Nafas Shara memburu seraya dengan amarahnya yang menggebu-gebu. Inilah kali pertama Shara meluapkan amarahnya kepada Arian. Selama sebulan ini Shara sudah cukup bersabar menghadapi sikap pria itu. Wanita itu tidak diterima dituding seburuk itu. Bagaimana mungkin Shara melakukan perbuatan menjijikkan itu. Itu semua tidak benar, Shara tidak pernah menjajakan tubuhnya kepada siapa pun.
Arian terdiam sejenak, melihat Shara yang kini sudah emosi di hadapannya. Arian cukup terkejut, karena ini kali pertama Shara begitu emosi. Dulu semarah apapun, Shara tidak pernah membentak ataupun berkata kasar padanya. Wanita itu akan selalu sabar menghadapinya dan memberikan pengertian kepadanya.
"Berani sekali kau meneriakiku!" kecam Arian. "Memangnya apa hakmu berteriak kepadaku. Dasar murahan."
"Aku berhak. Aku berhak karena aku istrimu. Aku berhak membela diriku atas apa yang tidak pernah kulakukan. Dan satu lagi, berhenti menyebutku murahan, karena aku tidak pernah melakukan seperti yang kamu katakan." ujar Shara seraya menahan isak tangisnya. Ini sudah kesekian kalinya Shara menangis dibuatnya.
Arian terkekeh, memandang Shara seolah mengejek, "Istri kamu bilang? Coba katakan lagi?" Arian tergelak. "Wah wah wah... percaya diri sekali kamu Shara, kamu pikir aku pernah menganggapmu sebagai istri? Kamu salah besar. Sedikitpun aku tidak pernah sudi menganggapmu sebagai istriku. Kamu tidak lebih dari wanita murahan di luar sana. Dan tidak sepantasnya kamu menyandang status Adiputra di namamu." sarkas Arian tanpa perasaan.
Shara terdiam, air matanya telah mengartikan bagaimana hancurnya perasaan wanita itu. Begitu sakit. Sakit yang tak akan terobati terukir dalam di dalam hatinya yang rapuh.
"Kenapa Mas. Kenapa kamu berubah. Apa yang membuatmu begitu membenciku. Bukankah kamu sangat mencintaiku? Bukankah kamu sangat mengenal diriku? Di mana letak sifat murahanku yang membuatmu begitu membenciku Mas? Kapan, kapan aku pernah berkhianat darimu, kapan..." rentetan pertanyaan yang dipikulnya selama ini terucap dari bibir wanita malang itu.
Arian hanya bisa bungkam, melihat Shara yang perlahan merosot di lantai yang dingin itu dengan air mata yang membanjiri wajah cantiknya. Mengingat kembali bayangan sebelum mereka menikah sebulan yang lalu, wajah Arian menggelap, rahang tegasnya mengeras seraya dengan amarah yang kembali meliputi hatinya.
Arian mensejarkan tubuhnya, memegang kuat dagu Shara yang terasa basah, "Kamu tanya kenapa? Tidakkah kamu sadar dimana letak kesalahanmu? Selama ini kamu telah menipuku dengan berpura-pura polos di hadapanku. Mengambil hatiku hingga akhirnya kamu sekarang menjadi istriku." kecam Arian tepat di wajah Shara. Bahkan Shara dapat merasakan deru nafas pria itu di permukaan kulit wajahnya.
Lagi-lagi Shara tidak menjawab, lelaki itu selalu menyuruhnya untuk menyadari kesalahannya. Tapi Shara merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa. Bagaimana ini. Bagaimana Shara menyelesaikan masalahnya jika Asrian tidak mau mengatakan dimana letak kesalahannya. Semua ini menjadi lebih karena kebungkaman Arian.
"Aku tidak tau Mas. Katakan padaku, apa kesalahanku? Katakan padaku, agar aku bisa memperbaiki kesalahanku yang mungkin membuatmu marah Mas?" lirih Shara dengan tangan kekar Arian masih mencengkram kuat dagunya, Kedua anak manusia yang sedang dilanda kemarahan dalam hati mereka masing-masing saling menatap, pandangan mereka terkunci hingga beberapa saat.
Aria memutus tatapan itu, "Jangan tanya aku, tanyakan dirimu sendiri kesalahan apa yang telah kamu perbuat. Tapi menurutku kamu tidak akan pernah sadar. Karena kamu hanyalah wanita murahan!"
Setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu, Arian melenggang pergi dari hadapan Shara. Selalu seperti itu, Arian meninggalkannya dengan luka yang begitu mendalam.
****
Keesokan paginya, seluruh anggota keluarga sudah berkumpul di teras rumah. Papa Ardi, Mama Nisa, Kak Angel yang sedang menggendong bayi kecilnya yang masih berumur satu tahun dan Kak Ricko beserta pasangan yang bulan lalu mengikat janji suci pernikahan saling berpamitan. Kak Ricko dan Kangel akan pulang ke rumah mereka setelah selama sebulan menemani Mama dan Papa di rumah ini. Sedangkan Shara dan Arian akan berangkat berbulan madu.
"Hmm yang mau bulan madu. Belum cukup yah sebulan ini di kamar terus." goda Kak Ricko dengan senyum menjengkelkan.
"Sayang, namanya juga pengantin baru, masih panas-panasnya. Bukannya kita juga gitu dulu." seloroh Kak Angel dengan percaya dirinya.
"Iya juga ya. Aku masih ingat dulu kamu sampai nggak bisa jalan seminggu, gara-gara..."
"Heh kalian ini, dasar pasangan tidak tau malu." dengus Mama Nisa yang jengah mendengar percakapan putri dan menantu laki-lakinya itu. Kedua pasangan itu hanya tertawa tanpa merasa bersalah. Memang pasangan yang serasi.
Papa Ardi menggelengkan kepalanya, agak sedikit geli akan tingkah anak-anaknya.
"Shara, Arian kalian berangkat duluan yah, nggak usah dengar omongan pasangan gesrek ini." menatap sinis Kak Angel dan Kak Ricko yang malah terkekeh menangggapi kekesalan mamanya.
"Baik Mah, kita berangkat dulu ya." kata Shara kemudian menyalim Mama dan Papa bergantian yang diikuti oleh Arian. "Kami berangkat Kak." pamitnya kepada pasangan gesrek bin mesum itu kemudian menjawil lembut pipi gembul baby Arsy digendongan Kak Angel. "Aunty berangkat ya sayang." ucap Shara lalu menghujani kecupan gemas di pipi gembul Arsy.
Semua itu tidak luput dari perhatian Arian, namun dia tetap menampilkan wajah dinginnya.
"Kami berangkat Kak." pamit Arian.
"Hati-hati ya di jalan. Ingat bawakan debay untuk Arsy pulang nanti." seloroh Kak Angel terkekeh.
"Debay?" bingung Shara dan Arian juga Papa Mama.
"Dede bayi." seru Kak Angel terbahak.
Shara hanya bisa tersenyum hambar menanggapi perkataan kakak iparnya itu. Sedangkan Arian masih dengan wajah dinginnya.
"Kau ini." Mama memiting telinga Kak Angel. "Memangnya bayi itu dibeli."
"Aaa Mama, kenapa menjewer kuping, sakit.." jerit Kak Angel.
"Biar kamu tau rasa. Udah tua juga, ngomong mesum gitu."
"Sayang tolong aku, sakit..." rengek Kak Angel pada suaminya.
Kak Ricko terkekeh, "Mah jangan menjewer istriku, kasihan.." Kak Ricko melerai.
Mama mendengus kemudia melepaskan capitan tangannya. "Huh dasar. Lebih baik kalian pulang sana. Di sini kalian selalu membahas hal mesum Telinga Mama sakit mendengarnya." dengus Mama.
Shara hampir meledakkan tawanya, melihat Kak Angel yang masih bertingkah seperti anak kecil di usianya yang ketiga puluh dua ini. Sudah cantik, pintar, ceria juga manja, pantas Kak Ricko cinta.
Terkadang Shara merasa iri setiap melihat betapa cintanya Kak Ricko kepada Kak Angel, andai saja Arian masih seperti dulu kebahagiaan wanita itu pasti akan berkali-kali lipat.
Shara kini sudah duduk di mobil dengan Arian yang sudah mengambil alih kemudi. Shara tidak tau kemana Arian akan membawanya, dan lebih memilih tidak bertanya karena akan menimbulkan pertengkaran lagi. Batinnya sudah cukup lelah menghadapi pertengkaran hebat mereka selama sebulan ini. Lelah.