Episode 19

1932 Words
Revan membanting Gabriel di tempat tidurnya. Revan menghela nafas kasar, dia sudah memberi peringatan pada Gabriel untuk tidak mabuk, tapi nyatanya Gabriel tidak mau mendengarkan peringatannya. Lihatlah! Gabriel justru pulang dengan kondisi mabuk berat. Teman-teman Gabriel memberitahunya bahwa Gabriel minum banyak, mereka sudah memperingati Gabriel untuk tidak munum banyak, tapi Gabriel tidak mendengarkan mereka juga. Revan sudah tidak tau lagi, dengan cara seperti apa agar Gabriel menuruti perintahnya. Gabriel benar-benar sudah tidak bisa diurus lagi. Sikapnya sudah tidak bisa dikontrol lagi. "Grace, aku harus bagaimana lagi agar Gabriel tidak seperti ini? Tolong bantu aku. Kamu liat sendiri kan, kelakuan Gabriel?" Revan mengeluh pada Grace seakan Grace berada di sana. "Mas?" Renatta kemudian datang dan masuk ke dalam kamar. Renatta kaget melihat Gabriel terkapar di tempat tidur, "Apa yang terjadi sama Gabriel?" "Seperti yang kamu liat, Gabriel mabuk berat. Tadi temannya yang mengantarkan Gabriel pulang." Revan bertolak pinggang, "Renatta, aku tidak tau kenapa sikap Gabriel semakin hari semakin melunjak. Aku tau, Gabriel sangat kehilangan mamanya dan belum bisa menerima kamu sebagai ibunya, tapi kenapa dia harus bersikap seperti ini?" Lagi-lagi Renatta merasa sangat bersalah saat Revan bertanya seperti itu padanya, semua ini juga karena dirinya. Renatta lah yang membuat semuanya menjadi berantakan. "Mas jangan khawatir, Gabriel pasti akan berubah. Gabriel masih perlu banyak waktu. Atau mungkin saja, Gabriel punya masalah lain, jadi dia mencoba buat lupain masalahnya itu dengan mabuk." Renatta mengelus bahu suaminya itu, "Biarkan saja Gabriel istirahat, mas ke kamar aja, biar aku yang mengurus Gabriel." Revan mengangguk pelan, dia lalu keluar dari kamar Gabriel. Revan sebenarnya sudah sangat emosi tadi, tapi dia berusaha untuk mengontrolnya. Selepas kepergian Revan, Renatta pergi ke dapur untuk mengambil air dingin. Tak lama, Renatta kembali, dia langsung membersihkan wajah Gabriel. Gabriel bergerak, dia mencekal tangan Renatta. Samar-samar Gabriel melihat wajah Renatta. "Renatta?" Suara Gabriel terdengar serak. "Renatta, apa yang lo lakuin di kamar gue?" Renatta tidak menjawabnya, dia kembali mengusap wajah Gabriel dengan kain. Namun tangannya kembali di cekal kuat Gabriel. "Gue tanya, apa yang lo lakuin?!" Tanya Gabriel dengan nada tegas nan dingin. "Muka kamu keringetan, jadi aku bersihin." Gabriel lalu melepaskan tangan Renatta sedikit kasar, Renatta melanjutkan, dengan berkata, "Kamu mabuk lagi, padahal papa kamu udah peringatin kamu Gab." "Gue nggak peduli!" "Mas Revan terus mengeluh karena sikap kamu ini. Papa kamu sangat khawatir sama kamu. Bukan cuma Mas Revan, tapi aku juga. Teman-teman kamu, kalau Mba Grace masih ada, aku yakin dia pasti juga khawatir sama kamu Gab. Khawatir kamu akan seperti ini terus, khawatir kamu terus-terusan mabuk dan bahayain diri kamu sendiri. Apa kamu tau itu? Banyak yang khawatir sama kamu. Apa kamu masih nggak peduli?" Gabriel tak bergeming, dia memalingkan wajahnya ke sisi lain. Walaupun masih dalam keadaan mabuk, Gabriel masih bisa berpikir bahwa perkataan Renatta membuatnya merasa kalau dia sangatlah egois. "Seenggaknya kalau kamu nggak memikirkan diri sendiri, kamu pikirkan orang yang khawatir sama kamu. Seberapa khawatir mereka sama kamu, dan seberapa peduli mereka sama kamu." Gabriel kini menatap Renatta, "Peduli? Emangnya siapa yang peduli sama gue? Papa? Sejak dulu, papa nggak pernah peduli sama gue ataupun mama." Jeda- "Atau lo yang peduli? Kalo lo peduli sama gue, lo nggak akan pernah nyakitin gue!" Lanjutnya marah. "Aku tau, aku udah nyakitin kamu. Tapi apa kamu nggak bisa lupain semuanya? Anggap aja kita nggak pernah kenal. Aku rasa, itu akan lebih baik. Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup kita masing-masing." Gabriel tersenyum miris, "Kenapa? Apa gue nggak ada nilainya sama sekali buat lo? Sampai lo mau gue lupain semuanya dengan mudahnya? Dari dulu, gue emang nggak berharga di hidup lo kan?" Renatta menggeleng, dia berdiri dan berkata, "Justru kamu sangat berharga buat aku Gab, makanya aku ngelakuin ini. Aku bukan perempuan yang pantas buat kamu, kamu berhak bahagia sama perempuan lain yang jauh lebih baik dari aku." "Jadi maksud lo, papa yang lebih pantes buat lo, gitu? Karena papa gue kaya, itu sebabnya lo mau menikah sama papa, gitu kan maksud lo?" Renatta memejamkan matanya sejenak, dia lalu mengangguk "Iya! Dari awal hubungan kita emang udah salah. Seharusnya dulu kita nggak pacaran. Aku butuh laki-laki dewasa, sedangkan kamu masih kuliah. Aku perempuan dewasa, ada banyak hal yang aku butuhkan, termasuk uang. Sedangkan kamu? Kamu masih kuliah, dari mana kamu bisa dapatin uang kalau bukan karena orang tua kamu." "Aku nggak matre, tapi aku berpikir realistis. Sebuah hubungan bukan segalanya tentang cinta Gab! Tapi kita harus bisa berpikir lebih dari itu, terutama buat perempuan dewasa kaya aku." "Tapi kamu tenang aja, aku menikah sama Mas Revan bukan cuma karena harta, tapi karena aku cinta sama dia. Bahkan lebih besar dari cinta aku sama kamu dulu." Bagaikan sebuah batu menghantam dirinya, Gabriel tidak menyangka Renatta akan mengatakan hal semenyakitkan itu. Gabriel mengepalkan tangannya kuat-kuat, ternyata cintanya dulu pada Renatta tidak ada artinya sama sekali. Bahkan hubungan mereka yang dibangun selama 3 tahun itu, tidak berarti sama sekali untuk Renatta. Dengan penuh keberanian Renatta mengatakan hal itu pada Gabriel. Mungkin saat ini juga Gabriel akan semakin membencinya. Renatta melakukan itu agar Gabriel bisa melupakan hubungan mereka dimasa lalu. Renatta tidak mau Gabriel terjebak dalam masa lalu yang sudah tidak ada arti apa-apa lagi. Dengan begitu, Gabriel akan benar-benar melupakannya. Renatta berbalik, saat dia hendak pergi, tanganya ditarik dengan sangat kuat oleh Gabriel hingga dia terjatuh di atasnya. Mata Gabriel memancarkan amarah, dia sudah sangat emosi, meremas lengan Renatta dengan kuat. "Gabriel, sakit!" Renatta meringis kesakitan. Cekalan tangan Gabriel di lengannya sangat kuat, bisa ditebak lengan Renatta pasti merah. "Berani-beraninya lo ngomong gitu ke gue Renatta! Lo pikir lo siapa sampai lo berani nyakitin gue dengan cara kaya gini, hah?!" Ucap Gabriel dengan nada menekan dan terkesan sangat dingin. "Lo pikir setelah lo ngomong gini ke gue, menghina cinta gue, ngrendahin gue, gue bakal diam aja, hm?" Gabriel menarik satu sudut bibirnya, menyeringai jahat, "Nggak Renatta! Gue bakal bikin lo nyesel seumur hidup lo, karena lo udah berani menghancurkan semuanya! Lo udah hancurin perasaan gue, lo juga udah hancurin perasaan nyokap gue! Keluarga gue!" "Kita liat aja nanti!" Ancaman Gabriel terdengar sangat mengerikan. Gabriel lalu mendorong Renatta dengan kasar, sampai-sampai hampir membuat Renatta terjungkal ke belakang. "Mending sekarang lo pergi dari sini! Sebelum gue ngelakuin sesuatu yang nggak pernah lo duga!" Perintah Gabriel dengan nada dinginnya. Renatta yang merasa takut dengan sikap Gabriel, dia lantas keluar dari sana. Senyum jahat Gabriel seketika membuat bulu kuduk Renatta merinding. Saat Gabriel tengah marah dan emosi, senyumnya memang terlihat seperti senyum seorang psikopat. *** Renatta duduk di depan cermin besar, dia tengah merias wajahnya. Revan kemudian datang dan mengecup pipinya. "Sudah cukup berdandannya, aku tidak ingin berbagi kecantikan istri sendiri dengan orang lain. Jika laki-laki lain melihat kecantikan kamu, aku takut mereka akan merebut kamu dari aku." Ucap Revan seraya melihat Renatta dari balik kaca. Renatta tersenyum tipis, Revan lalu menyentuh lengan Renatta membuat Renatta meringis, "Shhh..." Revan bertanya, "Ada apa? Kamu terlihat kesakitan." Renatta menggeleng, "Nggak papa mas." Revan merasa ada yang aneh, dia penasaran apa yang terjadi dengan lengan istrinya itu. "Biarkan aku melihatnya." "Nggak usah mas, aku nggak papa kok. Aku cuma kaget aja tadi." Renatta mencoba mencari alasan agar Revan tidak melihat lengannya. Jika Revan tau lengannya memar karena bekas tangan Gabriel, Revan pasti akan sangat marah dengan Gabriel. Sayangnya Revan tidak mau mendengarkannya, dia tetep kekueh membuka cardigan Renatta. Revan kaget melihat lengan istrinya memerah, "Sayang, apa yang terjadi? Kenapa lengan kamu memar seperti ini?" "Itu... semalam lengan aku nggak sengaja kepentok pintu, jadi merah. Tapi udah nggak papa kok mas." Revan menggeleng tidak percaya, memar di lengan Renatta bukan seperti terpentok pintu. Revan bahkan masih bisa melihat ada bekas tangan disana. Revan lalu menatap Renatta serius, "Katakan siapa yang sudah melakukan ini Renatta? Aku tau ini bekas tangan seseorang. Siapa yang sudah berani menyakiti kamu, hm?" "Bukan siapa-siapa mas, aku bener-bener---" "Jangan berbohong! Sekarang katakan, siapa yang melakukan ini?" Revan teringat dengan seseorang, "Gabriel?" Dengan cepat Renatta menggelengkan kepalanya, "Bukan mas. Gabriel nggak salah, aku--" "Jadi benar Gabriel yang melakukan ini, iya kan?" "Mas---" Revan lalu pergi dari kamar dengan keadaan marah. Renatta segera menyusulnya, kalau tidak, akibatnya pasti akan buruk. Revan membuka pintu kamar Gabriel dengan kasar. Saat melihat Gabriel, amarahnya kembali muncul, Revan langsung memukul wajahnya hingga Gabriel tersungkur ke tempat tidur. "Kenapa papa mukul aku?" Gabriel menyentuh pipinya, dia sangat terkejut karena Revan tiba-tiba memukulnya. "Kamu pantas mendapatkan itu Gabriel! Kamu sudah berani menyakiti Renatta, pukulan papa bahkan tidak cukup untuk membalas perbuatan kamu pada Renatta!" Gabriel mengerutkan dahinya bingung "Maksud papa apa?" "Mas?" Renatta lalu masuk ke kamar dengan nafas tidak beraturan. Gabriel melihatnya, lalu berkata, "Emangnya dia ngadu apa sama papa? Sampai-sampai papa mukul aku?" "Renatta tidak mengadu, dia bahkan menyembunyikannya. Papa sendiri yang melihatnya. Apa kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan hah?!" Revan menyentuh lengan Renatta, lalu menunjukkan memar di lengannya pada Gabriel, "Kamu yang sudah melakukan ini kan?!" Gabriel tertegun, dia sendiri terkejut melihat memar di lengan Renatta. Gabriel tidak sadar kalau perbuatannya semalam membuat lengan Renatta memar. Renatta juga tidak mengatakan apapun. "GABRIEL! KAMU YANG SUDAH MELAKUKAN INI, IYA KAN?!" Revan berteriak. Gabriel menelan ludahnya, bersikap cuek, "Cuma gitu aja, kenapa papa lebay banget si?!" Revan mengernyit, dia yang masih emosi langsung menampar Gabriel, "Apa papa pernah mengajarkan kamu untuk melakukan kekerasan sama perempuan Gabriel?!" Gabriel tersenyum smirk, "Emangnya papa pernah ngajarin apa ke aku? Papa hanya sibuk kerja, papa nggak pernah mengajari aku apapun." "Sejahat-jahatnya papa, papa nggak akan melakukan kekerasan sama mama kamu atau perempuan manapun." "Papa emang nggak pernah melakukan kekerasan, tapi papa menyakiti hati mama, mengkhianati mama demi perempuan gila harta, jauh lebih menyakitkan pa. Apa papa tau itu, hm?" "JAGA MULUT KAMU GABRIEL!" Tunjuknya. "Kamu tidak tau apa-apa, kamu tidak berhak menghina Renatta seperti itu! Papa tidak akan membiarkan siapapun menghina istri papa, termasuk kamu!" "Kamu bersyukur, Renatta masih mau memaafkan perbuatan kamu! Renatta bahkan menyembunyikan lukanya dari papa untuk melindungi kamu." "Jika kamu berbuat kasar pada Renatta lagi, jangan harap papa masih bisa memaafkan perbuatan kamu Gabriel!" Setelah mengatakan itu, Revan keluar dari kamar Gabriel, Renatta mengikuti dari belakang. Gabriel terdiam di tempat, kali ini dia tidak marah saat Revan memarahinya karena Renatta. Gabriel hanya memikirkan perbuatannya sendiri, dia benar-benar tidak tau lengan Renatta akan merah seperti itu. Semalam Gabriel sangat emosi sampai-sampai Gabriel tidak sadar kalau dia sudah menyakiti Renatta. Di kamar, Renatta mengusap bahu Revan, berusaha untuk menenangkan Revan yang masih emosi. "Kamu harus tenang mas. Aku nggak papa kok." "Bagaimana aku bisa tenang, anak aku kasar dengan istri aku sendiri." Revan memijat pelipisnya yang terasa pusing. Revan mendongak, "Sebenernya apa yang terjadi sampai Gabriel membuat lengan kamu memar seperti ini?" "Semalam aku sempat bertengar dengan Gabriel. Mungkin karena saat itu Gabriel masih dalam keadaan mabuk, jadi Gabriel nggak sengaja remas lengan aku sampai memar." Jelas Renatta. "Tapi kenapa kamu diam saja? Kamu bahkan tidak mengatakan apapun padaku." "Karena inilah, ini yang buat aku nggak bisa bilang apapun sama kamu mas. Aku nggak mau, kamu emosi dan bertengkar sama Gabriel." "Siapapun pasti akan melakukan hal yang sama. Jika Gabriel terus dibiarkan bersikap kasar seperti ini, Gabriel tidak akan pernah bisa berubah. Dan aku tidak mau, Gabriel sampai menyakiti kamu lagi sayang." "Setelah kejadian ini, aku yakin Gabriel nggak akan ngelakuin ini lagi mas, kamu tenang aja. Aku baik-baik aja, kamu nggak perlu khawatir." "Aku nggak mau kalau sampai kamu sakit karena marah-marah terus. Bukan hanya itu, hubungan kamu sama Gabriel jadi lebih buruk mas." Ucap Renatta. Renatta sudah berjanji untuk membuat hubungan Revan dan Gabriel lebih baik, bukannya semakin buruk. Revan terlihat frustasi, entah kegilaan apalagi yang akan Gabriel lakukan. Revan mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar, dia melihat Gabriel tengah berdiri disana. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD