Part 4

1013 Words
Agatha memejamkan mata ketika Agler mulai mengucapkan ijab kabul sangat lantang. Mata indah itu sontak terbuka mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang sangat di idam-idamkan semua perempuan saat menikah. Laki-laki yang baru saja berganti status menjadi suaminya sedang melantungkan surah Ar-Rahman sebagai bentuk penghargaan pada perempuan yang laki-laki itu cintai. Agatha tersentak, ketika tangannya di genggam begitu erat oleh Mommynya. "Kamu beruntung punya suami seperti Agler nak, semoga rumah tangga kalian di berkahi kebahagian dan cinta," ucap Alana dengan mata berkaca-kaca. Wanita itu langsung memeluk Agatha sangat erat. "Setelah melihat kesungguhan Agler hari ini, Mommy yakin, dia laki-laki terbaik yang bakal bimbing kamu nak." "Selama kak," ucap Alatha penuh kegirangan, ikut memeluk kakaknya. Agatha terlihat sangat cantik dengan polesan make up natural tetapi terlihat sangat elegan. Gadis itu pun langsung mendorong tubuh Mommy juga adiknya karena sesak. "Apaan sih, lebay banget pakai drama nangis-nangis, Aga cuma nikah bukan mau pergi jauh," gerutu Agatha tak suka. "Aga malu tau, nggak." Agatha langsung melempar tetapannya kearah lain, sebenarnya dia berkata seperti itu karena tidak ingin menangis. Dia akan merasa sangat malu jika menangis di depan Mommy juga adiknya. Pintu kamar terbuka, menampilkan wajah tampan Arga dengan ekspresi murung, laki-laki itu belum rela jika adik kesayangannya menikah. "Suami kamu udah nunggu di bawah," ujar Arga sedikit ketus. Agatha langsung berdiri dengan senyum di paksakan, masih tidak menyangka statusnya berubah hanya hitungan menit. Lengan kanan dan kirinya di amit Abang juga Adiknya, sementara Mommynya berjalan lebih dulu. Saat ketiga bersaudara itu muncul di anak tangga, semua tatapan tertuju pada mereka. Sangat takjub melihat ciptaan tuhan yang hampir mendekati sempurna. "Apa enggak ada gaun lain yang lebih simpel dari ini, sampai lo milih gaun sangat ribet?" gerutu Agatha terus berjalan walau sedikit kesusahan. Dia sangat risih jika harus memakai gaun seperti wanita pada umumnya. "Ish, itu gaun tercantik loh Kak, apa lagi Kak Aga yang pakai, hm CBl." "Apaan tuh CBL?" tanya Arga penasaran. "Cantik Banget loh." Sontak Arga mengacak-acak rambut Alatha karena gemes. *** Agler mengatur nafas berkali-kali setelah mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas. Akhirnya dia berhasil menjadikan Agatha miliknya. Dia senyum kikuk ketika beberapa orang termasuk ayah mertuanya menatap dengan tatapan yang sulit di artikan. Surah Ar-Rahman sengaja dia bacakan sebagai penghargai untuk Agatha. Dia memang polisi, tapi dia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim, sesibuk apapun dia di luar sana. Manik coklat mengkilap Agler tak berpindah di satu objek ketika seorang gadis dengan balutan gaun sangat indah tengah menuruni satu persatu anak tangga. Sangat sulit bagi Agler agar tidak tersenyum. Jantung Agler berpacu sangat cepat, ketika Agatha duduk di sampingnya. Dia melirik sekilas. Bukannya mendapat respon yang sama, dia malah mendapat lirikan sinis dari gadis yang baru saja menjadi istrinya. "Selamat untuk kalian berdua, semoga selalu menjadi keluarga bahagia dan sehidup semati," ucap pak penghulu. "Terimakasih atas do'a nya pak," balas Agler bersemangat, sementara Agatha diam saja memasang wajah datar bak kanebo kering. Ekspresi gadis itu sangat berbeda dengan Agler yang berseri-seri layaknya pengantin baru pada umumnya. Keduanya menandatangani berkas-berkas yang sekiranya di perlukan. Setelah sesi tanda tangan satu sama lain. Keduanya di giring naik ke pelaminan yang telah di sediakan di gedung sangat mewah dan besar itu. Sesi pemotretan berlansung cukup lama, bukan hanya untuk kedua mempelai, tetapi juga teman-teman masing-masing. Agler menatap sini pada salah satu laki-laki yang terbilang akrab dengan istrinya. Bagaimana tidak, mengira seperti itu, Agatha baru tersenyum setelah kedatangannya. "Ando!" sapa Agatha dengan senyuman. "Mau minta foto juga?" "Lo utang penjelasan sama gue!" ucap Ando sahabat Agatha, dia menunjuk gadis itu dengan tatapan jenaka yang hanya di balas senyuman. Melihat itu, Agler langsung mengamit pinggang Agatha posesif, berusaha memperlihatkan bahwa Agatha hanya miliknya. Diam-diam, Agatha berusaha menyingkirkan tangan kekar itu dari pingganya, tetapi nihil malah semakin erat. Dia melirik sinis Agler. "Banyak tamu," bisik Agler, bibirnya hampir mencium daun telinga Agatha. "Dasar om-om pedo," bisik balik Agatha menginjak sekeras mungkin kaki Agler. "Sakit sayang," gumam Agler dengan gigi bergemelutuk menahan sakit. Untung saja, tidak ada yang menyadari pertingkaian pengantin baru itu. Entah apa yang akan terjadi jika salah-satu tamu melihatnya. *** Resepsi pernikahan berakhir jam 12 malam, membuat Agler dan Agatha sangat lelah. Gadis cantik itu pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi telentang hingga kelopak bunga berhamburan mengenai tubuhnya. Gadis itu tidak peduli dengan keberadaan Agler di dalam kamar. Suara ketuka pintu terdengar, karena malas, Agatha melirik Agler. "Bantu bukain dong," pinta Agatha. Tanpa protes karena lelah, Agler langsung membuka pintu, laki-laki itu tersenyum melihat kakak ipar yang tidak pantas di panggil Kakak, karena Agler jauh lebih tua. Namun, apa daya, dalam silsilah keluarga tetap saja dia menjadi adik dari seorang Arga Vernando, pengusaha muda yang lumayan di kenal banyak orang. "Terimakasih," ucap Agler merebut koper di tangan Arga. "Sama-sama adik ipar," balas Arga menyebalkan, setelahnya berlalu pergi. Agler kembali menutup pintu bahkan menguncinya, dia membawa koper milik Agatha kedepan lemari. "Mandi dulu sebelum tidur!" Mata yang hampir tertutup itu langsung memicing. "Kenapa?" tanya Agatha. "Karena gerah, apa lagi?" tanya balik Agler. Laki-laki itu segera masuk ke kamar mandi lebih dulu untuk mandi, agar rasa gerah dalam tubuhnya segera hilang. Saat keluar dari kamar mandi, Agler mendapati Agatha duduk di pinggir ranjang dengan kaki menjuntai. "Lama banget perasaan," gumam Agahta. Gadis itu berdiri, membelakangi Agler. "Bantu bukain resletingnya! Saya nggak bisa sendiri," pinta Agatha terkesan memerintah. "Tidak takut saya terkam, nona?" goda Agler. "Bodoh amat, buaruan! Saya gerah!" Agler mengeleng tak percaya, dia berjalan mendekat untuk membantu sang istri melepas resleting gaun di bagian belakang. Dia menelan salivanya sangat kasar, ketika melihat punggung indah Agatha yang teramat mulus nan putih bersih. "Lama amat perasaan!" Agler tak menyahut, tangannya berhenti menurunkan lebih jauh lagi resleting gaun itu, hanya setengahnya saja dia hampir hilang kendali. "Pak Agler!" bentak Agatha. "Sabar, resletingnya macet," alibi Agler, masih ingin menikmati punggung Agatha yang sangat menggoda. "Saya hitung sampai tiga, kalau resletingnya masih macet, saya robek gaun ini!" ancam Agatha. Agler buru-buru menurunkan resleting gaun Agatha setelah berbalik mencari objek lain yang bisa dilihatnya. Jangan sampai dia menerkam anak orang malam ini. Terlebih sepertinya Agatha sangat kelelahan usai resepsi berlangsung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD