BAB 2 | PERFECT PRINCE

1071 Words
VICTOR melanjutkan penjelasannya yang terakhir. “Tapi keberuntungan masih berpihak pada Clifford Enterprise saat CEO C International Group memutuskan bermitra dengannya. Seluruh dunia mengenal perusahaan besar itu. C International Group memiliki strategi khusus dengan mengedepankan inovasi-inovasi terbaru yang membuatnya kerap menduduki ranking teratas. Predikatnya sebagai perusahaan otomotif nomor satu se-Eropa pun tidak pernah tergeser selama setengah abad terakhir ini.” Slide proyektor berganti dan tulisan ‘thanks’ menjadi pertanda dari akhir presentasi Victor. “Baik, sekian presentasi dari saya. Terima kasih.” Riuh suara tepuk tangan dari para mahasiswa memenuhi seisi ruangan. Dosen pengajar mata pelajaran saat itupun ikut memberikan applause sebagai bentuk apresiasinya atas kesempurnaan presentasi yang Victor paparkan hari ini. Rasa kagum mereka kepada pangeran Spanyol itupun bertambah. Of course, siapa yang tidak akan tertarik pada kesempurnaan Victor yang tak bercela. Wajah tampan dengan rambut cokelat pendek, alis tebal, hidung mancung, rahang kokoh—persis menyerupai pahatan. Ditambah caranya bersikap, kekuatan dan aura yang dipancarkannya. Seluruh wanita di muka bumi ini dapat berlekuk lutut mendamba ingin dimilikinya. Tapi tidak semua orang tahu, bahwa hanya ada satu gadis yang akan menjadi milik Victor. Dia adalah sahabatnya dari kecil, Chloe Mackton. •••• “Good Job Prince! Seperti sebelum-sebelumnya, kau selalu luar biasa saat presentasi!” Ramon merangkul pundak Victor setelah muncul secara tiba-tiba dari belakang. Victor sedang berjalan di lorong pasca pelajaran pertama berakhir dan terdapat jeda satu jam sebelum pelajaran kedua dimulai, lelaki itu berniat menggunakan waktu luangnya untuk tidur di rooftop. Victor melirik tanpa minat Ramon sambil menyahut acuh tak acuh, “Luar biasa untuk apa?” Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana jeans sementara satu tangan yang lain memegang mp3 yang tersambung dengan headshet bluetooth yang ia kenakan di telinga. “Presentasimu!” Ramon membalas antusias. “Tapi entah kenapa kau sepertinya punya dendam tersembunyi pada Clifford Enterprise? Apakah itu karena tahun lalu Xavier Clifford mengalahkanmu dalam OLIEFEB internasional di Amerika?” lanjut Ramon, yang berhasil membuat langkah kaki Victor terhenti. Ramon merasa atmosfir di antara mereka berubah gelap. Sementara sorot mata Victor tidak lepas memandang tajam wajah Ramon. Seandainya Victor adalah seorang noblesse yang dapat mengendalikan alam bawah pikiran manusia, lelaki itu pasti telah menyuruh Ramon bunuh diri saat ini juga. “Kenapa kamu berpikir aku menyimpan dendam?” Victor bertanya sambil memicingkan mata. Ramon meneguk ludah, gugup. Tapi lelaki itu segera menyembunyikan ketegangannya lewat cengiran lebar, lalu mengedikkan bahu seraya menjawab, “Karena aneh saja kau menggunakan Clifford Enterprise sebagai contoh perusahaan buruk dan membandingkannya dengan C International Group padahal semua orang tahu, ada banyak perusahaan yang jauh lebih buruk di bawah Clifford Enterprise di dunia ini.” Perkataan Ramon tidak salah. Victor juga tahu ada banyak perusahaan yang lebih pantas ia gunakan sebagai contoh perusahaan buruk dalam presentasinya, tapi Victor tetap akan menjatuhkan pilihan ke Clifford Enterprise sebagai perusahaan terburuk sebab memang seperti itulah Victor melihatnya. Perusahaan milik orang tua si kembar menyebalkan Xavier dan Javier—dua lelaki yang sampai detik ini masih Victor anggap sebagai rivalnya. •••• Gadis berambut pirang dengan mata biru jernih tengah sibuk memilih minuman yang ada dalam daftar buku menu yang dipegangnya. Setelah mata kuliah berakhir, teman dekatnya bernama Natalie mengajak Chloe mampir ke Café dekat Harvard. “Sebentar lagi liburan musim dingin akan tiba. Tidakkah Victor menggunakan kesempatan ini untuk menemuimu Chloe?” Natalie bertanya setelah mereka mengatakan pesanannya pada pelayan. Chloe mendengus lalu menopang dagu di atas meja. “Entahlah… dia berada di semester akhir dan mungkin akan lebih sibuk dari biasanya.” “Well… aku lupa kalau Victor satu angkatan dengan Xavier. Mereka akan lulus lebih dulu tahun besok,” celetuk Natalie, gadis itu lalu menatap ke arah pintu masuk Café seolah sedang menanti seseorang. “Ngomong-ngomong, tumben penguntit itu tidak datang? Xavier memiliki radar yang membuatnya selalu bisa menemukanmu dengan mudah walau jarak kalian lebih dari satu kilometer,” timpalnya dengan kekehan kecil. Tidak lama usai Natalie berbicara, ponsel Chloe berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Chloe mengeceknya lalu menunjukkan isi messenger yang berasal dari Xavier pada Natalie. From : Xavier (Stalker Boy) Tadi aku melihatmu pergi bersama Natalie, aku tebak kalian pasti ada di Café. Tunggu 15 menit, aku akan pergi ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas sebentar kemudian segera menyusul kalian ke sana. Natalie membaca teks pesan yang dikirim Xavier. Gadis dengan rambut sebahu berwarna hitam itu lalu menanggapi, “Oh jadi itu alasan dia terlambat.” Seorang pelayan datang membawakan minuman dan cake pesanan mereka. Natalie menyeruput Avocado Juice-nya sedangkan Chloe masih sibuk berkutat dengan ponsel. “Dia tidak menghubungiku lagi,” gumam Chloe lalu meletakkan asal ponselnya ke meja dengan wajah kesal. Natalie mengernyit, “Siapa? Pangeranmu?” tebaknya. Chloe mengangguk sambil menyeruput macha tea lewat sedotan. “Beberapa hari ini Victor tidak menghubungiku, mungkinkah berada di semester akhir membuatnya tidak memiliki kesempatan memegang ponsel walau hanya untuk mengabariku barang sebentar saja?!” Chloe memberenggut frustasi. “Sabarlah Chloe, Victor pasti sedang sibuk. Dia tidak mungkin sengaja mengabaikanmu.” Natalie mencoba menenangkan temannya. Gadis itu lalu teringat tentang artikel berita yang dia baca kemarin. “Oh! Apakah itu ada hubungannya dengan panggilan resmi Raja Felipe?” sambungnya. Chloe menaikkan sebelah alisnya. “Apa maksudmu?” Natalie melipat tangan di atas meja lalu mencondongkan wajah mendekati Chloe yang duduk di seberang mejanya. “Sebuah artikel mengatakan Raja Felipe mengeluarkan panggilan resmi untuk pangeran Victor menemuinya di istana negara.” Mata Chloe terbelalak. “Raja Felipe memanggil Victor ke istana?!!!” teriaknya hingga menimbulkan beberapa pasang mata pengunjung café mengarah ke meja mereka. Natalie mengangguk. “Ya, berita itu membuat orang-orang gempar sebab bertanya-tanya apakah panggilan itu ada kaitannya dengan pengunduran jadwal penobatan pangeran Romeo sebagai calon raja berikutnya,” jelasnya, kemudian mengambil garpu untuk menikmati kuenya yang hampir terabaikan, tetapi tangan Chloe menahannya. “Tunggu-tunggu! Kenapa kamu tidak pernah mengatakan padaku jika penobatan pangeran Romeo diundur!” protes Chloe. “Aku lupa, lagi pula kau adalah kekasih dari pangeran kedua Spanyol, Victor Felipe Rocasolano. Mana mungkin kamu meninggalkan berita penting yang menyangkut keluarga kekasihmu!” Natalie menggerutu, tidak habis pikir Chloe akan ketinggalan berita sepenting ini. Chloe tertunduk lesu seraya mengusap wajah lelah. “Kau benar Alie, aku memang kekasih yang payah.” Chloe menyalahkan diri sendiri. Natalie jadi tidak tega melihat temannya terpuruk. “Bukan salahmu sepenuhnya. Victor seharusnya memberitahumu soal ini. Sebagai sepasang kekasih, kalian harus saling terbuka.” Natalie mengusap pundak Chloe, memberinya kekuatan untuk bangkit. “Halo girls! I’m coming!” BERSAMBUNG...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD