1. Asabella Yasmine.

2769 Words
                                                                        Selamat membaca.                                                                                         ***                                     Bahkan, disaat semua mengatkan kita tidak mungkin bersama, tapi kamu mampu membuktikan bahwa tidak ada yang namanya tidak mungkin di dunia ini.                                                                                         ***             “Apaan banget deh?” Cya tiba-tiba berucap, perempuan dengan rambut panjang berwarna coklat itu tiba-tiba mengeluarkan suaranya, membuat Asabella juga Illiana yang berjalan di sisinya, mengubah pandangannya, mengikuti apa yang tenggah dipandang dan dikomentari oleh Cya.             Perempuan itu adalah teman sekelas mereka, ya, Cya tengah melihat perempuan yang memakai sepeda masuk ke dalam gerbang sekolah Harapan Bangsa Internasional, perempuan itu jelas mendapatkan perhatian, menjadi pusat perhatian orang lain, disaat murid di SMA itu mengenakan berbagai macam mobil bermerk untuk pergi ke sekolah, perempuan itu malah mengenakan sepeda ke sekolah, jujur saja Asabella sama sekali tidak ingin tahu tentang perempuan itu, tapi kadang hal seperti itu akan cepat menyebar di sekolahnya, karena murid lain pasti akan merasa aneh dengan pemadangan seperti itu.             Cya masih melihat dengan apa yang ia fokuskan, terlebih saat perempuan itu sudah berjalan masuk ke dalam kawasan sekolah setelah memakirkan sepedanya, tidak lama dari itu Cya, Asabella dan juga Illiana tahu apa yang akan terjadi, sebuah mobil merah menabrak sepeda perempuan itu, menimbulkan suara, membuat yang punya sepeda menoleh dan kaget dengan apa yang ai dengar dan ia lihat.             “Sepeda gue …,” ucap Kirana saat melihat sepedanya terjatuh, di belakangnya ada mobil merah dengan laki-laki yang keluar dari bangku penumpang dari mobil itu.             Finn mengambil sepeda itu dan menyingkirkannya, membiarkan mobil merah yang tengah dikendarai Raffa mengambil tempatnya, tempat biasa saat Raffa memakirkan mobil kesayangannya itu, Finn memasang muka pasrahnya dengan menghela napas, hancur sudah hari seninnya, ia yakin sekali nanti hari ini satu hari ini Raffa akan marah-marah mencari tahu siapa pemilik speeda itu.             “Itu sepeda saya, kenapa dialihkan?”             Ucapan seorang perempuan meyambut Raffa yang baru saja menutup pintu mobilnya, laki-laki dengan rambut yang menutupi keningnya itu menautkan alis saat mendengar pertanyaan itu, melihat siapa yang ada di depannya, perempuan yang Raffa ingat adalah murid satu kelasnya, bagaimana bisa Raffa lupa atau tidak tahu, perempuan itu menjadi murid kesayangan guru-guru yang mengajar di kelasnya, perempuan itu, ya Raffa akui pintar, entar memang pintar dalam urusan akademik atau pintar mengambil perhatian guru yang mengajar, entahlah.             Tangan Raffa mengalih kepada keningnya untuk membenarkan rambutnya yang membuat beberapa siswi terlihat menggelengkan kepalanya, menolak pesona yang terlihat saat laki-laki itu melakukan pergerakan mematikan itu, menampilkan jidadnya, sungguh, perlakuan yang sangat berbahaya bagi perempuan yang menganggumi ketampanan Raffa itu.             Raffa menatap perempuan itu, ini pagi senin yang akan dibuka dengan upcara, tapi, perempuan ini mebuat Raffa harus menghela napas banyak-banyak, Raffa harus menambahkan kesabarannya.             Raffa menjauh tapa menajwab apa yang dikatakan perempuan itu, senggolan di tubuh Kirana membuat perempuan itu terdiam, harusnya Kirana tahu diri, harusnya Kirana sadar diri, mana mau seorang Raffa berbiara dengannya, dan mana mau seorang Raffa mengalah dengan sepeda buntutnya itu.             Setelahnya, Kirana berjalan menunduk untuk masuk ke dalam kelasnya, ia menghela napasnya, jujur saja ia bingung harus senang atau sedih saat ia mendapatkan kabar bisa bersekolah di sini, di sekolah dengan fasiitas hampir terbaik di Jakarta ini, Kirana yang hanya anak dari pembantu rumah tangga memang tidak menyangka kalau ia bisa bersekolah di sini, kalau ia bisa menerima beassiwa dari sekolah ini, harusnya Kirana benar-benar sadar diri, walu ia tidak membayar sepeser pun untuk sekolah di sini, tapi ia harus membayar dengan mentalnya, ia harus menguatkan dirinya, karena bersekolah di sini Kirana seolah masuk ke dalam dunia baru, dunia yang tidak bisa ia gapai sama sekali, dunia mimpi baginya.             Setiap harinya Kirana hanya mengenakan sepeda untuk transportasinya, sedangkan teman-temannya bahkan jarang sekali terlihat naik motor, kalau selama ini teman-temannya memilih makan di kantin dengan harga terjangkau bagi mereka, Kirana memilih untuk makan di taman atau makan di roftop gudang paling atas, karena kantin, karena harga makanan di kantin sama sekali tidak ramah atas kantong Kirana.             Bahkan kalau ia ada tugas yang harus menggunakan komputer, internet atau segala macam yang berhubungan dengan teknologi, Kirana memilih untuk tinggal di sekolahnya sampai tugas itu selesai, ya, kirana memang tidak memiliki itu alat itu sama sekali, jadi Kirana sendiri harus pintar-pintar mengolah tugasnya agar bisa selesai dengan cepat.             Melepaskan tasnya dan menaruh di atas meja, Kirana yang tadi pagi tidak sarapan, memilih untuk mengambil suusu yang ia bawa dari rumah, suusu strobery yang dibekali oleh Ibunya, sedangkan untuk makan siangnya Kirana diberikan suusu coklat juga nasi di dalam kotak bekalnya.             Raffa tidak sengaja mengalihkan pandangnya kepada perempuan yang duduk berseberangan dengannya itu, Kirana terlihat terlalu asik dengan suusu stroberynya dan juga buku yang perempuan itu baca, membuat Raffa tanpa sadar harus meneguk slavinanya karena suusu yang perempuan itu minum, dengan gerak elegan dan pasti laki-laki itu bangkit dari kursinya, dan melangkah kearah Asabella yang duduk di barisan paling depan, sedangkan Raffa duduk di barisan nomor dua dari belakang.             “Sa, bawa suusu enggak?” Tanya Raffa, ya, laki-laki itu berjalan kearah Asabella untuk meminta s**u kotak yang biasanya dibawa Asabella, teman sejak sekolah dasarnya itu biasanya membawa dua stock suusu kotak, satu suusu coklat untuk dirinya dan satu s**u strobery yang biasanya untuk Raffa.             Asabella dengan senyumnya, memberikan sekotak suusu dengan kotak berwarna merah muda itu, membuat Raffa membalas senyuman itu dan kembali duduk di kursinya.             Jam pelajaran pertama dimulai seperti biasanya, jujur saja perut Kirana rasanya benar-benar lapar, ya, karena keterbatasan, Kirana terkadang memang harus merangkap untuk makan siang dan paginya, Kirana benar-benar mengandalkan s**u kotak sebagai sarapan paginya tidak hanya itu saja, s**u kotak juga membantu Ibunya yang kesusahan dalam ekonomi, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Kirana.             Pukul sepuluh, sepetri biasa saat jam istirahat berbunyi, istirahat selama dua puluh menit itu membuat langkah kaki Kirana yang dasarnya tidak boleh makan dan tidak boleh berada di kelas membuat perempuan itu melamgkah kan kakinya kali ini menuju rooftop, tempat yang kerap perempuan itu datangi disaat istirahat.             Kirana memandang gedung SMA Harapan Bangsa dari atas sambil terus memakan bekal makan siangnya, terkadang Kirana bersyukur sekali bisa masuk ke dalam sekolah ini, ia jelas bisa mendapatkan ilmu banyak sekali dari sekolah ini, tapi di lain sisi SMA Harapan Bangsa terlalu tinggi bagi Kirana, sekolahnya ini benar-benar hanya mimpi bagi Kirana, Kirana rasanya sama sekali tidak bisa menembus mimpi itu, Kirana takut, takut bahwa yang ia lakukan ini rasanya sia-sia, ia takut tidak bisa bertahan di sini, tidak bisa bertahan dengan keadaan semua ini dan menghancurkan semua mimpinya, yang terpenting bisa menghancurkan mimpi Ibunya yang menginginkan Kirana bisa mendapatkan sekolah terbaiknya.             Seluit bayangan terlihat dengan jelas karena cuaca di jam sepuluh siang ini sangatlah panas, membuat Kirana menoleh ke belakang, membuat Kirana bisa melihat ada tiga orang laki-laki yang berdiri tak jauh dari dirinya berada, Kirana yang duduk di tempat teduh itu menatap dengan slavina yang berlomba masuk ke dalam tenggorokannya, melihat tiga orang yang ada di dekatnya itu, rasanya membuat Kirana gugup, atau lebih tepatnya takut.             “Bisa-bisanya sih lo ada di sini?” suara Elvano Chandra, yang biasa dipanggil Elvano, teman sekelasnya membuat Kirana mencoba meneguk makannya yang tengah ia kunyah. Kirana tak menjawab, tak berapa lama tiga orang itu duduk di sekitaran Kirana, tidak hanya duduk, rooftop yang memiliki tempat teduh itu membuat Raffa memilih merebahkan dirinya, merasakan semilir angina yang membuat tubuhnya bisa lebih tenang.             Kirana tidak menjawab, perempuan itu memilih untuk menghabiskan makannya dengan cepat dan segera segera dari sana.             “Tapi, enggak apa-apa sih lo ada di sini, sekalian kita temenan,” ucap Finn yang melebarkan senyumnya kepada perempuan itu.             Kirana mengangguk, ia merasa sedikit takut melihat laki-laki itu, lebih tepatnya melihat Raffa yang memandangnya sejak tadi, terlebih tentang kejadian sepedanya tadi pagi, sungguh membuat Kirana rasanya tidak ingin bertemu, tidak ingin bersama dengan mereka terlebih dahulu.             Kirana yang sudah selesai dengan makannya itu memilih untuk pamit sebelum sebuah suara menahannya untuk pergi, menahan langkah kakinya untuk meninggalkan tempat yang mendadak membuatnya ingin segera menjauh itu.             Finn memandang punggung perumpuan yang terkesan buru-buru menyelesaikan makan siangnya itu. “Oh ya Kirana,” ucap Finn menahan perempuan itu untuk pergi.             Kirana akhirnya memalingkan punggungnya, perempuan itu juga menyipitkan matanya, mencoba mengahalau cahaya yang masuk ke matanya, ia berdiam, menanti Finn menyambung kalimatnya.             “Besok kalau mau naruh sepeda di parkiran belakang, soalnya ada parkiranya, tadi lo markir di parkiran mobil,” ucap Finn. Finn tersneyum setelah melihat Kirana mengangguk, mengerti dengan maksud laki-laki itu, Finn bukan bermaksud untuk merendakan perempuan itu karena Kirana pergi dengan sepeda, tidak, Finn hanya memberi tahu Kirana agar perempuan itu tidak masuk dalam masalah lagi, rasanya mengerikan kalai Kirana dan Raffa akan terlibat pertengkaran hanya karena Kirana salah menaruh sepedanya, walau terlihat masalah sepele, tapi Finn paham betul, masalah parkiran mobil bagi Raffa bukanlah masalah sepele, Raffa tidak akan pernah mau mengalah, itu poin utamanya.             Finn, Raffa, dan Elvano adalah tiga laki-laki yang selalu Kirana lihat bersama, terlihat dari nama juga wajahnya Finn sepertinya anak laki-laki itu tidak benar-benar keturunan Indonesia, Finn terlihat anak blasteran, entah dari Negara Inggris atau Amerika, sedangkan setahu Kirana, Raffa adalah anak dari dinator terbesar di sekolah ini, sedangkan Elvano, laki-laki itu sering kali terlibat dalam pertengkaran kalau selama ini Kirana perhatikan, entah itu benar-benar terjadi baku hantam atau adu muluut, tapi, perkataan yang keluar dari mulut laki-laki itu memang pedas sekali, dan sering kali menusuk, gaya bicara Elvano memang apa adanya dan terkesan tajam.             “By the way,” ucap Raffa, tanpa repot-repot membangunkan dirinya saat berbicara kepada perempuan itu.             Kirana memalingkah kembali tubuhnya yang sudah menghadap pintu rooftop, Raffa memanggilnya, menahannya untuk tidak pergi, sungguh, Kirana tidak suka dalam situasi seperti ini.             “Coklat atau strobery?” tanya Raffa kearah perempuan itu.             Pertanyaan Raffa sebenarnya, membuat dua temannya, sekaligus Kirana bingung, bahkan permepuan itu mengucap kata, “hah?” karena meminta Raffa untuk kembali mengulang pertanyaanya.              Raffa berdecak saat melihat wajah Kirana yang kebingung, bukan hanya Kirana saja, bahkan dua temannya memandang aneh kepadanya, meminta penjelasan atas pertanyaan yang Raffa ucapkan itu. “Suusu,” ucap Raffa menjelaskan perkatanya, bahkan hanya dengan satu kata, Raffa tidak benar-benar berniat untuk menjelaskan maksud dari pertanyaan, menurut Raffa Kirana sendiri pasti paham dengan apa yang Raffa tanyakana, dan jujur saja Raffa bukan orang yang mau bertele-tele seperti apa yang permepuan itu harapkan, Raffa tidak akan menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terlihat atau terdengar dengan jelas.             Kirana sempat terlihat berpikir, sebelum menjawab pertanyaan dari laki-laki itu, “coklat,” ucapnya sebelum benar-benarpergi dari rooftop, meninggakan tiga orang yang kini tengah berbaring ria, mengistirahatkan badannya, memanfaatkan waktu istirahat dengan sebaik mungkin.                                                                                 ***             Bel pelajaran kembali berbunyi, rasanya Raffa sungguh berat sekali meninggalkan tempatnya itu, tapi, suara Finn yang mengingatkan bahwa sehabis ini adalah jadwal Ibu Maria untuk menggajar, guru seni rupa mereka yang sering kali dianggap galak, karena Ibu Maria adahal guru yang pendiam, tapi sekali berbicara, suaranya, perkataanya, seolah menusuk hati yang mendnegar.             “Eh, iya, Mamanya Elvano ya,” ucap Raffa yang membuat ia dan Finn tertawa, karena sungguh, menurut Raffa, Elvano memang laki-laki yang perkatannya menusuk, serasi sekali kalau ia menajdi anaknya Ibu Maria.             Raffa terlihat sangat bosen padahal laki-laki itu menyukai seni, Raffa suka sekali menggambar, tapi hari ini laki-laki itu terlihat biasa saja dan sedikit mengantuk, laki-laki itu kini tengah berkumpul bersama dengan Asabella, Kirana, juga Finn, empat orang itu masuk ke dalam tugas kelompok seni rupa bersama, sedangan Elvan terpisah dari kelompok mereka, laki-laki itu masuk ke dalam kelompok Iyan, Putri juga Mahen, laki-laki itu seolah bernasib sial karena tidak satu kelompok dengan Finn juga Raffa, yang seolah menjadi jantung hatinya.             Setiap kelompok terdiri dari empat orang, yang masing-masing memiliki tugas menggambar buah-buahan, bunga, contoh model jug taman, ya, setiap orang dalam kelompok itu memiliki tugas masing-masing tersendiri.             Raffa memilih menggambar sang model, sedangkan Finn memilih menggambar taman, dan Kirana menggambar buah-buahan, sedangkan Asabella memamg menginginkan menggambar bunga, sebagai pelengkap dari lukisan kelompok mereka.             Setiap kelompok harus menyelesaikan gambarannya hanya dalam waktu dua hari, setelahnya lukisan mereka akan di bingkai dan dipajang di ruangan seni, kelompok dengan nilai tertinggi akan mendapatkan nilai yang memuaskan pula di mata pelajaran ini.             Setelah Ibu Maria keluar dari ruangan seni, Raffa melepaskan pensilnya, laki-laki itu tidak bisa menahan ngantuknya saat ia baru ingat bahwa tadi malam ia baru saja tidur jam tiga pagi karena terlau asik bermain PS, sedangkan Kirana terlihat sangan bersemangat menyelesaikan tugasnya, perempuan itu mendongkak dari lukisannya menatap Raffa yang berdiri di sampingnya, laki-laki itu terlihat sudah selesai dengan pekerjaannya, dan bersiap untuk kembali ke kelas menurut Kirana.             “Kerjain di rumah gue aja, sore ini habis pulang sekolah,” ucap Raffa kepada kelompoknya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan seni.             Kirana terdiam sebentar, rumah Raffa, dia sama sekali tidak tahu di mana rumah laki-laki itu, lagi pula, pasti rumah laki-laki itu jauh dari sekolah, sedangkan ia hanya pergi dengan sepeda, bukan bermaksud mengeluh, pasti ia membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah laki-laki itu.             “Nanti mau barengan ke rumah Raffa?” Tanya Asabella, kepada perempuan yang masih terdiam itu.             Asabella lagi-lagi membaut Kirana tertengun, entahlah, dia tidak tahu ia harus melakukan apa sekarang, menolak Asabella untuk pergi bersama dengannya, atau menerima ajakan itu, sama-sama membuat Kirana binggung, banyak pertimbangan yang harus Kirana pikirkan, salah satunya adalah bagaimana nasib sepedanya kalau ia pergi bersama dengan Asabella ke rumah Raffa, lagi pula, kesian mobil Asabella kalau di dalamnya harus dimasukan sepedanya.             “Enggak apa-apa deh, aku sendiri aja,” ucap Kirana setelah memikirkan langkah apa yang harus ia ambil.             Asabella menatap perempuan itu yakin tidak yakin, pasalnya rumah Raffa lumayan jauh kalau harus ditempuh dengan sepeda, lagi pula cuaca bulan ini sangat tidak menentu, bisa saja awan cerah tiba-tiba mengeluarkan air hujan, Asabella akhirnya mengganguk, sedangkan Finn memilih menyusul Raffa tidak lama dari Raffa pergi meninggalkan ruangan seni, setelah berbicara dnegan Kirana Asabella berjalan bersamaan dengan perempuan itu, mencoba membujuk Kirana agar mau pergi ke rumah Raffa bersama dengan dirinya, sedangkan Kirana terdengar tetap dengan pendiriannya, ia tahu ia tidak seperti teman-temannya, tapi Kirana tidak mau dikasihani seperti ini, ia tidak mau orang-orang memandangnya karena ia tidak punya apa-apa, Kirana tidak mau orang-orang memandangnya dengen remeh, memandangnya penuh dengan rasa iba.                      Sampai di kelas, Kirana memilih untuk melangkahkan kakinya menuju tempat duduk Raffa, laki-laki itu terlihat kembali meminum s**u kotak berasa strobery, membuat Kirana menatap laki-laki itu, “Minta alamat rumah lo,” ucap Kirana, siap dengan buku yang ia bawa untuk mencatat alamat rumah Raffa.             Kening Raffa terangkat, perempuan ini benar-benar penuh dengan candaan, rumah Raffa jauh dari sekolah, kalau perempuan itu ke rumahnya dengan megayuh sepeda, ia tidak yakin bahwa Kirana akan datang dengan cepat, dan bisa menyelesaikan lukisannya.             “Enggak perlu,” ucap Raffa.             Kirana menautkan alisnya, sedangkan Asabella tidak memalingkan perhatiannya dari interaksi Kirana dan Raffa.             “Rumah gue jauh, kalau lo naik sepeda ke sana, keburu datang besok lo,” ucap Raffa melihat Kirana yang hanya terdiam di samping tenmpat duduknya, perempuan itu masih menunggu dirinya mengatakan di mana alamat rumahnya, “entar lo ikut gue,” putus Raffa.             Finn dan Elvano jelas memandang Raffa dengan tidak percaya, seorang Raffa, tidak pernah sekali pun mereka tahu atau mendengar bahha Raffa mau mengajak seorang permepuan masuk ke dalam mobilnya, mengajak perempuan terkecuali Asabella karena setahu Elvano dan Finn perempuan itu sahabat Raffa sejak mereka masih sekolah dasar, terlebih yang kini diajak oleh Raffa adalah Kirana, oke kalau reaksi Finn dan Elvano berlebihan, tapi ini aneh aja bagi ukuran Raffa yang galak itu.             “Semuannya ikut gue pulang,” sambung Raffa yang sadar dapat perhatian dari orang sekitarnya, ia tahu bahwa ucapannya tadi mengundang pertanyaan bagi orang-orang, sial sekali. “Lo, Bella, sama Finn ikut mobil gue,” jelasnya lagi, “Enggak usah kegeeran lo,” katanya memperjelas maksud dari perkataannya, jelas saja Raffa akan repot-repot membawa perempuan itu di mobilnya, ini tugas ke lompok, tugas mereka berempat, Raffa mau nilainya tinggi, lagi pula menunggu perempuan itu mengayuh sepeda ke rumahnya pasti akan membutuhkan waktu yang lama, dan Raffa tidak akan mau menunggu apa pun alasannya.             “Lah, kalau lo sama anak cewek ini, gue ikut pulang sama siapa?” Tanya Elvano, baru menyadari ucapan dari Raffa, pasalnya mobil kesayangan Raffa itu hanya muat untuk empat orang, ya muat sih lima orang, tapi no, Elvano tidak akan mau berdesak-desakan seperti ia naik angkot.             “Pulang sendiri lah, sekalian bawain sepeda nih cewek ke rumah gue, supir lo kan lo beri gajih, suruh kerja dikit lah jangan nebeng gue mulu,” suruh Raffa lalu memalingkan wajahnya, menelungkupkan wajahnya dan menyambung tidurnya, meninggalkan Elvano dengan seribu tanda Tanya atas perlakuannya itu, meninggalakn Finn dengan tawanya yang senang melihat kelakuan Raffa yang seenaknya sendiri, meninggakan Asabella dengan seribu pertanyaan di kepalanya karena ia terkejut melihat Raffa memperhatikan teman sekelasnya.             Walau terlihat marah-marah dan seenaknya tapi, kenapa Raffa bisa sebaik itu kepada Kirana?                                                                                                     ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD