BUKANKAH ITU GALIH?

1080 Words
‘Kok muka itu seperti familiar sama aku, siapa ya dia?’ kata Irhan saat melihat seorang lelaki muda dengan rambut sedikit panjang sehingga bisa diikat ke belakang dengan kruk menyandar di kursinya bersama seorang lelaki setengah baya diruang tunggu IGD. “Selamat pagi Dok,” sapa beberapa dokter muda mau pun perawat yang bertemu dengan Irhan. “Selamat pagi,” jawab Irhan dengan senyum manis dan mengangguk, dia langsung melangkah ke apotek. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ah aku ingat, itu kan Galih calon suami Listy yang gagal,” kata Irhan saat dia telah sampai ke apotek. Rupanya dia ingat karena baru dia lihat wajah itu sebelum dia keluar ruangannya. Irhan tentu tidak menunggu di bagian umum pemesanan obat, tapi langsung ke kantor apoteker. “Ada yang bisa saya bantu Dokter Irhan?” tanya apoteker yang ditemui Irhan. “Dari tadi dokter Hanum menghubungi nomor sini katanya sibuk terus, dia itu kan nggak pernah nyimpen nomor-nomor koleganya selain nomor yang ada di meja kerjanya, di ponselnya nggak ada nomor personal jadi barusan dia minta carikan obat ini,” Irhan menyerahkan sample kemasan pada apoteker tersebut. “Ya ampun saya kayaknya dari tadi nggak pakai telepon di meja kerja saya Dok. Iya kalau dokter Hanum memang nggak punya nomor kami,” kata apoteker tersebut. Semua memang tahu dokter Hanum malas menyimpan nomororang yang tak berhubungan dekat dengannya. “Ya ampun pantesan saja tidak bisa masuk panggilan dari dokter Hanum, itu gagang pesawat teleponmu miring,” Irhan melihat posisi telepon meja yang miring sehingga dari yang menghubungi seperti terdengar nadanya bukan nada sambung tapi seperti bicara terus. “Astaghfirullah saya benar-benar nggak tahu Dok, beneran saya nggak tahu kalau itu miring. Mungkin tersenggol waktu office girl atau office boy bersih-bersih meja karena saya memang nggak pakai dari tadi,” ucap apoteker denga suara bersalah. Dia yakin banyak yang kecewa tak bisa menghubunginya. “Ya sudah nanti saya beritahu dokter Hanum mengapa dia tidak bisa menghubungi kamu. Sekarang cari obat itu segera.” “Ini ada Dok datanya,” apoteker tersebut memperlihatkan data yang dicari oleh dokter Hanum di layer monitor computer meja yang dia putar agar mudah terlihat oleh Irhan. “Saya telepon dokter Hanum biar dia bisa memilih size apa dan generiknya yang mana yang dia pilih karena di data generiknya juga ada ya,” kata Irhan. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ambilkan saja dua macam yang generik dengan dua macam size lalu yang sampel tadi aku bawa ambilkan masing-masing satu size. Jadi kamu ambil enam, tulis saja, invoice masukkan ke rekening aku,” kata Hanum. “Siap ibu bos,” balas Irhan. “Dokter Hanum minta yang generik dua merek, masing-masing merk kasih dua size. Jadi kan ada 4 piece, 1 merek 2 size kan.” “Terus yang sampel ini juga dua size. Jadi dia pesan enam piece dari tiga merek. Dan minta diberikan kuitansi langsung dimasukkan ke rekening dia,” jelas apoteker. “Saya mengerti dokter Irhan. Jadi merk A 2 size, merk B 2 size serta merk C 2 size.” “Ya betul seperti itu,” kata Irhan. “Saya minta siapkan dulu Dokter, sekalian saya buat invoice untuk dokter Hanum,” ucap apoteker. “Oke,” jawab Irhan. “Saya tunggu di depan saja ya, nggak enak kelamaan di dalam ruang kantor seperti ini.” “Enggak apalah Dok. Lagian bukan cuma kita berdua di ruangan ini. Itu staff saya masih banyak, lagian dari tadi bolak-balik para petugas apotek juga naruh resep,” tepis sang apoteker. Apoteker tersebut tahu bahwa Irhan selalu menjaga nama baiknya agar tidak timbul fitnah. “Ya sudah, pokoknya saya tunggu di ruang tunggu kantor apotek,” jawab Irhan sambal berdiri dan keluar dari ruang apoteker. “Baik Dokter,” kata apoteker tersebut dia minta stafnya mencarikan obat yang dia tulis lalu dia langsung ke laptopnya untuk membuat invoice atas nama dokter Hanum. ≈≈≈≈≈≈≈≈ ‘Aku nggak tahu siapa yang sakit, tapi aku lihat Galih dan papanya ada di IGD. Sepertinya mamanya deh karena aku lihat ada seorang perempuan yang mereka tunggui.’ Irhan melihat pesan yang dia kirim sampai siang tidak dibaca oleh Anto. Rupanya lelaki tersebut sedang sibuk meeting dengan kliennya sehingga tidak memperhatikan pesan masuk di ponsel. ‘Maaf aku baru buka ponsel. Ada apa ya dengan tante Seruni?’ ‘Oh namanya Seruni. Nanti coba aku cari di administrasi kantor dia masuk karena apa dan dirawat di mana,’ balas Irhan. ‘Oke, terima kasih,’ jawab Anto. ≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ma, tadi Irhan ngasih tahu dan tante Seruni dirawat di rumah sakit tempat dia bekerja. Katanya karena tekanan darah rendah atau dia juga HB-nya rendah sehingga pagi-pagi pingsan. Kalau di data rumah sakit seperti itu tapi di konsul ke dokter jiwa. Mungkin yang membuat dia stres lalu pingsan karena kondisi kejiwaannya,” kata Anto ketika dia masuk ke ruang Widuri. “Pastilah dia tertekan, biar bagaimanapun dia punya nama besar, nama besar kita nggak ada artinya dibanding nama besar dia, karena kan kita cuma sekedar beberapa orang yang butuh kita saja, hanya klient atau siapa pun yang butuh kita tahu nama kita.” “Kalau Seruni nama besarnya kan beda. Dia sering di wawancara wartawan terhadap kasus orang-orang terkenal yang dia tangani. Belum lagi dia selalu menang di banyak persidangan. Khalayak umum yang tak pernah berhubungan dengan hukum pun kenal dia.” “Kita mana mungkin masyarakat umum kenal, itu bedanya.” “Begitu mendapat hujatan bahwa dia membiarkan Galih berkelakuan seperti itu, yaitu netizen menuduh Galih selalu dilindungi dengan nama besar Seruni, itu membuat Seruni menjadi depresi. Mama rasa sih seperti itu,” ungkap Widuri. “Bisa jadi sih Ma. Mungkin seperti itu. Apa kita mau menengok sekedar apa ya Ma, atensi terhadap orang yang pernah dekat atau gimana gitu Ma?” “Tanpa minta pertimbangan Papa, tanpa minta pertimbangan adikmu, Mama rasa kita bisa kok berdua menengok Seruni. Ya tentu atas nama mereka. Nanti Mama bilang Papa sih. Papa pasti setuju kalau kita kasih attensi pada Seruni.” “Tapi Mama yakin adikmu nggak akan mau menengok karena takutnya bertemu dengan Galih. Dia kan malas bertemu dengan Galih. kita bilang saja salam dari Listy dan Listy saat ini sedang tidak ada di Jakarta atau bagaimana lah pokoknya.” “Kita bilang saja Listy sedang sibuk dengan program promo film barunya Ma, jangan bilang nggak ada di Jakarta. Tahu-tahu ada yang lihat dia di sini, kan lebih repot. Bilang saja dia dengan sedang sibuk dengan jadwal promo film baru jadi sama sekali susah untuk pergi ke mana-mana,” Anto menyarankan alasan yang lebih masuk akal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD