Jatuh Cinta

1005 Words
Freya menatap ke arah Archie. Memastikan lelaki itu tidak melihatnya menolak panggilan dari si tua Bangka. Awas saja kalau sampai menelepon sekali lagi, Freya tidak aka ragu untuk berteriak padanya ketika bertemu nanti. Oh ... tidak. Tentu tidak Freya batalkan. Ia sendiri yang rugi nanti kalau sampai membatalkan. Rumah mewahnya bisa - bisa hilang. Selepas menolak panggilan, Freya kembali menatap Archie. Archie masih duduk tenang di sana. Baru saja menyesap kopinya kembali. Bagaimana ini? Tentu Freya tidak mungkin mengusir paksa Archie kan. Membayangkan itu saja Freya tak berani, karena Archie adalah target terbesarnya. Tentu saja. Aish ... Freya kesal karena tak tahu harus melakukan apa dalam situasi ini. Payah! Freya kemudian bangkit dari posisi berbaringnya. Ia duduk sebentar pada pinggiran ranjang, kemudian beranjak dan kembali duduk di tempatnya tadi. Sama seperti Archie. Tiba - tiba ia kembali teringat dengan saat Archie tiba - tiba membopongnya tadi. Terbayang di benak Freya, betapa manis seandainya ia adalah kekasih Archie. Karena ternyata sang kekasih yang dingin, memiliki sisi manis dan romantis tersendiri. Apa pun yang Archie lakukan, benar - benar mengejutkan, namun membawa sensasi menyenangkan. "Nona Freya ...." Suara Archie membuyarkan lamunan Freya. Freya benar - benar terkejut sampai terjingkat. Untung Archie tidak melihatnya saat sedang seperti itu. Takut Archie memikirkan macam - macam, yang akan merusak citra Freya dalam benak Archie. "I - iya, Tuan Archie?" Freya segera menanggapi. "Sepertinya Anda terlalu lelah dengan kegiatan hari ini." Archie baru saja menyesap kopinya lagi. Kali ini kopi itu sudah habis. "Istirahat lah kalau begitu." Archie pun beranjak. Freya menatap lelaki tinggi menjulang itu, sampai mendongak. Terlebih posisinya sedang duduk, dan Archie sedang berdiri. Dalam sekejap, Archie sudah berjalan menuju pintu keluar. Freya terdiam beberapa saat karena pergerakan Archie yang begitu tiba - tiba. Ah, jadi Archie sudah mau pergi. Kenapa mendadak sekali. Freya lega karena kemungkinan si hidung belang dan juga Archie bertemu menjadi hilang. Ia pun aman. Hanya saja Freya seperti tak rela melepas Archie pergi. Ia ingin Archie tetap di sini bersamanya. Freya hendak beranjak untuk membukakan pintu. Tapi belum juga gadis itu sempat berdiri, Archie tiba - tiba berbalik. "Tidak usah repot - repot, Nona Freya. Biar saya buka pintu sendiri. Anda langsung istirahat saja." Sungguh sekali lagi Freya begitu terkesan dengan sikap gentleman Archie. Lelaki ini benar - benar tak bisa ditebak. Tapi Freya berusaha menahan diri. Ia tidak boleh terpesona. Apa lagi kalau sampai jatuh cinta. Karena kalau sampai ia jatuh cinta, ia akan lemah. Ia tidak mau itu terjadi. Freya harus tetap pada pendirian dan tujuan awalnya, mendekati Archie demi uang. Archie baru saja keluar dari kamar ini. Dan langsung menutup kembali pintu dari luar. Freya benar - benar tidak rela. Ia ingin Archie kembali. Tapi juga ingin ia cepat pergi. *** Dengan kesal, Freya meraih ponselnya di nakas. Ia kemudian mengirim pesan pada si hidung belang. 'Aku tadi masih ada tamu. Makanya telepon tidak aku angkat. Apa Anda sudah datang?' Freya malas menelepon lelaki itu, karena ia masih sangat kesal. Kalau saja lelaki itu tidak kaya, dan menjanjikan dirinya sebuah rumah mewah. Ia tidak akan Sudi menghubunginya seperti ini. Sialnya lelaki tua Bangka itu tidak membalas pesan Freya meski telah membacanya. Justru ia kembali menelepon Freya. Menyebalkan sekali. Meski kesal, Freya akhirnya tetap menerima telepon itu. Ingat, rumah, rumah, rumah. "Sayang, maaf ya. Kan aku nggak tahu kamu ada tamu." Lelaki itu segera minta maaf, takut Freya berlarut - larut marah padanya. Dan akan membatalkan perjanjian mereka. "Harusnya setelah aku nggak angkat telepon sekali, Om langsung paham dong kalau aku lagi nggak bisa diganggu. Gimana, sih?" Freya meluapkan kemarahannya. "Iya, iya, maaf sayang. Maaf ya." Lelaki itu lagi - lagi minta maaf. "Iya, Om udah sampai. Sekarang On lagi duduk di lobi. Ayo cepat katakan di lantai berapa kamar kamu. Om sengaja nggak tanya ke resepsionis. Takut kamu marah kalau tiba - tiba Om datang tapi nggak ngasih kabar dulu. Freya menyeringai. Lelaki itu ternyata memang sudah bertekuk lutut kepadanya. Bagus lah. "Oke. Langsung aku kirim lewat chat sekarang, ya. Sekalian password pintunya. Nanti silakan masuk sendiri. Aku mau siap - siap dulu soalnya." "Oke, Sayang." *** Athar masih bergelung di bawah selimut, ketika ponselnya bergetar di atas nakas. Ia paling benci momen seperti ini. Ketika tidur nyenyaknya, harus berakhir karena gangguan telepon masuk. Sial sekali semalam ia lupa mengganti mode getar ke mode diam. Padahal sulit sekali bagi Athar untuk memulai tidur. Momen bisa tidur nyenyak, adalah hal yang langka. Tapi hal langka yang baru sebentar ia rasakan, sudah harus diakhiri dengan paksa. Athar benar - benar kesal sampai ingin menonjok muka kakaknya. Lhah, kenapa kok menonjok muka kakaknya? Karena hubungan Athar dan Archie sedikit tidak baik. Bukan sedikit tidak baik. Tapi sangat tidak baik. Hubungan mereka tidak seperti sepasang saudara. Malah lebih mirip seperti musuh bebuyutan. Ya, hubungan mereka memang seburuk itu. Tidak berlebihan menyebut mereka seperti musuh bebuyutan. Karena memang begitu adanya. Dulu Athar sering berusaha melakukan pendekatan dengan Archie. Ia pun ingin dekat dengan saudaranya, seperti para sepupu dan teman - temannya yang lain. Sudah bertahun - tahun Athar berlaku seperti orang bodoh. Tetap selalu baik pada Archie, tetap selalu mengajak ngobrol terlebih dahulu, tetap selalu memperhatikan sang kakak. Tapi sebaliknya, Archie selalu dingin padanya tanpa sebab yang jelas. Lama - lama Athar pun bosan. Ia kesal sendiri karena usahanya sama sekali tak dihargai. Terserah lah. Athar tidak peduli lagi. Toh meski ia tida akrab dengan kakaknya, ia tetap bisa hidup dengan baik. Terserah lah Archie tidak mau memperbaiki hubungan mereka, Athar hanya akan mengikuti alurnya saja. Mau selamanya berhubungan dingin satu sama lain, akan Athar ladeni. Bahkan sebenarnya Athar pun mampu lebih kejam dari kakaknya itu. Hanya belum Athar tunjukkan saja. Rasa kesal Athar pada Archie semakin memarah, bahkan mencapai puncaknya, ketika Athar tahu, bahwa wanita yang sangat ia cintai, sangat ia kagumi, sangat ia pedulikan -- Jena -- menunjukkan tanda - tanda bahwa ia mencintai Archie. Athar yakin Archie sebenarnya tahu dan sadar akan perasaan Jena ke padanya. Tapi Archie pura - pura tak tahu. Pura - pura tidak peka. Pura - pura bodoh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD