidur miring dengan tubuh bergetar. Hatinya sakit melihat Istrinya begini. "Dek, ada apa? Cerita sama, Mas." Azzam berusaha untuk menenangkan Khumaira namun Istrinya malah semakin terisak. Azzam dengan lembut mengangkat tubuh mungil Khumaira dan mendudukkan Istrinya dalam pangkuannya. Jemari kekar itu menghapus air mata Istrinya penuh sayang. Dia juga mengecup kening Khumaira mesra. "Katakan Adek kenapa? Apa Mas salah? Jangan buat Mas khawatir, Dek," pinta Azzam. Khumaira langsung merengkuh Azzam erat. Dia menangis di ceruk Suaminya. "Dek, jangan bikin Mas khawatir. Ada apa?" "Mereka memfitnah kita, Mas. Mereka berbicara seenak jidat tanpa tahu kebenaran. Adek kesal mereka menghina, Mas. Biarkan Adek yang dihina tapi jangan Suamiku. Adek kesal sekali," aku Khumaira pada akhirnya. Azzam sepertinya tahu permasalahan ini. Dia merengkuh Khumaira erat dan mengecup leher jenjang Istrinya yang penuh tanda merah. "Mereka iri, Dek. Mas harap Adek jangan ambil hati dan ambil hikmah dari semua masalah hari ini. Adek sayang Mas, kan?  Kalau iya berhenti menangis lalu istighfar. Mas tahu Adek kesal karena mereka, tahukah Adek itu membuat Mas senang karena Adek mencintai Mas. Jika ada yang begitu lagi beri senyum lalu hadapi dengan tenang serta kesabaran. Api tidak bisa melawan api. Jika dipaksa maka akan menghancurkan ikatan. Api bisa padam dengan air. Jika ada yang benci maka berikan cinta!" Khumaira menangis haru mendengar perkataan Azzam  hatinya menghangat lalu emosi itu menguar begitu saja saat mendengar ceramah Suaminya. Dia istighfar beberapa kali untuk berusaha tenang. "Dek, apa sekarang sudah tenang?" tanya Azzam. "Sudah Mas, Alhamdulillah. Maaf Adek mudah kesal," sesal Khumaira. "Tidak apa, Dek. Ayo kita siwakan setelah itu tidur," ajak Azzam. "Baik Mas, sekali lagi maaf." "Tidak apa, ayo." Azzam dan Khumaira membersihkan diri. Dari menggosok gigi dan membasuh muka. Usai semua itu mereka kembali ke kamar. Khumaira meremet jari, apa malam ini akan melakukan itu lagi. Azzam merengkuh Khumaira penuh kehangatan. Sementara Istrinya berbantal d**a bidangnya. "Mas tidak meminta jatah?" tanya Khumaira dengan suara lirih. Azzam terkekeh mendengar perkataan Istrinya. "Besok lagi, Adek masih sakit. Nah sekarang tidur sudah malam!" Khumaira memberanikan diri mengecup bibir Azzam sekilas. Sebelum dia menjauhkan diri sebuah tangga menahan belakang kepalanya. Azzam awalnya terkejut tapi langsung sadar. Dia melumat bibir Khumaira penuh perasaan sesekali dia meremas rambut panjang Istrinya. "Umh, Mas," lenguh Khumaira. Azzam menyudahi ciuman panas mereka. Kembali dia daratkan ciuman kilat di bibir tebal Khumaira. "Mimpi indah, Istriku. Mas mencintai Adek," ucap Azzam tulus. Khumaira tersenyum malu-malu, "Mimpi indah juga, Suamiku. Adek juga mencintai, Mas!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD