BAB 4
Nuria tak ambil pusing dengan apa yang sepupunya pakai. Lagipula kalung, gelang dan cincin itu tak mampu memberinya kebahagiaan. Andai boleh, ingin saja Nuria memilih untuk tak menikahi Juragan Arga dan menentukan masa depannya sendiri. Usianya kini baru 18 tahun, masih banyak hal yang ingin dia ketemukan. Bukan sesingkat ini terikat dalam pernikahan.
Bi Lela tersenyum seraya menyembunyikan tangannya ke belakang. Semua orang bersikap aneh hari ini. Nuria gegas ke kamar mandi untuk membersihkan wajah sebelum memasak untuk makan malam.
“Nur, masaknya gak usah banyak-banyak. Bibi sama Rina mau kondangan habis magrib nanti. Jadi, masak buat kamu saja, ya. Paman juga ikut nganterin,” tukasnya. Wajah Bi Lela kali ini tampak benar-benar cerah.
“Oh, gak pada makan, Bi?” Nuria, yang tengah mengupas bawang, menghentikan gerakan tangannya. Dia menoleh pada Bi Lelau yang berdiri di ambang pintu.
“Enggak.” Bi Lela tersenyum manis, lalu meninggalkan Nuria. Lagi-lagi aneh, tangannya terus disembunyikan.
Akhirnya, semua bahan masakan yang sudah Nuria siapkan disimpan kembali ke dalam lemari es. Untuk dirinya sendiri cukup satu bungkus mie instan.
Nuria beranjak, tak hendak memasak mie instan itu sekarang. Rasa laparnya belum datang. Sebetulnya, semenjak mendengar kabar dirinya harus menikahi lelaki yang usianya lebih dari dua kali lipat umurnya saja sudah malas. Apalagi saat ini, di mana tanggal pernikahannya sudah ditentukan.
Menjelang magrib, gelak tawa terdengar dari ruang tengah. Nuria masih menyelesaikan sujud terakhirnya ketika deru mobil menghentikan tawa mereka yang semringah. Tak berapa lama, terdengar suara pintu diketuk dari luar.
“Nur! Nuria!”
“Iya, Bi!”
Kebetulan dirinya baru saja menyelesaikan salam ketika ketukan pada daun pintu terdengar. Nuria gegas bangkit lalu berjalan menuju ambang pintu yang sudah terbuka. Ya, begitulah Bi Lela, biasanya dia masuk begitu saja.
“Apa, Bi?” Nuria menatap perempuan itu.
“Ada Pak Suryadi!” jelasnya.
“Mau ngapain?” Nuria menjawab malas.
“Keluar dulu saja, temuin! Bibi gak dikasih tahu. Dia bilang hanya mau bicara sama kamu.” Bi Lela berucap datar.
Nuria pun meraih kerudungnya, lalu berjalan menuju ruang tengah. Tampak Nirina di sana tengah bertumpang kaki dan bersandar pada sofa. Dia tampak tak acuh dengan keberadaan Suryadi yang berdiri tak jauh dari tempat duduk.
“Ada apa, Pak?” Nuria menatap lelaki itu.
“Ini ada kiriman dari juragan!” tukas Suryadi seraya melirik pakaian Nuria yang sudah tak layak pakai, apalagi statusnya sebentar lagi menjadi istri orang terkaya di wilayah itu. Suryadi pun memanggil asistennya yang sejak tadi sudah stand by di mobil.
Nirina mencebik dan menatap semua paper bag yang begitu banyak, hingga hampir memenuhi ruang tengah. Kedua matanya membulat dan bibirnya berdecak. Dia gegas bergerak ke luar ketika deru motor Rudi terdengar. Tangan kirinya dia masukkan ke saku jaket, seperti ada hal yang disembunykan. Pada lehernya terdapat lilitan syal sehingga Suryadi tak bisa melihat jika ada kalung yang bentuknya hampir sama dengan yang dimiliki Nuria.
“Nikmati saja, Nur. Anggap saja sebagai tebusan keperawanan kamu yang kamu jual pada bandot tua!” kekeh Nirina. Sengaja mengucap kalimat tersebut karena perlahan rasa iri menguar dalam d**a. Ternyata, Juragan Arga orangnya royal juga.
Nuria hanya menunduk, malas berdebat. Percuma membantah, hanya menghabiskan energi yang harusnya bisa dia hemat.
Namun, melihat ekspresi Nuria yang datar, membuat kekesalan di hati Nirina semakin menjadi. Dia menghentikan langkah, lalu kembali berbisik pada sepupunya itu. “Ah, iya, lupa. Istri Juragan Arga yang pertama itu, kan, gak jelas kondisinya. Ada yang bilang meninggal, ada juga yang bilang kalau dia dikurung karena gila. Jadi, sepertinya kamu harus siapin mental. Siapa tahu kamu akan mengalami hal yang sama. Jadi, minta saja barang mewah-mewah semua, ya! Anggap saja tebusan untuk hidup kamu!” kekeh Nirina.
Ia sengaja memprovokasi, berharap Nuria tertekan dan tak bahagia mendapati seluruh barang bawaan yang dikirim Juragan Arga untuknya. Barang-barang yang sudah jelas membuatnya begitu iri dan ingin memilikinya.
Dehaman Suryadi menghentikan bisikan Nirina untuk memprovokasi. Gadis itu berjalan dengan cepat dan wajah yang dilipat. Nirina benar-benar tak rela jika Nuria mendapatkan hal yang lebih darinya. Namun, dia pun tak mau jika harus menikahi juragan tua yang sudah seumuran ayahnya.
Otaknya berpikir, bagaimana agar Nuria merasa tertekan dan mundur dari pernikahan. Bukan karena ingin menggantikan, tetapi karena ia ingin Nuria tak memiliki kebahagiaan lebih darinya. Masih ada waktu tiga minggu. Nirina ingat dengan sepupu Rudi yang terkenal playboy, akhirnya dia membisikkan sesuatu pada pacarnya itu.
“Yang, Felix masih tinggal di rumah kamu?” tanyanya, ketika sudah berada di boncengan sepeda motor Rudi.
“Lusa dia dating, kemarin balik dulu. Kenapa gitu?” Rudi bertanya seraya menatap pantulan wajah Nirina di kaca spion.
“Aku mau kenalin dia ke Nuria. Kasihan, dia tertekan banget dilamar Juragan Arga. Semoga saja Felix bisa bantu dia, bawa kabur Nuria gitu, ke Jakarta!” jelas Nirina.
“Kamu yakin mau kenalin sepupu kamu ke Felix? Tahu sendiri berapa banyak gadis yang sudah dia hamili, Rin.” Rudi tampak tak setuju.
“Aku yakin, Nuria bisa merubah dia, Yang. Aku cuma butuh bantuan kamu buat kenalin mereka berdua. Nanti biar aku yang bicara pada Felix. Dia pasti mau membantu Nuria kabur. Kasihan dia, Rud.” Nirina beralasan kasihan, padahal dia hanya tak rela jika Nuria hidup lebih berlimpah dari dirinya.
Setelah sepeda motor Rudi melaju, Suryadi pun berpamitan pulang. Bi Lela mengantarnya hingga ke pekarangan. Setelah itu, masuk lagi, lalu membantu membawakan barang-barang untuk Nuria ke dalam kamar. Kedua matanya hijau melihat tumpukkan pakaian dengan bahan yang sangat bagus. Ada sepatu, tas dan beberapa set paket perawatan kecantikan juga.
“Nur! Ini, paket perawatan wajah kayaknya gak cocok kalau untuk anak seumuran kamu. Lagian, kamu sudah cantik, gak harus pakai make up. Ini buat bibi saja, ya!” tukasnya seraya mengambil barang mahal tersebut.
Nuria bergeming. Bukan karena Bi Lela tengah mengambil paket kecantikan miliknya. Namun, melihat tiga gelang yang melingkar pada pergelangan tangannya. Gelang itu begitu mirip dengan yang diberikan Juragan Arga untuknya.
Bi Lela tersadar. Dia pun menjelaskan tanpa diminta. “Gelang ini mirip banget punya kamu, ya! Ini, tuh, bibi beli yang imitasi tempo hari. Nah, sore tadi baru jadi. Pas bibi amati, kok, mirip banget punya kamu, Nur? Tuh, kan, mirip! Tapi, ini bukan punya kamu, kok!” tukasnya seraya memutar-mutar tangan di depan wajahnya. Namun, wajahnya tampak tak tenang, apalagi tatapan Nuria yang mengantakan seolah tak percaya.