Bab 10

1257 Words
"Ra," Lastri mengetuk pintu anak tunggalnya. "Kamu udah makan?" "Nanti, Bu. Aku masih kenyang," "Hm, tadi Bara ke sini. Nanyain kamu, dia juga minta maaf kalau baru sekarang ke sini." Kara mendengus, basi. Batinnya. Lagi pula ini sudah dua Minggu. Pria itu baru menampakkan wajahnya lagi di sini? Ck. Kemana saja pria itu? Ah lagi pula untuk apa dirinya memikirkan duda itu. Dia kan sudah memutuskannya, yasudah lah. Javier? Bocah itu putra bungsu Bara? Apakah dia sudah tahu bahwa ia kekasih ayahnya? Jika iya, itu artinya selama ini dirinya yang dibodohi oleh bocah itu. Padahal dia sudah menyayangi Javier sama seperti Nio atau mungkin lebih-lebih menyayanginya. Namun, mengingat kejadian tadi membuat dia sedih. Karena merasa telah dibohongi oleh ayah dan anak itu. Mengingat Bara selama ini yang enggan memperkenalkan anak-anak kepadanya. Karena menurut pemikirannya bahwa kedua anaknya tidak menerimanya sebagai kekasih ayahnya. Maka tidak menutup kemungkinan jika ayah dan anak itu sekongkol untuk mengetesnya. Jika benar begitu, mereka jahat padanya. Menjadikannya bahan, atau bahkan dirinya ditertawakan akibat kebodohannya. Ah jika benar begitu, dia tidak tahu harus bersikap bagaimana nanti. Rasanya cuti yang dirinya ambil percuma saja, toh dia kembali stress. Kara memilih tidur, tidak mau memikirkan kejadian tadi yang membuatnya sakit kepala. Berharap ketika bangun nanti, otaknya akan fresh. *** Kara sedang makan siang diluar dengan Uti. Dia sengaja memilih restoran depan mal nya bekerja, agar tidak begitu memakan waktu untuk kembali ke butiknya. Mumpung gaji mereka sudah masuk, jadi dia bersenang-senang sedikit untuk makan siangnya kali ini. Uti pun ikut-ikutan karena dia juga ingin mencoba makan di restoran baru sana. Sedang asyik-asyiknya makan sambil mengobrol, tiba-tiba saja meja mereka di datangi seorang wanita asing dengan dandanan yang modis. "Jadi kamu yang namanya, Kara?" Wanita itu memandang Kara dengan pandangan sinis. Kara yang mendengar dan ditatap seperti itu jelas saja kaget dan merasa tidak terima, baru saja dia akan membuka mulut. Wanita itu kembali bersuara. "Apasih yang dilihat Bara dari kamu? Dari style saja kamu itu nggak ada setengahnya dari Wina." Masih memandangnya dengan pandangan mengejek. Mulut Kara terkatup rapat, dia merasa terhina. Wina? Apakah itu mantan istri Bara? "Seharusnya kamu itu sadar diri, yah oke lah tampang kamu lumayan. Tapi kamu itu miskin, jauh berbeda dengan keluarga Wijcaksono. Jadi, lebih baik kamu tinggalkan Bara, karena dia akan kembali dengan mantan istrinya." "Jika kamu memaksa untuk terus bersama Bara. Kamu tahu akibatnya, Kara. Kita menentang keras hubungan kalian, apalagi mami dan Melvin. Dia tidak suka kamu, jadi pikirkan baik-baik sebelum kamu tahu akibatnya." Setelah mengatakan hal itu, Bianca pergi meninggalkan Kara yang terdiam membisu. Uti yang duduk disampingnya sedari tadi hanya bisa diam sambil menahan napas. Dia bener-benar tidak percaya melihat drama di depannya, ini seperti n****+ dan drakor yang sering dia tonton. Namun, selain itu dia juga harus ingat. Bahwa Kara-seniornya itu mendapat serangan pembullyan, dia tidak tahu siapa wanita itu. Hanya saja dia berpikir jika wanita itu adalah salah satu keluara bos besarnya. "Ti, kamu udah makan siangnya, ayok ke toko. Mbak udah nih," Kara berujar sambil meminum matcha latte nya. Uti yang ditanya seperti itu oleh Kara segera menghambiskan dessert di hadapannya. Untung saja ketika mereka di datangi oleh wanita menyebalkan itu, mereka telah selesai menyelesaikan makan siangnya. "Ayok, mbak." Mereka berdua keluar dari restoran tersebut, di dalam perjalan tak ada suara dari mereka. Padahal ketika turun tadi sebelum makan siang, Uti dan Kara selalu saja mengobrol, namun kali ini berbeda. Dan Uti mengerti, jika perasaan seniornya itu marah, sakit hati dan tidak terima. Karena jika dirinya diposisi Kara dia tidak akan segan-sengan untuk menyiram air kepada perempuan itu. Sangat menjengkelkan. "Ti--" "Aku nggak akan cerita ke siapa-siapa, mbak tenang aja yah. Aku anggap kejadian tadi gak pernah terjadi, dan mbak juga tolong jangan dipikirin yah. Anggap aja dia orang gila," Kara memandang Uti dengan pandangan terharu. "Makasih ya, Uti." Uti mengangguk kemudian mereka masuk ke dalam toko, bersikap seperti biasa-biasa saja. *** Sudah beberapa hari ini, Kara selalu lembur. Pertama karena mal tempatnya sedang ada pameran, kedua setiap hari juga barang baru selalu datang. Karena dirinya menjabat juga sebagai kepala toko di sini, jadi lah dirinya yang pekerjaannya lebih besar ketimbang juniornya yang lain. Kara baru saja mengunci pintu butiknya, namun seseorang datang menghalanginya. "Sayang," Kara tidak kaget dengan kedatangan Bara yang tiba-tiba, karena dia sudah mencium parfume mantan kekasihnya itu. "Kamu udah mau pulang?" Kara diam saja, dia berjongkok untuk menggembok pintu butik paling bawah. Setelah itu ia lantas melengos tanpa mempedulikan Bara sedikitpun. Bara segera menyusul Kara tatkala wanitanya berjalan cepat menghindarinya. Dia bukan pria yang suka berteriak-teriak, apalagi ini di tempat umum. Begitu Kara sudah di depan motornya, tanganya tiba-tiba dicekal oleh Bara. "Kara, sayang. Sudah yuk marahnya, perkataan kamu waktu itu tidak terpengaruh pada hubungan kita. Kamu tetap kekasihku sampai nanti," Sampai nanti? Jelas saja duda itu tidak akan menikahinya. Lagi pula, perkataan wanita di restoran tadi, sudah cukup jelas baginya. Kara menghela napasnya, ia memandang Bara datar. "Pak Bara. Saya mohon untuk jangan ganggu saya lagi, hubungan kita berakhir sejak 2 minggu lalu, tolong biarkan saya pulang," Bara menggeleng. "Ra, saya minta maaf. Saya tahu saya salah, sikap saya selama ini yang mengulur waktu untuk ketemu anak-anak bikin kamu ngeraguin saya. Tapi, saya benar-benar mau kamu, Ra." Kara malah membalas perktaan Bara dengan senyum sinis. "Udah yah Pak ngomongnya, saya mau pulang udah malam. Omongan Bapak nggak ngaruh buat saya. Terserah Bapak mau ngomong apa aja, keputusan saya udah bulat." "Ra, sayang. Tolong, kasih aku kesempatan lagi. Aku benar-benar minta maaf, Ra. Adek, udah seneng sama kamu, Ra dia udah nerima hubungan kita," "Basi, Mas. Setahun aku pacaran sama kamu, cuman buang-buang waktu tau nggak. Nggak ada ujungnya, toh kamu juga bakal balikan lagi sama Wina 'kan? Ngapain kamu mau balikan lagi sama aku? Mau jadiin aku ban serep kamu?!" Ucap Kara dengan napas terengah-engah. Cukup sudah emosi yang ditahan Kara sedari siang keluar, dia benar-benar marah pada pria di depannya itu. Bara yang mendengar penjelasan Kara membuat dirinya kaget, terlebih nama Wina keluar dari mulut Kara. Karena jujur saja, selama ini dia tidak pernah membahas mantan istrinya itu, karena bagi Bara itu tidak penting. "Kamu tahu dari mana, Wina?" Kara tidak membalas, dia malah mendengus sebagai balasan pada pria itu. Bukannya membantah perihal dia yang akan kembali pada mantan istrinya, namun malah sebaliknya. Ck ah kasian sekali kamu, Kara. Batinnya miris. "Mas Bara bisa mengingkir dari sini, aku mau pulang." "Nggak, Ra. Masalah kita belum selesai." "No! K I T A U D A H S E L E S A I!" Tekan Kara yang kini memandang tajam Bara tanpa takut sedikit pun pada pria itu. "KARA!" Kara yang muak dia menusuk d**a Bara dengan telunjuknya, kedua matanya memicing marah. "APA SIH ANJING! GUE TUH UDAH MUAK SAMA ELO! SIANG TADI GUE DI LABRAK SAMA CEWEK, DIA BILANG LO MAU BALIKAN SAMA MANTAN ISTRI LO. YAUDAH BALIKAN AJA SANA JANGAN GANGGU GUE LA---" Bara yang tidak suka mendengar perkataan Kara yang memanggilnya seperti itu membuat dirinya melumat bibir kekasihnya itu. Sudah lama juga dia tidak mencium bibir yang menjadi candunya, dia menciumnya dengan keras. Kara berontak, dia mendorong d**a keras Bara agar melepaskan ciumanya namun tidak bisa, karena salah satu tangan Bara memegang kedua tangannya dari belakang. Sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk memegangi dagu Kara. Wajah Kara sudah memerah, dia marah, terluka dan juga sakit hati. Dengan emosi yang meluap-luap, dia mengigit bibir Bara membuat bibir Bara terluka dan melepaskan ciumannya. Begitu bibirnya terlepas dari jeratan bibir Bara. Kara menampar wajah duda dua anak itu dengan keras. "b******n, b******k! Aku bener-bener benci kamu, Mas!" *** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD