Bermain api

1596 Words
"Sayang, lagi chating-an sama siapa, sih, kok serius banget?" Banyu yang tiba-tiba sudah memeluk tubuh Laura dari belakang melihat sang istri yang sedang memandangi sebuah foto, lelaki itu tidak berniat melihat foto apa yang sedang Laura lihat. Ia lebih memilih untuk menciumi pipi sang istri. "Ini, Bang, aku lagi chating-an sama Meisya, dia pamer foto-foto pas kemarin Tante Monika ke Surabaya," jawab Laura seraya menunjukkan foto yang ia pandangi pada sang suami, Banyu menurut, ia menatap foto itu lalu berjalan memutari sofa agar bisa duduk berdampingan dengan sang istri. "Akhirnya Tante Monika bisa benar-benar menerima dan menyayangi Meisya, ya," ujar Banyu sambil tetap memandang foto Meisya dan Monika yang sedang berpelukan seraya menempelkan pipi mereka dan tersenyum lebar ke arah kamera. "Iya, Bang. Aku juga seneng akhirnya Meisya bisa benar-benar bahagia. Semoga buat kedepannya rumah tangga mereka enggak mendapat badai cobaan," jawab Laura seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang lalu ia selempangkan di pundaknya. "Ayo, katanya mau sarapan," ajak Laura pada sang suami yang tengah menatap lekat pada wajahnya. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Banyu yang bisa mencium sedikit saja jika ada aura yang berbeda pada sang istri. Jika ada yang mengatakan lelaki adalah mahluk yang paling tidak peka di dunia ini, maka Banyu adalah pengecualiannya. "Aku?" Laura menunjuk wajahnya sendiri, Banyu hanya mengangguk. "Laper!" Banyu mengikuti Laura yang sudah mulai melangkah meninggalkan ruang tamu resort mungil itu, lalu mereka saling bergandengan tangan berjalan menuju restoran yang menyediakan aneka makanan khas dari seluruh penjuru pulau Lombok. Laura sengaja melakukan ini, menyembunyikan apa yang baru saja ia lihat, sebuah foto yang menampakkan Banyu mencium pipi seorang wanita yang duduk di sebelahnya tanpa jarak dia atas sofa berwarna merah tua. Ia sangat mempercayai sang suami, ia tahu jika Banyu tidak mungkin menyakiti hatinya. Setidaknya kata itu yang selalu Laura bisikkan pada hatinya sendiri agar ia bisa kuat menepis sebuah luka yang baru saja tercipta di hatinya. . "Bang, menurut Abang, mungkin enggak seorang suami yang cinta banget sama istrinya bisa selingkuh?" tanya Laura pada Banyu yang duduk di hadapannya seraya menikmati makan pagi mereka. "Ya enggak lah, Sayang, kalau cinta ya enggak mungkin selingkuh," jawab Banyu ringan, Laura hanya diam mengunyah makanannya. "Kenapa, kok, tanya gitu?" tanya Banyu, yang merasa curiga karena tidak biasanya Laura menanyakan hal semacam itu. "Enggak, aku cuma keingetan masa-masa Meisya dan Celine jadi SB dulu. Semua lelaki itu bilang mencintai istrinya, tapi malah selingkuh!" jawab Laura dengan tatapan tajam yang seolah menusuk ke dalam relung hati Banyu. "Ya, sepertinya, sih, kalau dalam hal ini kebanyakan alasan mereka karena kesepian. Mungkin karena faktor usia jadi istri mereka udah enggak sehangat dulu, atau istri mereka sibuk jadi lelaki itu mencari kehangatan di tempat lain," jawab Banyu setelah memikirkan sebuah kemungkinan dan bisa menjadi jawaban atas pertanyaan sang istri. "Tapi ada juga yang selingkuhnya karena sebuah perasaan, 'kan, Bang," ujar Laura lagi. "Ya, kalau begitu ceritanya, berarti lain lagi kasusnya, dong, Sayang," Banyu menyuapkan potongan daging ayam pada sang istri yang tengah fokus menatapnya, Laura menurut lalu mengunyah apa yang suaminya suapkan. "Terus kalau aku ... aku, 'kan, masih muda, masih hangat, bahkan panas. Aku juga enggak terlalu sibuk, bisa nemenin Abang tiap saat, apalagi buat maen dedek jadi kalau Abang selingkuh alasannya apa? Hati?" tanya Laura sengaja untuk memancing sang suami, Laura ingin melihat ekspresi Banyu saat mendengar pertanyaannya, tetapi Banyu malah tertawa kecil seraya menatap sang istri. "Abang enggak punya dan enggak akan pernah punya alasan buat selingkuhin kamu, Sayang. Mau kamu udah tua, kamu enggak hangat atau hot lagi, mau kamu sibuk terus juga Abang enggak akan pernah selingkuhin kamu. Dan masalah hati? Hati Abang udah terlalu penuh akan cinta kamu, udah enggak ada celah sedikitpun untuk yang lain, bahkan semilir anginnya aja enggak akan bisa menembus hati Abang," jawab Banyu panjang lebar, selebar senyuman di bibir Laura saat mendengarnya. "Abang so sweet, aku takut over dosis gara-gara gombalan Abang," jawab Laura sebelum meminum jus jeruknya. "Siap-siap, aja, Sayang," ujar Banyu, membuat Laura mengerutkan keningnya. "Siap-siap buat apa?" tanya Laura yang lalu menaruh gelas yang isinya tinggal separuh itu di atas meja. "Buat merasa over dosis seumur hidup kamu," jawab Banyu sambil mengulum senyumnya. "Mungkin hanya ada alasan yang bisa membuat kamu selingkuhin aku atau mungkin meninggalkan aku, Bang. Yaitu anak." Laura bersenandika seraya mengelus perutnya, meja yang menjadi penghalang keduanya tentu saja membuat Banyu tidak bisa melihatnya, sebuah senyuman manis ia berikan untuk menjawab pernyataan Banyu yang juga begitu manis. Laura sangat menyakini setiap perkataan yang keluar dari bibir Banyu adalah benar, ia percaya sepenuhnya dengan cinta sang suami hanya saja ia takut jika rasa kerinduan Banyu akan kehadiran seorang buah hati membuat sebuah celah dalam hati yang begitu Banyu yakini dipenuhi cinta untuk sang istri, sebuah kerinduan akan hadirnya sang buah hati. "Bang, seandainya untuk selamanya aku enggak bisa kasih Abang keturunan gimana?" tanya Laura, seketika atmosfer yang terasa menjadi berbeda. Selalu ada kesedihan yang terasa meskipun tidak pernah lelah Banyu mengatakan kalau ia tidak pernah mempermasalahkan hal itu, ia juga tidak pernah merasa bosan untuk membangkitkan rasa kepercayaan diri sang istri. "Enggak masalah, Sayang. Abang juga akan merasa senang karena hal itu, karena itu artinya Tuhan memang menjadikan kamu satu-satunya pemilik hati Abang, kasih sayang dan perhatian Abang seratus persen cuma buat kamu." Banyu mencondongkan tubuhnya agar bisa mencubit gemas pipi Laura yang kembali tersenyum karenanya. "Abisin, makannya. Kita mau jalan-jalan ke mana hari ini?" tanya Banyu, Laura langsung menuruti ia habiskan makanannya yang masih banyak tersisa sementara makanan Banyu telah tandas beserta jus tomatnya. "Enggak kemana-mana, aku mau seharian di kamar, meluk Abang," jawab Laura, kedua mata Banyu berbinar mendengar jawaban sang istri yang tengah fokus pada isi piringnya. Sementara di dalam hati Laura, memang ada sedikit perasaan kecewa pada sang suami karena sebuah foto yang entah siapa pengirimnya itu tetapi rasa percaya dan cintanya pada sang suami lebih besar dari segalanya. Perasaan itu malah justru membuat Laura ingin terus bersama sang suami dan tidak membiarkan ada sedikit pun celah bahkan hanya untuk sekedar angin yang berhembus, seperti yang Banyu katakan tadi. * Dita Andriyani * Laura benar-benar membuktikan perkataannya, mereka hanya menghabiskan waktu yang bergulir dari pagi hingga ke sore di dalam kamar. Dengan manja dan sikap posesifnya Laura selalu bergelayut di d**a bidang sang suami, saling bertukar cerita masa kecil hingga bersama menguntai harapan dan cita-cita di masa depan. Mereka bahkan sampai melewatkan waktu makan siangnya hanya karena Laura yang selalu menolak ajakan Banyu, wanita itu sama sekali tidak merasa lapar, yang ia takutkan hanya diwaktu yang akan datang semuanya tidak akan terasa sama lagi hingga dia seolah tidak ingin sama sekali keluar dari pelukan sang suami. "Ada apa sebenarnya, Sayang?" tanya Banyu seraya membelai rambut Laura. "Emang ada apa, sih, Bang?" Laura malah menjawab pertanyaan sang suami dengan sebuah pertanyaan dan Banyu mengerti. "Kamu beda hari ini, makin manja dan manis banget!" Banyu mengigit kecil ujung hidung mancung istrinya, yang kalau tertawa kecil. "Abang enggak suka? Nanti, 'kan, kalau di Jakarta, Abang kerja, aku enggak tau apa yang Abang lakuin kalau enggak ada aku," jawab Laura, Banyu mengerutkan dahi mendengar ucapan sang istri, ia merasakan keraguan meski Laura berusaha menutupinya. Banyu mengeratkan pelukannya pada tubuh langsing Laura, mengerti jika sang istri sedang merasa tidak enak hati, dia hanya sedang sensitif menjelang waktu datang bulannya. Diluar kepala Banyu hafal jadwal datang bulan Laura. "Suka banget, Sayang. Kalau kamu minta, mulai sekarang Abang enggak usah ngurus kerjaan, deh," bisik Banyu pada Laura yang juga memeluknya erat. "Yah, jangan, dong. Nanti aku makan apa, aku juga enggak mau kejadian Om Rudi yang korupsi terjadi lagi, aku enggak mau Abang rugi," jawab Laura seraya mendongakkan kepala agar bisa melihat wajah Banyu yang terlihat serius. "Terima kasih, Sayang," ujar Banyu yang lalu dengan cepat mendaratkan sebuah ciuman di bibir kemerahan sang istri. "Ih, Abang ... aku maunya dipeluk aja," protes Laura pada Banyu yang sedari tadi aktif mencuri ciuman darinya. Hanya sebuah pelukan yang Laura minta dan itu justru membuatnya tersiksa, tentu saja Banyu tidak bisa berhenti merasakan menginginkan lebih dari sekedar pelukan jika begini. "Sayang? Enggak beliin Mama oleh-oleh?" tanya Banyu mengingat biasanya Laura-lah yang paling semangat mencari oleh-oleh untuk keluarganya jika sedang bepergian. "Nanti aja, deh, sekalian ke bandara," jawab Laura tanpa sedikitpun mengendurkan pelukannya, Banyu tidak bisa berkata-kata lagi ia hanya sibuk menciumi pucuk kepala sang istri. Beberapa kali ponsel yang Laura letakkan di atas nakas berdenting, dengan malas ia melepaskan pelukannya di tubuh Banyu lalu mengambil ponselnya. 'Toxic' Nama yang Laura sematkan untuk menyimpan nomor yang mengiriminya foto tadi pagi. "Siapa, Sayang?" tanya Banyu. "Celine, nanyain kapan pulang," jawab Laura, tidak sepenuhnya berbohong karena memang ada pesan dari Celine yang ia terima. "Tuh, pasti udah nungguin oleh-oleh, dia!" celetuk Banyu, Laura hanya tersenyum tipis. "Apakah istriku tercinta ini mengijinkan aku untuk mandi?" tanya Banyu dengan nada bicara resmi, membuat Laura terkekeh geli lalu mengangguk cepat. Dengan cepat pula Banyu menuruni ranjang dan berjalan ke kamar mandi, dengan cepat pula Laura membuka pesan yang nomor itu kirimkan. Sebuah foto lagi, kali ini foto yang memperlihatkan wanita itu menggandeng mesra tangan Banyu yang menoleh padanya, wanita itu tersenyum lebar seolah dialah wanita paling bahagia di dunia. Dari pakaian yang Banyu dan wanita itu kenakan sepertinya foto itu dan yang Laura terima tadi pagi diambil di waktu yang sama. Laura kembali mematikan ponselnya karena tidak ingin Banyu melihatnya. "Memang semua ini membakar hatiku, tetapi aku tidak akan pernah membiarkan api itu menghanguskan rumah tanggaku. Kita akan lihat siapa yang berani mengajak seorang Laura Angelica Soebandrio bermain api, dan aku pastikan api itu yang akan membakar dirinya sendiri!" Tanpa sadar kedua tangan Laura meremas keras selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD