Bab 7

1270 Words
Dunia Laura seakan hancur saat melihat ibunya kini tergeletak di lantai dapur dengan penuh darah yang mengalir dari pergelangan tangannya, persis area nadi. Tangan Laura bergemetar, air matanya tak berhenti menetas, lalu tangannya meraih selembar kertas yang tak jauh dari ibunya. Laura pun membaca tulisan di kertas putih itu dengan napas yang beradu. Selamat tinggal, Laura. Jaga diri kamu baik-baik. Maaf karena mama memilih menyerah dari kerasnya dunia, semua uang yang di rekening mama udah mama pindahkan ke rekening kamu. Pergunakan uang itu dengan sebaik-baiknya. Satu lagi, kamu harus menjauh dari kakakmu, jangan biarkan hidupmu dikendalikan oleh dia, rumah ini udah mama jual, uang hasil penjualannya pun udah mama pindahkan ke rekening kamu, sekarang kamu pindah di tempat yang baru. Mama mohon kamu jangan menangisi kepergian mama berlarut-larut, mama ingin kamu kuat, masa depan kamu masih panjang. Temukan orang-orang yang menyayangimu dengan tulus. Mama mencintaimu. Laura meremas surat itu hingga bentuknya tak beraturan, tangisannya semakin kencang, ia masih tidak menyangka, sekarang dirinya benar-benar sebatang kara tak memiliki lagi tempatnya mengadu di dunia ini kecuali Tuhan. Sejak kepergian sang ayah, mamanya Laura memang tidak baik-baik saja, ia merasakan kehancuran, ditambah lagi ia memiliki anak laki-laki yang sama sekali tidak memiliki hati yang selalu menjadikan dirinya sebagai pusat kemarahan, hanya tahu minta uang tanpa mau tahu kondisi keuangan keluarga. Setelah puas menangis, Laura pun menyeka air matanya, dan segera keluar dari rumah untuk memberi tahu Pak RT atas kematian ibunya, agar segera melakukan pemakaman, tak lama kemudian banyak warga yang memenuhi rumah Laura untuk membantu prosesi pengantaran ke tempat peristirahatan terakhir. Banyak warga yang tidak menyangka kalau mamanya Laura rela mengakhiri hidupnya, mereka pikirnya mamanya Laura baik-baik saja. Mereka sungguh kasihan sama Laura, kini ia sendiri di dunia ini, yang mana mereka tahu kalau abangnya Laura jaranga pulang ke rumah, Namun, mereka percaya kalau Laura mampu melewati ini semuanya. Para warga hanya bisa memberikan semangat ke Laura agar tetap bangkit dan berjalan ke depan. Setelah acara itu selesai, dan para pelayat sudah kembali ke rumah masing-masing. Laura segera mengemasi barang-barangnya, ia harus segera keluar dari rumah ini sebelum abangnya pulang, Laura juga harus segera mengganti nomornya agar abangnya tidak bisa menghubunginya, lebih baik Laura tidak memiliki abang daripada kayak Kevin. Rumah yang sudah ia tempati selama dua puluh tahun ini kini harus ia tinggalkan, banyak memori dan kenangan indah yang ada di dalamnya dulu, sebelum ayahnya meninggal. Laura mengikat kopernya di atas motor, ia tidak tahu harus pindah ke mana, lebih baik nanti browsing dulu wilayah yang aman untuk ditinggali. Motor Laura berhenti di depan pusat perbelanjaan, kemudian ia masuk ke dalam toko itu untuk mencari camilan, kemudian perutnya belum terisi dari pagi, ia berjalan ke rak mie, lalu ingin menjangkau rak yang atas tidak bisa, ia terus melompat karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu tinggi, namun ada sebuah tangan yang menjulur dan meraihnya, kemudian ia berikan ke Luara. “Terima kasih,” Laura pun menoleh dan ia terkejut melihat seseorang yang tak asing baginya. “Eh Pak, Bian.” Laura meraih mie itu. Bian mengangguk dan memperhatikan mata Laura yang seperti baru saja menangis, ini sudah kedua kalinya Bian melihat Luara dengan kondisi yang seperti ini, apa benar seperti dugaannya karena putus cinta? Tapi sepertinya enggak mungkin, ini terlalu berlebihan kalau hanya karena cinta. “Iya, kamu abis nangis, Laura?” Laura tersenyum tipis, lalu melangkah tanpa menjawab pertanyaan Bian, ia tidak ingin orang lain mengetahui kalau dirinya saat ini sedang hancur. Mata Bian mengikuti punggung Laura yang kini sedang menuangkan air panas ke mie itu dan ia segera menempati kursi dan meja yang telah disediakan. Bian bisa merasakan kalau Laura saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tatapannya yang kosong membuktikan bahwa Laura sedang memiliki masalah. “LAURA!” teriak seorang laki-laki yang menghampiri Laura, kemudian Laura mendongak dan melihat Kevin yang semakin mendekat, padahal Laura sudah berusaha menghindar tapi tetap saja ia bertemu dengan abang laknatnya ini. “Gue tadi abis dari rumah dan kata tetangga kalau mama udah meninggal dan lo pergi, gue yakin pasti mama ninggalin duit yang banyak. Lo sering nongkrong di sini makanya gue tahu lo sekarang lagi di sini.” Di tempatnya yang tak jauh, Bian menyaksikan perdebatan itu. Laura mengembuskan napasnya kasar. “Bang, lo itu b******k ya, mama itu baru aja meninggal, kuburannya belum kering, tapi lo udah ungkit-ungkit masalah duit.” Kevin tidak peduli, ia berusaha meraih tas  selempang yang dipakai Laura, ia ingin mencari kartu ATM atau apa pun yang bisa menghasilkan uang, tetapi Laura terus menahannya. “Lepas, nanti gue bakal transfer ke lo.” “Ya udah sekarang kita ke mesin ATM.” Akhirnya Bian menghampiri mereka, ia tidak tega melihat Laura. Bian langsung meraih tangan Kevin langsung berucap sesuatu. “Jangan kasar ke perempuan, ngomong baik-baik.” Kevin mengernyit. “Lo siapa? Gue kakaknya jadi gue berhak apain aja dia. Mending lo pergi, enggak usah ikut campur.” “Saya dosennya, saya bisa aja melaporkan kasus ini ke polisi.” Kevin menatap Laura. “Nanti transfer ke gue, kalau enggak, gue bakal cari lo sampai ke ujung dunia.” Kevin pun segera beranjak dari tempat itu. Bian langsung duduk di depan Laura da menatap gadis itu dengan pandangan yang ia sendiri susah diartikan. “Laura, saya baru ingat, kamu belum kirim tugas hukuman ke email saya. Kamu anggap main-main sama mata kuliah saya.” Laura mengangkat wajahnya dan menatap Bian. “Pak, bisa enggak kalau jangan bahas tugas sekarang, kalau Bapak mau bikin saya ngulang juga enggak apa-apa, belum tentu juga saya akan bertahan lebih lama di kampus itu.” Bian mengangguk, lalu ia mengganti pembicaraannya. “Kalau boleh tahu tadi itu siapa?” Laura terkejut saat Bian menanyakan hal pibadinya, ia tidak mau kalau orang lain tahu apa yang terjadi dengan keluarganya, biarkan ini menjadi rahasianya, karena terkadang orang lain hanya ingin tahu bukan karena peduli. “Saya rasa masalah pribadi saya bukan bagian dari materi kuliah.” “Saya tahu kamu lagi enggak baik-baik saja, Laura, anggap saya teman bukan sebagai dosen, kamu bisa menceritakan apa pun ke saya. Saya tahu kamu tipe introvert, di kampus juga kamu lebih memilih sendiri kan?” Laura terkekeh pelan. “Segitu perhatian Bapak sama saya sampai Bapak tahu keseharian saya di kampus.” Laura menyeka air matanya yang tak sengaja jatuh. “Kalau Bapak mau tahu laki-laki tadi itu siapa? Dia kakak kandung saya, udah kan?” Laura pun beranjak dari tempatnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia meninggalkan mie yang sama sekali belum disentuhnya. Rasanya Bian ingin sekali melindungi Laura, gadis itu sekarang pasti benar-benar terpuruk, apalagi ibunya baru saja meninggal dan memiliki kakak laki-laki yang seperti itu, jadi penyebab tangisan Laura bukan karena laki-laki melainkan karena keluarga. Selama ini yang ia lihat bahwa Laura pribadi yang cuek, keras, dan membatasi dirinya dalam pertemanan. Setelah membayar di kasir, Laura segera keluar dari pusat perbelanjaan itu, dan Bian mengikuti Laura. “Laura...” Laura menoleh dan menatap Bian, ia masih tetap terlihat sopan karena Bian ini dosennya, tetapi jujur ia sangat muak karena Bian ini sangat kepo. “Ada apa, Pak?” “Saya Cuma mau bilang, apa pun masalah kamu, kamu jangan pernah menyerah, sekalipun yang kamu punya hanya diri kamu sendiri. Oke?” ujar Bian seraya tersenyum tulus memberikan aura positif untuk Laura. Laura terkejut karena dosen yang sama sekali terlihat tegas dan killer, tetapi mempunyai hati yang hangat. Laura tersenyum lalu mengangguk. “Terima kasih, Pak, saya permisi.” Ia pun langsung mengendarai motornya dan menjauh dari pandnagan Bian. Bian sampai lupa tujuannya ke sini karena terlalu penasaran sama Laura, ia pun langsung masuk ke dalam, dan kemudian mencari bahan masakan untuk makan malam nanti. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD