Dia Siapa?

1223 Words
"Hai, Nanda, ada cerita apa hari ini?" Kalimat itu menjadi penyemangatku setiap menjalani hari, karena kau selalu mengirimkan pesan itu saat ingin mendengarkan cerita dariku. Meski memang kau dan aku terkesan terus menerus bertukar cerita, tapi ada masa di mana aku masih tetap menghabiskan waktu untuk diriku sendiri. Aku senang kau sudah kembali kepadaku, seorang teman yang selalu berbagi seluruh kisah hidup dan kesehariannya denganku, tidak lagi menghilang ditelan bumi. Sejak kau kembali lagi, kita jadi semakin akrab, semakin intens, semakin tidak bisa lepas satu sama lain. Geno, sebenarnya kita ini apa? Sebenarnya, kita ini siapa? Di sela-sela kesibukan, kita masih sempat memberikan kabar satu sama lain. Di sela berkabar, kita masih sempat menyibukkan diri dengan pekerjaan dan realita yang memang harus kita jalani setiap hari. Dunia ini kejam, jika kita tidak bergerak maka kita tidak akan bisa bertahan hidup. Sebagai perempuan yang sudah bukan anak kecil lagi, aku tidak ingin terus menerus menjadi beban bagi Ayah dan Ibu. Meski memang aku masih menumpang makan dan tidur di rumah orang tua, tapi setidaknya aku ingin sedikit memberikan kontribusi, bukan hanya menghabiskan persediaan beras di rumah. Meskipun memang tulisanku masih payah, belum layak jual, dan mungkin juga masih belum banyak orang yang mau membaca torehan tintaku, tapi aku merasa beruntung dengan adanya media daring yang mau menampung tulisan sederhanaku, sehingga aku mampu sedikit menyalakan api dapur kala musim panen belum tiba. Sedikit memang, bahkan uang yang aku hasilkan dari menulis masih sangat jauh dari kata layak, tapi aku senang saat orang tuaku mau tersenyum menerima pemberian dariku yang tidak seberapa ini. Bukan, bukan niatku untuk menyombongkan diri di depan seseorang yang memiliki kesempatan untuk mengejar idealisme sepertimu, aku hanya membagikan rasa bangga karena bisa sedikit membahagiakan orang yang sudah bersusah payah menyekolahkanku sejak kecil. Yah, aku juga kadang merasa kesal dengan Ayah dan Ibu, karena mereka tidak berhenti membahas jika menjadi seorang penulis tidak memiliki masa depan yang cerah. Tapi tidak masalah, meski saat ini belum ada penerbit mayor yang mau meminang tulisanku, aku yakin suatu saat nanti masa di mana namaku terpampang di rak depan toko buku akan segera datang. Geno, saat akhirnya kita kembali terhubung setelah kau mengalami hari buruk di sana, banyak cerita yang saling kita bagikan.aku bercerita tentang bagaimana kehidupan sekolahku dahulu kepadamu. Aku sebenarnya hanyalah siswi biasa yang tidak memiliki prestasi mencolok. Aku tidak pintar, tidak juga bodoh. Kemampuanku berada di tingkat rata-rata murid Sekolah Menengah Kejuruan kebanyakan yang cukup paham dengan apa yang sedang dipelajari. Geno, aku ingin kembali mengulang kisah yang pernah kuceritakan padamu. Aku tulis kembali kisah itu di sini sebagai pengingat, siapa tahu kau sudah melupakan kisah ini. Aku tersenyum saat menulis bagian ini sekarang, tersenyum geli karena ingat dengan kalimatmu saat aku membahas tentang bagaimana kau bisa melupakan banyak hal. Kau berkata bahwa kau tidak pernah bisa mengandalkan ingatan jangka pendek di kepalamu. Aku sempat menjadikan hal itu sebagai lelucon dengan mengatakan kepadamu bahwa mungkin kau akan melupakanku jika kita tidak terhubung dalam jangka waktu tertentu. Dan benar saja, saat kemarin kau menghilang, aku sempat berpikir seperti itu. Aku memiliki banyak teman, di antara mereka bahkan ada yang masih akrab denganku hingga saat ini, saat di mana kau telah menghilang dari kehidupanku meninggalkan luka yang tak kunjung hilang. Saat itu, aku menceritakan seorang teman tersebut kepadamu. Teman yang sangat-sangat berharga bagiku, teman yang selalu ada di saat senang maupun sedih. Temanku, sedang mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan di dalam hidupnya. Sebut saja dia dengan nama "Mawar" sesuai dengan nama yang digunakan di televisi untuk menggambarkan seseorang yang tidak ingin diketahui nama sebenarnya. Seperti kebanyakan anak SMA lainnya, Mawar juga sedang berada pada masa sangat penasaran terhadap lawan jenis. Aduh, aku ingin tertawa miris ketika menceritakan kembali kisah Mawar kepadamu. Iya, kau tidak salah membaca ini, Geno, aku ingin tertawa miris karena orang seperti Mawar memiliki nasib yang lebih baik dariku dalam bidang percintaan remaja. Berbeda denganku yang tidak memiliki kekasih hingga lulus sekolah, saat itu Mawar telah menjalin kasih dengan seorang kakak kelas yang cukup tampan. Kala itu, aku dan Mawar sedang duduk di kelas sebelas sekolah kejuruan farmasi. Selain akrab, Mawar juga merupakan teman yang duduk satu bangku denganku. Ketika baru naik ke kelas sebelas, tanpa sengaja Mawar melihat seorang pemuda berparas tampan (menurutnya) lewat tepat di depannya. Dari bet yang ada di lengan bajunya, dapat diketahui jika si pemuda adalah kakak kelasku dan Mawar. Saat itu, Mawar langsung tertarik pada pandangan pertama terhadap si kakak kelas, karena terpikat dengan parasnya yang rupawan. Aku bukan orang yang percaya terhadap cinta pada pandangan pertama. Meski saat itu Mawar bercerita kepadaku bahwa ia sudah jatuh cinta kepada si kakak kelas saat pertama berpapasan, tapi aku tidak terlalu menggubris perkataannya. Bagiku, apa yang dikatakan Mawar hanyalah satu bentuk dari rasa antusias yang hanya sesaat, bukan sebuah perasaan yang bisa disebut cinta. Mungkin, bibit tingkah dramatis dan berlebihan yang ada padaku, bermula dari Mawar. Aku dan Mawar suka menghabiskan waktu berdua saking akrabnya. Pergi ke kantin, meminta izin ke toilet pun selalu berdua. Sayangnya, arah rumahku dan Mawar tidak searah sehingga tidak memungkinkan bagiku dan Mawar berangkat serta pulang sekolah bersama. Aku tinggal di kota seberang yang memang hanya berjarak sekitar 20 menit dari sekolah, sedangkan rumah Mawar berjarak lima belas menit ke arah yang berbeda. Sejak pertemuan tidak sengaja antara Mawar dan Kumbang, kita sebut saja si pemuda dengan nama itu, Mawar sering bercerita kepadaku seperti seorang penggemar terhadap idolanya. Berlebihan, terlalu didramatisir, bahkan beberapa kali air mata Mawar menitik hanya karena tidak sengaja berpapasan kembali dengan Kumbang. Mawar sangat ingin mendapatkan perhatian dari Kumbang, tapi ia tidak tahu darimana memulainya. Sebagai seorang teman yang tidak memiliki pengalaman terhadap lawan jenis, aku tidak bisa memberikan saran apapun kepada Mawar. Aku hanya bisa mendukung dan menghiburnya. Hingga suatu ketika, kesempatan untuk mengenal sosok Kumbang lebih dekat pun datang. Kesempatan yang mengubah hidup Mawar seterusnya, di mana setelah ini, kehidupan tidak akan sama lagi. Kesempatan itu datang saat ada pembentukan panitia untuk menyelenggarakan pentas seni yang diadakan setiap akhir tahun ajaran. Panitia diambil dari sukarelawan mulai dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas. Saat Mawar mengetahui bahwa Kumbang masuk menjadi salah satu panitia, ia bersemangat dan memaksaku untuk menemaninya bergabung ke dalam susunan panitia. Semua itu ia lakukan demi bisa lebih dekat dengan Sang Idola, Kumbang. Sebagai teman yang baik, aku mengikuti keinginannya untuk masuk ke dalam kepanitiaan. Paras tampan yang dimiliki oleh Kumbang, membuatnya masuk ke dalam jajaran seksi acara. Mungkin ia akan ditunjuk sebagai pembawa acara, karena aku sempat mendengar rumor jika Kumbang adalah salah satu talenta pembicara di depan umum terbaik yang dimiliki oleh sekolah. Mengetahui hal itu membuat Mawar patah hati. Keinginannya untuk lebih dekat kepada Kumbang harus pupus karena mereka berada pada seksi yang berbeda. Kisah Mawar dan Kumbang masih belum usai. Tapi ketika itu, ada sesuatu yang aneh aku tangkap dari dirimu, Geno. Sesuatu yang tidak biasa, yang seharusnya tidak terjadi di antara kita. Geno, aku adalah seorang penulis, aku sangat mengerti tentang perbedaan gaya tulisan. Aku yang kala itu bercerita tentang Kumbang dan Mawar melalui pesan teks, mendapat balasan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Balasan yang aku terima sebenarnya masih tampak antusias, tetapi aku menyadari jika gaya tulisanmu berbeda dari biasanya. Tulisan indah dan meneduhkan yang biasa kau berikan kepadaku, berubah menjadi gaya tulisan "sok asik" yang membuatku merasa sedikit risih. Geno, ini bukan dirimu. Ceritakan padaku, Geno, dia siapa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD