Episode 20

1897 Words
"Ada apa? Apa yang kamu inginkan Gabriel? Jika kamu hanya ingin berdebat dengan papa, lebih baik kamu pergi saja!" Usir Revan dengan nada datar nan dingin. Kini mereka tengah berada di ruang keluarga, Gabriel ingin berbicara dengan Renatta dan Revan. Renatta menyentuh tangan Revan agar tetap tenang, dia berkata pelan, "Tenang mas, Gabriel mungkin ingin berbicara baik-baik." Gabriel melirik ke arah tangan Renatta yang mengelus punggung tangan Revan. Sentuhan kecil saja sudah membuat Gabriel cemburu, sepertinya Renatta memang sengaja melakukan itu di depannya. "Ada apa Gabriel?" Tanya Renatta. "Gue---" Gabriel menggantungkan kalimatnya saat mendengar ponsel Revan berbunyi. Revan mengangkat telepon. "Halo? Baiklah, saya kesana sekarang." Setelah panggilan terputus, Revan berkata pada Renatta, "Sayang, aku harus pergi ke kantor, aku lupa hari ini aku ada meeting." "Iya mas." Revan melihat Gabriel sekilas, sebenarnya dia tidak tega jika meninggalkan Renatta di rumah bersama Gabriel, Revan khawatir Gabriel akan melakukan sesuatu yang menyakiti Renatta lagi. "Kamu tidak apa-apa kan di rumah sama Gabriel?" "Papa nggak usah khawatir, aku nggak akan nyakitin Renatta lagi." Ucap Gabriel, dia tau Revan khawatir akan hal itu. "Aku nggak papa mas, kamu pergi aja." Revan mengusap kepala Renatta, lalu berdiri, "Kalau begitu aku pergi dulu, kamu jaga diri baik-baik ya. Jika ada apa-apa kamu telepon saja, jangan diam saja." Gabriel yakin, ayahnya itu tengah menyindirnya. Renatta mengangguk, Revan lalu pergi ke kantor. Kini tinggal Renatta dan Gabriel saja. "Papa kayaknya khawatir banget sama lo, sampai takut gue nyakiti lo lagi." Ucap Gabriel dengan senyum smirknya. "Mas Revan sudah pergi, kamu bisa bicara dengannya nanti malam." Ujar Renatta. Saat Renatta berdiri, Gabriel berkata, "Gue minta maaf, gue nggak tau kalau semalam gue... udah nyakitin lo." "Kenapa dari awal lo nggak bilang aja sama papa kalo gue yang ngelakuin itu? Kenapa lo malah nyembunyiin itu?" Renatta kembali duduk, "Aku nggak mau kamu sama Mas Revan bertengkar lagi. Lagipula ini cuma memar sedikit, sebentar lagi juga sembuh." "Sebenarnya lo khawatir sama gue atau sama papa?" "Kamu dan Mas Revan itu ayah dan anak, aku nggak mau kalian bertengkar cuma karena masalah kecil." Gabriel lalu melihat memar di lengan Renatta. Gabriel benar-benar khawatir, dia mungkin berniat untuk membalas sakit hatinya pada Renatta, tapi tidak dengan fisik Renatta. Gabriel tidak mau melihat fisik Renatta terluka, padahal hati yang terluka jauh lebih menyakitkan. "Sekali lagi gue minta maaf." "Nggak papa, semalam kamu mabuk, kamu mungkin nggak sadar. Lupain aja!" "Semalam mungkin gue nggak sadar kalau gue udah bikin lengan lo memar, tapi gue masih sadar apa yang lo katakan sama gue semalam, Renatta." Renatta mengangguk, "Kalau gitu, udah nggak ada yang mau kita bicarain lagi kan?" Renatta berdiri, dia lalu melangkah pergi, namun langkahnya terhenti saat Gabriel berkata, "Lo pikir gue mau nurutin permintaan lo itu?" "Asal lo tau, gue bukan tipe laki-laki yang bakal nyerah gitu aja. Gue terima alasan lo kenapa lo putus sama gue dan memilih buat nikah sama papa, tapi jangan harap gue menerima lo sebagai ibu tiri gue dan lupain semua yang udah kita lewatin selama 3 tahun." "Gue yakin, apapun yang terjadi, gue pasti bisa memisahkan lo dari hidup papa. Gue bakal ngelakuin apapun agar lo bisa kembali ke gue!" Ucap Gabriel penuh percaya diri. Matanya memancarkan hasrat yang terpendam. Setelah mendengarkan ucapan Renatta semalam, Gabriel semakin tertantang untuk merebut Renatta kembali dari Revan walaupun dengan cara menyakitinya. Apapun Gabriel lakukan. Renatta menghela nafas berat, dia lalu membalikkan tubuhnya, "Apa kamu masih belum paham Gabriel? Aku sama kamu udah nggak ada hubungan apa-apa lagi selain hubungan keluarga. Aku istri papa kamu, gimana bisa kamu bicara kaya gitu hah?" Gabriel menyeringai, dia melangkah maju. Renatta melangkah mundur saat Gabriel mendekatinya. "Gue tau Renatta, lo nggak cinta sama papa. Lo masih cinta sama gue, karena itu gue bakal menghancurkan hubungan kalian berdua. Gue akan ngelakuin apapun, sampai saatnya, lo akan memohon-mohon untuk kembali sama gue." "Sampai kapanpun hal itu nggak akan pernah terjadi Gabriel! Bagi aku, kamu hanya masa lalu. Sekalipun hubungan aku sama Mas Revan hancur, aku nggak akan pernah mau kembali sama kamu." Renatta mengerutkan dahinya saat Gabriel justru tertawa, tertawa layaknya seorang psikopat. Membuat Renatta meremang, dia lalu bertanya, "Kenapa kamu tertawa?" "Lo tau, dengan lo bilang kaya gitu, gue semakin tertantang buat merebut lo balik dari papa. Gue bakal tunggu hari itu, hari dimana lo menyesal karena sudah memilih papa dari pada gue." Gabriel tersenyum miring. "Apa kamu sadar? Apa yang kamu lakukan akan menyakiti semua orang, termasuk diri kamu sendiri. Lebih baik kamu lupain semuanya Gabriel, dengan begitu nggak akan ada yang tersakiti lagi. Kita bisa hidup di jalan masing-masing, kamu bahagia dengan jalan hidup kamu, begitupun sebaliknya." "Gue nggak peduli! Bahkan sekalipun gue nyakitin lo atau papa, atau bahkan diri gue sendiri, gue nggak peduli. Gue akan tetap lakuin itu. Asal lo tau, gue kaya gini karena lo, lo yang udah maksa gue buat ngelakuin ini." Gabriel menyentuh pipi Renatta, namun dengan cepat Renatta menepisnya. Gabriel tersenyum, "Lo cuma perlu nyiapin mental aja, karena sebentar lagi Gabriel pasti akan mendapatkan apa yang dia inginkan." Gabriel menyeringai jahat, lalu pergi dari sana. Renatta menatap kepergian Gabriel dengan raut wajah khawatir. Renatta tau, Gabriel tidak main-main dengan perkataannya itu. *** Gabriel membanting tas dengan kasar di meja. Gabriel kini tengah berada di kantin, teman-temannya sudah menunggunya disana. Ketiga temannya itu saling menatap Gabriel seperti tidak berdaya sama sekali. Memang seperti itulah kondisi Gabriel semenjak mantan kekasihnya menikah dengan ayahnya sendiri. Gabriel sudah tidak mempunyai rasa semangat lagi. Gabriel menjadi lemah hanya karena satu perempuan. "Gimana keadaan lo? Lo baik-baik aja kan?" Tanya Kenzi yang dari semalam khawatir dengan Gabriel. "Sejak kapan hidup gue baik-baik aja, hm? Dari dulu hidup gue emang kaya gini." "Nggak, dulu lo nggak kaya gini. Tapi semenjak lo kenal sama Renatta, hidup lo jadi kaya gini Gab. Gabriel yang gue kenal, dia nggak pernah peduli sama perempuan. Gabriel nggak pernah diperdaya sama yang namanya perempuan." "Tapi liat diri lo sekarang? Hanya karena satu perempuan aja, hidup lo berasa hancur. Lo hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang jelas-jelas akan nyakitin diri lo sendiri." Ucap Kenzi yang sudah jenuh dengan sikap Gabriel sekarang. Sebagai seorang sahabat yang sudah mengenal Gabriel selama bertahun-tahun, tentu saja Kenzi ingin Gabriel mengakhiri semuanya. Melupakan masa lalunya dan menjalin hidupnya dengan tenang. Tidak seperti ini, pertama kalinya Gabriel lemah hanya karena satu perempuan saja. "Lo kaya udah nggak bisa tertolong lagi, Renatta ternyata membawa pengaruh besar buat lo ya? Gab, banyak cewek disini woy! Lo bisa pilih satu kalo lo mau, ngapain lo masih mikirn Renatta, eh?" Kini giliran Daniel yang berbicara. Daniel juga tidak suka dengan sikap Gabriel sekarang, dia lalu menepuk bahu Gabriel, "Lo tau sendiri kan apa yang gue alamin dulu? Gue juga patah hati karena mantan pacar gue lebih milih nikah sama temen gue sendiri, tapi lo liat gue, gue nggak kaya lo tuh. Karena gue pikir, cewek bukan cuma dia aja." "Hidup itu harus dinikmati bro! Sebenernya lo bisa merubah hidup lo, asal lo mau move on!" Samuel pun ikut menasehati Gabriel. Sedangkan Gabriel tak bergeming, dia hanya diam mendengarkan perkataan tiga sahabatnya itu. "Lalu, gimana hubungan lo sama Chelsea? Lo pacaran kan sama dia?" "Jangan bilang, lo cuma jadiin Chelsea pelampiasan lo Gab?" Tanya Kenzi menatap Gabriel dengan dahi berkerut curiga. Gabriel diam tidak menjawabnya, Kenzi menggelengkan kepalanya heran, "Lo bener-bener b******k tau nggak! Teganya lo jadiin Chelsea pelampiasan lo Gab! Atau mungkin lo mau jadiin Chelsea sebagai alat balas dendam, eh?" Kenzi ingin sekali meninju wajah Gabriel kalau saja Gabriel bukan temannya. "Selama ini lo nggak cinta sama Chelsea kan, kenapa lo malah pacaran sama dia? Lo cuma akan nyakiti Chelsea, apa lo sadar?" Tanya Samuel "Kalian tau sendiri, Chelsea yang selalu ngejar-ngejar gue. Dan dia sendiri yang pengen jadi pacar gue. Gue cuma nuruti pemintaan dia aja, soal cinta, gue rasa itu nggak penting." "Sama aja lo kasih harapan palsu sama Chelsea!" "Soal itu, biar jadi urusan gue sama dia. Selagi dia masih baik-baik aja, gue rasa itu nggak masalah." Kenzi mengarahkan pukulan ke Gabriel, namun tidak sampai memukulnya. Kalau saja Gabriel bukan temannya, mungkin saja Gabriel sudah habis olehnya. "Lo itu bener-bener sialan Gab!" Ucap Kenzi yang emosi. Daniel merasa ada yang aneh dengan Kenzi, sepertinya dia sangat mengkhawatirkan Chelsea. Kenzi tidak mau Chelsea sakit hati karena berpacaran dengan Gabriel yang tidak mencintainya. "Ken, sebenernya lo itu khawatir sama Gabriel atau Chelsea?" Kenzi melihat Daniel dan Samuel yang kini tengah menatapnya curiga. Sedangkan Gabriel, dia mengaduk-aduk es teh manisnya seraya mengatakan hal yang membuat Daniel dan Samudera terkejut. "Kenzi suka sama Chelsea, udah dari dulu." "Hah?!" Kaget Daniel dan Samuel bersamaan. "Bener Ken?" "Darimana lo tau kalo gue suka sama Chelsea dari dulu?" Gabriel menarik satu sudut bibirnya ke atas, "Lo pikir gue bodoh, hm? Dari sikap lo sama Chelsea aja gue tau kalo lo suka sama dia." "Lo pikir selama ini gue nggak mau pacaran Chelsea, karena apa? Bukan cuma karena gue nggak suka sama dia tapi karena gue tau lo suka sama dia, gue nggak mau hianatin temen gue sendiri." "Dan gue minta maaf, gue terpaksa pacaran sama Chelsea. Tapi lo tau sendiri gue nggak pernah suka sama Chelsea, jadi lo nggak perlu khawatir. Gue nggak akan nyakitin Chelsea." "Alasan gue pacaran sama Chelsea karena gue pengen dia sadar, cinta itu nggak bisa dipaksain. Dia bakal tau dengan sendirinya, walaupun gue pacaran sama dia, gue tetep nggak akan pernah bisa suka sama dia. Dan pada akhirnya, Chelsea pasti nyerah. Dan saat itu, lo bisa masuk ke hidupnya, lo deketin dia perlahan-lahan sampai saatnya Chelsea bakal cinta sama lo." Gabriel menjelaskan semuanya pada Kenzi agar dia tidak salah faham dengannya. Tidak dipungkiri bahwa Gabriel menjadikan Chelsea sebagai alat adalah benar. Tapi disisi lain, Gabriel juga ingin Chelsea sadar kalau sampai kapanpun Gabriel tidak akan suka padanya, walaupun mereka berpacaran bahkan menikah sekaligus. "Gabriel bener! Mungkin cuma itu satu-satunya cara biar Chelsea nggak ngejar-ngejar Gabriel lagi." "Tapi apa lo yakin cara ini akan berhasil?" Gabriel mengendikkan bahunya, "Kita liat aja! Sampai kapan Chelsea akan bertahan sama hubungan ini." "Gabriel?" Baru dibicarakan, Chelsea kini muncul. Chelsea duduk di samping Gabriel dan memeluk lengannya, "Lo disini ternyata, tadi gue nyariin lo di kelas, tapi lo nggak ada." "Ada apa?" "Nggak papa, gue cuma kangen aja sama lo." Kenzi sebenarnya cemburu melihat Chelsea bermesraan dengan Gabriel. Tapi dia mencoba untuk bersikap biasa saja. Daniel dan Samuel melihat ke arah Kenzi, mereka tau Kenzi tengah menahan rasa cemburunya. Sedangkan Gabriel, dia merasa risih dengan sikap Chelsea, apalagi Chelsea melakukan itu di depan Kenzi. Gabriel melepaskan tangan Chelsea, "Lepasin gue Chel. Lo nggak malu, diliatin mereka bertiga?" "Malu buat apa? Mereka kan temen kita." Gabriel lalu berdiri, "Gue pergi dulu!" "Lo mau kemana Gab?" Chelsea lalu pergi menyusul Gabriel. Gabriel berhenti saat dia sudah jauh dari kantin, dia berbalik dan menatap Chelsea kesal, "Apa lo nggak bisa jaga sikap lo di depan mereka?" "Emangnya kenapa? Mereka juga udah tau kalo kita pacaran." "Harus berapa kali gue ingetin lo si hah?! Kita emang pacaran, tapi bukan di depan temen-temen gue, tapi di depan Renatta. Kalo lo lupa, gue bakal jelasin lagi. Gue---" "Cukup! Lo nggak perlu jelasin lagi, gue inget kok." "Bagus kalo lo inget!" Gabriel lalu pergi meninggalkan Chelsea, Chelsea menggertakkan giginya kesal. Sampai kapan Gabriel hanya akan menjadikannya alat? Chelsea tidak mau hubungannya dengan Gabriel seperti ini terus. Bagaimanapun juga, Chelsea tidak akan membiarkan Gabriel bersikap sesuka hatinya. Chelsea ingin semua orang tau, bahkan seluruh dunia tau kalau Gabriel adalah miliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD