Episode 21

1835 Words
Gabriel menghentikan motornya saat dia melewati taman. Gabriel lalu memarkirkan motornya, dan berjalan masuk ke taman tersebut. Gabriel menatap ke depan dengan senyum tipis. Seperti biasa, saat sore hari sudah mulai banyak orang yang juga berada disana, mulai dari orang tua dan anak-anak, dan juga pasangan yang tengah berkencan. Mata Gabriel tertuju pada pasangan yang tengah duduk berdua di atas rumput. Mereka terlihat begitu bahagia, saling tertawa dan bercanda bersama. Ingatan Gabriel kembali pada 3 tahun yang lalu, saat dia masih menjalin hubungan dengan Renatta. Dulu, Gabriel dan Renatta juga pernah bahagia seperti mereka. Bahkan lebih bahagia, karena hubungan keduanya terjalin sangat baik dan romantis. Namun sekarang, Gabriel hanya bisa tersenyum kecut mengingat hubungannya dengan Renatta sudah berakhir dan digantikan dengan hubungan baru, hubungan yang tidak pernah Gabriel inginkan. Hubungan yang menyakitkan untuk Gabriel, dan membuat Gabriel begitu membenci Renatta. Flashback! 2 tahun yang lalu. . . Hari ini adalah hari Anniversary Gabriel dan Renatta yang ke 1 tahun. 1 tahun sudah mereka menjalin hubungan. Banyak hal yang sudah mereka lalui selama 1 tahun hubungan mereka. Bertengkar kemudian baikan, sudah sering terjadi, namun mereka masih bisa bertahan. "Gabriel, kenapa kamu bawa aku kesini? Ada apa?" Renatta merasa bingung karena Gabriel membawanya ke Taman. Sebelum itu, Gabriel juga memintanya untuk berdandan cantik malam ini. Renatta tidak ingat kalau hari ini adalah hari Anniversary mereka, karena itu Gabriel ingin memberikan kejutan untuknya. "Kamu harus pakai ini dulu." Gabriel berdiri di belakang Renatta, lalu menutup mata Renatta dengan kain berwarna merah muda. "Kenapa mata aku harus ditutup Gab?" "Kamu ikut aja sayang, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu kok. Kamu percaya kan samu aku, hm?" "Iya, aku percaya sama kamu." "Bagus." Renatta lalu mengikuti langkah Gabriel dengan mata yang ditutup kain. Sampai akhirnya Gabriel berhenti. "Udah sampai ya?" Tanya Renatta. Gabriel lalu membuka kainnya, setelah merasa terbuka, Renatta perlahan membuka matanya. Renatta terkejut melihat di depannya, taman yang sudah disulap sedemikian rupa hingga suasana disana terkesan begitu romantis. Makan malam romantis, sudah Gabriel siapakan dari jauh-jauh hari. Gabriel sengaja menyiapkan semua ini untuk memberikan kejutan pada kekasihnya itu. Gabriel bukan laki-laki romantis, awalnya dia bingung harus melakukan apa. Tapi setelah browsing di internet, akhinya Gabriel menemukan ide untuk memberikan Renatta kejutan. "Gab, kamu yang udah nyiapin ini semua?" "Hm. Aku nggak tau kamu suka apa nggak, karena kamu tau sendiri aku bukan laki-laki romantis. Aku nggak tau gimana caranya berbuat romantis kaya orang lain. Tapi aku harap, kamu suka Ren." Renatta mengangguk seraya tersenyum,"Aku suka Gab. Suka banget malah." Renatta lalu memeluk Gabriel, "Terima kasih Gab." Gabriel mengelus punggung Renatta, "Sama-sama." Mereka lalu melepaskan pelukannya. Jujur, Renatta memang sudah dewasa, sebenarnya dia tidak begitu menginginkan hal seperti ini. Tapi apa yang Gabriel lakukan, membuatnya merasa begitu istimewa. Renatta menghargai apa yang sudah susah payah Gabriel lakukan. Gabriel lalu membawa Renatta untuk duduk di kursi yang sudah Gabriel siapkan untuk makan malam mereka. Sedangkan Gabriel duduk di depannya. "Gimana bisa kamu nyiapin ini semua sendirian Gab?" "Apapun pasti aku lakuin buat kamu." "Tapi aku nggak nyangka, kamu bisa dapat ide kaya gini, dapat dari mana, hm?" "Internet." Renatta pura-pura mengerucutkan bibirnya, dia tau Gabriel tidak mungkin dapat ide ini dari diri sendiri. Dulu saja waktu Gabriel ingin menembak Renatta, Gabriel dibantu Nai. Gabriel lalu menyentuh tangan Renatta yang berada di atas meja, "Jangan ngambek, kamu tau kan, aku mana bisa dapat ide kaya gini. Yang penting kan aku udah berusaha untuk romantis, iya kan?" Renatta mengangguk-anggukkan kepalanya, "Iya-iya nggak papa kok." Mereka lalu makan bersama-sama. Gabriel mengunyah makanan seraya tersenyum menatap Renatta. Renatta lalu mendongak, "Kenapa kamu liatin aku terus? Apa ada yang salah sama penampilan aku malam ini Gab?" "Hm." Gabriel mengangguk pelan. Renatta panik, "Emangnya apa? Dandanan aku terlalu menor ya? Atau baju aku terlalu norak?" Gabriel kini cengar-cengir, Renatta mengernyit kesal, "Gabriel?!" "Nggak sayang. Nggak ada yang salah sama penampilan kamu. Kamu cantik malam ini, cantik banget malah." Renatta tersipu malu, Gabriel memang tidak bisa romantis, tapi terkadang kata-kata pujian Gabriel lah yang membuat Renatta sering kali tersipu malu. "Jadi ini alasan kamu minta aku buat dandan yang cantik, hm?" "Hm. Sebenernya kamu nggak perlu dandan yang cantik, karena kamu udah cantik. Tapi aku cuma pengen lebih spesial aja." Renatta mengerutkan dahinya, sebenarnya dia masih belum sadar apa alasan Gabriel memberikannya kejutan. Gabriel lalu beranjak dari duduknya, dia mengambil sesuatu dari saku jasnya. Setelah itu Gabriel berjongkok di depan Renatta. Gabriel mengeluarkan kotak beludru berwarna merah yang di dalamnya ada sebuah cincin. Gabriel menyodorkannya di depan Renatta seraya berkata, "Happy Anniversary yang ke 1 tahun sayang." Renatta menutup mulutnya kaget, matanya terbuka lebar saking terkejut. Renatta baru ingat sekarang kalau hari ini adalah hari Anniversary mereka yang ke 1 tahun. "Gabriel?" Gabriel lalu menyematkan cincin di jari manis Renatta, lalu mencium punggung tangannya. Gabriel lalu berdiri, "Kamu suka cincinnya?" Renatta mengangguk, "Terima kasih Gabriel." Renatta menatap Gabriel dengan rasa bersalah, "Aku juga minta maaf, aku nggak ingat kalo hari ini hari Anniv kita. Aku minta maaf ya?" "Nggak papa. Aku yang seharusnya minta maaf karena udah bikin kamu kesel." Fyi, Gabriel dan Renatta memang sempat bertengkar karena tadi pagi Gabriel melihat Renatta bersama dengan laki-laki di sekolah. Gabriel sengaja tidak menghubungi Renatta. Saat Renatta menghubunginya pun, Gabriel selalu menolaknya. Selain itu juga Gabriel ingin membuat kejutan untuk Renatta. "Jadi, kamu sengaja bikin aku kesel karena kamu mau bikin kejutan buat aku?" Gabriel mengangguk, "Tapi soal kamu berduaan sama laki-laki lain, aku bener-bener marah. Aku nggak suka kamu deket-deket sama dia." Renatta menangkup kedua pipi Gabriel, "Kamu nggak usah khawatir, dari awal aku mengajar disekolah, hubungan aku sama dia cuma temen baik kok." "Aku percaya sama kamu." Gabriel tersenyum, dia lalu menarik pinggang Renatta hingga tubuh mereka saling menempel. Gabriel memiringkan kepalanya, dia lalu mendekatkan wajahnya hendak mencium Renatta. Namun saat wajahnya hanya berjarak 2 cm dengan wajah Renatta, Renatta menginjak kaki Gabriel. Otomatis Gabriel melepaskan tangannya di pinggang Renatta. Renatta menjulurkan lidahnya mengejek Gabriel. Gabriel tersenyum jail, dia berganti menggelitiki Renatta. Malam itu, mereka sangat bahagia merayakan Anniversary-nya. Flashback off! Rasa sakit dan kecewa kembali tertancap dihati Gabriel, saat dia tersadar dari lamunannya. Gabriel sadar bahwa kini semuanya sudah berubah. Kebahagiaan seperti itu sudah tidak ada lagi. Gabriel menghela nafas berat, lalu berjalan ke tempat lain... *** "Maaf, saya nggak sengaja!" Renatta tidak sengaja menabrak seorang laki-laki saat dia tengah mengambil gambar dengan kameranya. Laki-laki itu menatap tubuh Renatta dari atas sampai bawah membuat Renatta risih karena laki-laki itu terkesan m***m. Renatta memutuskan untuk pergi dari sana. Sayangnya, Renatta merasa tangannya tertarik, laki-laki itu menarik tangannya, "Kamu mau kemana? Kamu harus tanggung jawab karena udah nabrak saya." "Tapi saya tidak sengaja. Saya juga udah minta maaf." "Minta maaf aja nggak cukup, kamu harus temani saya." Renatta merasa sakit karena laki-laki itu mencekal tangannya sangat erat, Renatta tidak bisa melepaskannya. "Lepasin saya!" "Nggak, kamu harus temani saya dulu." "Lepasin!" Laki-laki itu tidak mau melepaskannya, dia justru menarik tangan Renatta dan hendak membawanya pergi. "Lepasin saya!" Renatta terus meronta-ronta berusaha untuk pergi dari sana. "Lo budeg! Dia udah bilang buat dilepasin, tapi lo nggak mau lepasin dia." Renatta menoleh ke asal suara, dia tersenyum melihat Gabriel datang. Gabriel pasti datang untuk menyelamatkannya dari orang asing itu. "Gabriel?" "Kamu siapa?" Gabriel berjalan dengan santai mendekati mereka, tangannya dimasukkan ke dalan saku celananya. Gabriel menyeringai, "Nggak penting gue siapa. Gue nggak mau sampai ada keribuatan disini, jadi lepasin dia!" Laki-laki itu melepaskan tangan Renatta, dia lalu pergi begitu saja. Setelah pergi, Renatta mendekati Gabriel, "Terima kasih Gab, kamu udah nyelamatin aku dari laki-laki itu." "Siapa bilang gue nyelamatin lo?" Gabriel tersenyum miring, dia lalu pergi. Namun Renatta mencegahnya, "Gabriel, tunggu!" Gabriel tidak menanggapinya, dia terus berjalan. Renatta mengikutinya dari belakang, "Aku nggak nyangka kamu datang kesini juga Gab." "Ini tempat umum, siapapun boleh datang kesini." Gabriel mendadak berhenti, Renatta juga ikut berhenti. Gabriel menoleh, "Kenapa lo ngikutin gue?" "Aku takut, orang itu datang lagi." "Kenapa lo pergi ke tempat sepi? Disini banyak tempat ramai, kenapa lo nggak kesana aja hah?" Fyi, Gabriel lebih memilih tempat yang sepi, jadi dia pergi ke tempat itu. Disana Gabriel mendengar suara seseorang, suara yang tidak asing untuknya. Ternyata memang benar, Gabriel melihat Renatta sedang dipaksa oleh seorang laki-laki. Awalnya Gabriel ingin membiarkan Renatta, tapi hati kecilnya tergugah untuk membantunya. Gabriel tidak tahan melihat Renatta ditarik paksa, Gabriel lalu memutuskan untuk menyelamatkannya. "Disana pemandangannya bagus, aku cuma mau mengambil gambar." Gabriel menurunkan pandangannya, dia melihat Renatta membawa kamera. Gabriel masih ingat, kamera itu adalah kamera yang Gabriel berikan untuk Renatta dulu. Kamera itu menyimpan banyak kenangan indah mereka. Foto-foto mereka, diabadikan didalam kamera tersebut. "Ternyata lo masih nyimpen kamera itu. Gue pikir, lo udah membuangnya." Renatta mengangkat kameranya, tersenyum seraya berkata, "Hm, aku akan selalu nyimpen ini, dan aku nggak mungkin buang kamera ini. Aku juga masih nyimpen file-file kita disini." Jujur, Gabriel senang karena Renatta masih menyimpan kenangan mereka berdua. "Kamu sendiri, ngapain disini?" "Gue bosen dirumah." Renatta mengangguk-anggukkan kepalanya. Mereka saling diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Renatta masih ingat jelas kenangan mereka ditaman ini. Apa mungkin Gabriel juga masih mengingatnya? Tidak, Gabriel membencinya, Gabriel pasti sudah melupakannya. Pikir Renatta. "Gimana hubungan kamu sama Chelsea?" "Baik." "Aku harap itu bener. Chelsea sangat cinta sama kamu Gab, aku harap kamu nggak nyakitin dia." "Kenapa kamu berpikir aku bakal nyakitin Chelsea?" "Karena aku tau, kamu nggak bener-bener cinta sama Chelsea. Kamu pacaran sama Chelsea bukan karena kamu suka sama dia, tapi karena kamu cuma jadiin Chelsea sebagai pelampiasan kamu." Gabriel menarik satu sudut bibirnya, dia berkata dengan tenang, "Alasan gue pacaran sama Chelsea karena sebagai pelampiasan atau nggaknya itu urusan gue. Lo nggak berhak ikut campur." "Aku tau, aku cuma mau ingetin kamu. Aku sama Chelsea sama-sama perempuan, jadi aku tau gimana perasaan Chelsea. Dan satu lagi, mama kamu juga perempuan." Renatta hanya ingin Gabriel tidak melakukan tindakan yang akan menyakiti banyak orang lagi. Gabriel harus tau kalau apa yang dilakukan akan berakibat buruk. Renatta berharap, Gabriel secepatnya bisa menerima takdir yang sudah Tuhan berikan untuknya. "Gimana sama luka lo?" Gabriel teringat dengan memar di lengan Renatta. "Udah nggak papa kok." "Gue ingetin satu hal, kalo gue lagi mabuk, sebaiknya lo jangan deket-deket gue. Gue nggak mau sampai kejadian itu terulang lagi. Gue juga nggak mau papa sampai marah sama gue karena istri tercintanya terluka." Renatta tersenyum tipis, Gabriel sedang menyindirnya. Tapi Renatta juga bisa merasakan kalau Gabriel benar-benar mengkhawatirkannya. "Papa kamu marah bukan cuma karena itu, tapi papa kamu marah karena kamu nggak mau nurutin perintahnya. Mas Revan hanya ingin kamu berhenti mabuk-mabukan tapi kamu kamu tetap aja mabuk. Itu yang membuat Mas Revan semakin marah sama kamu." "Kalo aja malam itu kamu mau menuruti perintah Mas Revan, hal ini nggak akan terjadi." Gabriel terdiam, malam itu Gabriel masih tidak bisa mengontrol emosinya, karena itu dia melampiaskannya pada minuman. Gabriel tidak tau dengan cara apa dia melupakan masalahnya walaupun sebenarnya minum tidak akan membuat masalahnya selesai, tapi setidaknya Gabriel bisa melupakannya untuk sejenak. "Gab, kamu harus janji, jangan mabuk-mabuk lagi. Aku yakin, mama kamu pasti akan mengatakan hal yang sama kalau aja dia masih ada disini."

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD