Bab 15

1281 Words
Melvin yang melihat kepergian Kara kembali ke lantai atas di mana tempat adiknya berada. Tadinya dia ingin mengatakan pada ayahnya jika Javier baik-baik saja, tapi karena melihat Kara dengan ayahnya yang sedang bertengkar membuat niatnya ia urungkan. Begitu pintu terbuka, Javier terbangun dari tidurnya. Dia mulai merengek kembali, karena orang yang dicarinya tidak ada. "Mbak, mbak, mbak Kara ..." Javier mencari-cari Kara namun wanita itu tidak ada. "Adek, Adek. Kamu mau apa?" Melvin berjalan menghampiri adiknya yang masih terbaring. "Abang, mbak Kara mana?" Mata Javier berkaca-kaca ketika bertanya. "Dia udah pulang, Dek." "Kenapa? Dia gak mau nungguin Adek?" Melvin menggelengkan kepalanya. "Adek mau mbak Kara, Abang." "Nanti aja yah, kan udah pulang Mbak Kara-nya." "Nggak mau, aku mau mbak Kara." "Besok yah, dia udah pulang." Javier langsung memalingkan wajahnya ke samping, tidak mau melihat Melvin. Membuat sulung Bara itu menghela napasnya berat. "Abang mau tanya, tadi yang pesan udang siapa? Kara?" Javier langsung mengalihkan wajahnya, ia menatap abangnya. "Nggak, kita gak pilih udang." "Kamu yakin? Siapa tahu Kara yang pesen udang, dan kamu gak tau makannya makan?" Javier menggelengkan kepalanya tegas. "Nggak Abang! Kita gak pesen udang, bahkan aku sama Mbak Kara punya alergi udang. Toh tadi juga sama waitersnya di ulangin lagi kok pesenan kitanya, gak pake udang." Melvin bingung mendengar penjelasan adiknya itu, mengapa bisa? Apa iya wanita itu sengaja? Batinnya berpikir keras. "Jika bukan Kara lalu siapa yang memesan?" "Tante kali," celetuk Javier asal. Namun celetukan Javier berhasil membuat Melvin terdiam. Apa benar tante nya itu yang sengaja menukar makanannya? Tapi, mana mungkin tantenya itu tega mencelakai adiknya, kan? Jika bukan tantenya, mungkinkah Kara? Tapi perkataan Javier dan juga pertengkaran ayah dan Kara tadi membuat dirinya bingung. Satu-satunya jalan, dia menanyakan pada karyawan restoran di sana. Iya, karena dia harus melaporkan ini pada ayahnya. "Adek mau makan?" Javier menggeleng, dia masih kenyang. "Yaudah Abang ke bawah dulu yah," Adiknya itu mengangguk, membiarkan dirinya untuk pergi. Baru saja dirinya sampai di bawah anak tangga, terdengar suara ayahnya yang sedang mengobrol. Jiwa penasaran Kelvin meronta-ronta, karena mendengar suara ayahnya yang begitu dingin. "Mohon maaf, Pak saya tidak tahu. Saya hanya mengikuti pesanan mbak-mbak itu saja." Karyawan pria bernama Agus itu menjelaskan dengan suara takut-takut. "Lihat akibatnya! Alergi anak saya kambuh! Kamu mau tanggung jawab?!" Bara murka jelas saja, anaknya menjadi korban. Melvin yang mendengar itu semua lantas menghampiri ayahnya. Dia ingin tahu siapa yang menyuruh pegawai restoran itu. "Ma-maafkan kami, Pak!" Manager restoran tersebut meminta maaf pada Bara dengan sama takutnya. Bahkan tak berani menatap wajah Bara lama. Mereka berdua langsung pergi ke sini karena mengetahui jika akibat kecerobahan satu karyawan restorannya. Membuat alergi pelanggannya itu kambuh, dan jelas saja mereka takut. Apalagi begitu mengetahui jika korbannya adalah anak dari pemilik mal yang disewa atasannya. Bisa berabe jika pemilik restorannya tahu masalah ini, maka dari itu perwakilan dari restorannya lah yang kemari menemui Bara. "Ck, kalau begitu kamu bisa kasih tahu saya. Siapa orang yang menyuruh kamu?" Perasaan Bara berdebar tidak karuan, dia takut mendengar ciri-ciri wanitanya yang disebutkan. Padahal tadi dia sendiri lah yang sudah memarahi Kara dengan sedemikian rupa, jadi seharusnya dia biasa-biasa saja. Waiters bernama Agus itu kemudian menyebutkan ciri-ciri wanita yang menyuruhnya tadi. "Tante Bianca? Itu tante Bianca, Ayah!" Melvin berseru kaget, dia benar-benar tidak percaya bahwa tantenya sendiri lah yang mencelakai adiknya. Benar, karyawan bernama Agus itu menjelaskan ciri-ciri wanita yang menyuruhnya. Dia juga menjelaskan alasan wanita itu menyuruhnya, karena pesanan mereka ingin diganti dengan isian udang, namun dia juga meminta tolong agar menghilangkan bau dari udang tersebut. Maka dari itu baik Javier maupun Kara tidak merasakan rasa udang di dalamnya. Hanya seperti bau amis ikan seperti biasanya, bukan bau amis udang. Bara tersentak kaget, dia tidak percaya jika kakak kandungnya sendiri berani untuk meracuni anaknya, yang notabene keponakannya itu. Dia benar-benar merasa sakit hati dan juga marah, bisa-bisanya kakaknya itu berbuat hal yang gila. Meskipun Javier tidak apa-apa, namun tetap saja dia murka. "Tolong Pak maafkan pegawai saya, saya janji setelah ini saya tidak akan mengulanginya lagi." Bara masih memandang marah mereka berdua. Mungkin sebenarnya, dia marah kepada Bianca namun kakaknya itu tidak ada di sini, jadi dia melampiaskannya pada dua orang si hadapannya. "Saya maafkan kamu, tapi ingat jika saya mendengar restoran kalian seperti ini lagi pada pelanggan lain. Saya tidak segan-segan untuk menarik tempat sewanya!" Manager dan waiters itu langsung menunduk dan mengangguk, mereka jelas tidak mau sampai itu kejadian. "Ba-baik, Pak. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi," "Terima kasih Pak, terima kasih." Setelah mengatakan hal itu mereka berdua pamit untuk kembali ke restoran. "Ayah harus minta maaf sama Kara." Bara sedikit terkejut dengan perkataan Melvin tiba-tiba. Pasalnya dia melupakan anaknya itu yang berdiri di sampingnya, ia terlalu fokus dengan pikirannya. "Aku nggak sengaja denger kalian berantem tadi," lagi Melvin menjelaskan alasan dia berkata seperti itu. Anaknya itu rupanya lebih cepat sadar mengenai Kara ketimbang dirinya, yang masih memikirkan Bianca. Yah, bagaimana dirinya tidak memikirkan kakaknya itu, karena dia sendiri mendapat kabar dari Bianca jika alergi anaknya itu kambuh. Dan kakaknya itu juga yang mengatakan jika Kara lah yang memesankan makanan udang tersebut untuk Javier. Pada awalnya dia tidak mau percaya, namun panggilan telepon dari Melvin lah membuatnya langsung mempercayai kakaknya itu. Padahal Melvin hanya mengatakan jika alergi Javier kambuh, karena sudah lama sekali dia tidak pernah melihat lagi kedua anaknya itu kesakitan gara-gara alerginya kumat. Maka wajar saja baginya jika dirinya begitu panik, t***l-nya dia yang langsung mempercayai perkataan Bianca yang menuduh wanitanya. Hah Kara pasti akan membencinya, mengingat dirinya yang sudah mengatakan hal yang buruk pada wanitanya. "Abang udah restuin hubungan, Ayah sama Kara?" Melvin menatap ayahnya datar. "Bukannya kalian udah putus?" Skakmat!!! Bara diam tidak bisa menjawab pernyataan Melvin yang begitu tepat sasaran. "Abang belum nerima hubungan kalian, lagian kalian juga udah putus 'kan. Jadi, yaudah Ayah minta maaf aja sama Kara karena udah nuduh dia. Aku gak mau denger Adek ngerengek lagi soal Kara." Melvin berkata santai, sambil berjalan kembali mendahului ayahnya yang terdiam. *** "Mau ngapain kamu ke sini?!" Kara tidak kaget melihat Bara yang berada di rumahnya. "Kamu sakit, Ra?" Bara terlihat khawatir melihat wajah Kara yang memerah, sekilas keadaannya mirip Javier yang alergi. Apakah Kara juga sama? "Gak usah tanya-tanya, ngapain kamu ke sini? Mau nuduh aku lagi?!" Bara langsung menggeleng keras. "Aku mau minta maaf sama kamu, perkataanku udah kasar dan gak pantes." "Nggak aku nggak mau maafin, udah sana pergi. Aku mau tidur," Kara mulai kesal dengan Bara yang malah bebal. Apa pria itu tidak tau malu? Setelah siang tadi menuduhnya begitu buruk, dan sekarang pria itu ingin meminta maaf padanya? Hah lucu sekali! Jelas saja dia tidak mau, hatinya jelas sakit dituduh seperti itu. Apalagi dirinya juga mengalami hal yang serupa dengan anaknya, sudah gila kali dia. "Ra, aku tahu aku salah dan permintaan maafku gak pantes kamu terima. Tapi, tolong yah terima makanan ini." "Nggak butuh! Bawa sana, kamu gak inget tadi siang kamu ngomong apa sama aku? Kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi, dan aku juga gak mau deket-deket sama kamu lagi. Jadi bawa sana, aku gak butuh!" "Ra, maaf. Maafin aku," Kara benar-benar jengah, dia langsung saja masuk kembali ke dalam rumahnya dan langsung menutup pintu rumahnya di hadapan Bara. "Pergi kamu! Atau gak aku lapor satpam karena kamu mau bikin gaduh di sini!" Kara berteriak di dalam rumahnya, agar pria itu mengerti jika dia benar-benar marah. "I'm so so sorry honey," bisik Bara di depan pintu. Dia benar-benar menyesal karena menyakiti Kara. Namun, perkataannya tadi siang tidak lah benar, dia menyesalinya sungguh. Dirinya salah karena terlalu panik sehingga dia tidak sadar telah berbicara seperti itu pada Kara. Dia tidak akan melepaskan Kara. Tidak akan pernah, wanita itu sudah menjadi miliknya dan akan selamanya menjadi miliknya *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD