Episode 11

1929 Words
Sesuai janjinya, Gabriel kini akan melakukan pekerjaanya, yaitu menjadi fotografer Renitta. Gabriel keluar dari kamar, saat berada di ruang tamu Grace memanggilnya, "Gabriel, kamu mau kemana? Bukannya hari ini kamu libur kuliah?" "Gabriel ada urusan sebentar ma. Gabriel pergi dulu ya.." "Tunggu Gabriel!" Bukan Grace yang memanggilnya, tapi Revan. "Ada apa?" "Hari ini papa mau mengajak mama liburan ke villa kita di puncak, kamu pulang cepet ya, biar kita bisa pergi sama-sama." Sejak Gabriel SMP, untuk pertama kalinya Revan kembali mengajaknya pergi liburan. "Kenapa tiba-tiba papa ngajak aku sama mama liburan? Apa ada sesuatu yang papa sembunyikan dari kita?" Ucap Gabriel mencurigai Revan. "Gabriel! Kenapa kamu berkata seperti itu nak? Papa cuma ingin ngajak kita liburan." "Gabriel, anggap aja papa mau nebus kesalahan papa karena nggak pernah ada waktu untuk kalian." Ucap Revan pelan. Gabriel tersenyum miring, "Nebus kesalahan? Kesalahan yang mana maksud papa? Ada banyak kesalahan yang papa lakuin, dan aku nggak tau kesalahan yang mana yang papa bicarain." "Gabriel cukup! Kamu mau ikut atau nggak ikut bilang aja, jangan nuduh papa kamu seperti itu." Grace membela suaminya. Gabriel sudah keterlaluan. Gabriel menghela nafas, dia tidak mungkin membiarkan ibunya pergi berdua saja dengan ayahnya. Gabriel lalu mengangguk, "Oke, Gabriel ikut. Kalo gitu, Gabriel pergi dulu." Gabriel pergi dari rumah, dia langsung bergegas menjalankan motornya. Sebelum pergi ke lokasi yang mereka sepakati, Gabriel lebih dulu pergi ke rumah Renatta. Ya, Gabriel ingin Renatta menemaninya bekerja. Gabriel butuh penyemangat agar pekerjaannya berjalan lancar. Gabriel memarkirkan motornya ketika sampai di depan rumah Renatta. Gabriel lalu mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka, muncul sosok Renatta di sana. "Gabriel? Kenapa kamu datang kesini? Bukannya hari ini kamu ada pemotretan dengan Renitta?" "Aku kesini mau jemput kamu." "Jemput aku? Untuk apa?" "Aku ingin kamu temani aku kerja. Renatta, ini pertama kalinya aku kerja buat orang lain, jadi aku butuh kamu untuk jadi penyemangat aku. Takutnya, aku gerogi dan ngecewain banyak orang." "Tapi Gabriel, saya nggak bisa." "Kenapa? Aku bener-bener butuh kamu Ren. Anggap aja aku memohon sama kamu." Renatta akhirnya mengangguk, Gabriel tersenyum senang. "Kalo gitu, saya siap-siap dulu." Setelah Renatta bersiap-siap, mereka langsung menuju lokasi. Butuh waktu 1 jam untuk mereka sampai di foto studio. Saat melihat Gabriel datang, Renitta langsung menyapanya, "Gabriel, kamu udah datang?" "Iya kak. Maaf lama, soalnya tadi sempet kesasar." "Nggak papa. Kamu pasti capek kan? Ayo duduk dulu." Gabriel lalu duduk di sofa, Renitta mengambilkan minum untuk Gabriel. Renitta lalu kembali dengan membawa minuman untuk Gabriel. "Minum dulu.." "Terima kasih." Renitta duduk di samping Gabriel. Renitta tersenyum dan merasa bahagia karena Gabriel benar-benar datang. Gabriel menggerakkan lehernya yang sedikit pegal, Renitta yang melihatnya langsung memijat leher Gabriel. Gabriel tersentak saat tangan Renitta menyentuh lehernya. "Maaf, aku cuma mau pijit kamu, kamu keliatan capek banget." "Nggak usah kak, aku nggak papa." "Nggak papa Gabriel, kamu nggak perlu sungkan." "Tap--" Renitta tetap memijat leher Gabriel, dan Gabriel membiarkannya. Renatta masuk ke foto studio, tadi dia sempat pergi ke kamar mandi lebih dulu. Renatta membiarkan Gabriel masuk lebih dulu. Namun saat Renatta masuk, Renatta terdiam saat melihat pemandangan di depannya. Renitta sedang memijat Gabriel, mereka sangat dekat. Gabriel yang melihat Renatta datang, dia lantas menjauhkan tubuhnya dari Renitta. Renitta menoleh ke arah Renatta, "Kak Renatta?" Renatta mendekati mereka berdua, Renitta langsung bertanya, "Kak Renatta kenapa datang kesini?" "Aku yang minta Renatta buat nemenin aku." Ucap Gabriel. "Kamu yang minta Kak Renatta datang kesini? Kenapa Gabriel?" "Ini pertama kalinya aku kerja untuk orang lain, aku ingin Renatta ada disini sebagai penyemangat aku." Jawab Gabriel seraya tersenyum menatap Renatta. Renitta menatap kakaknya yang tersipu, ada rasa kesal di hatinya saat Gabriel mengatakan hal itu. Renitta penasaran, sebenarnya apa yang Gabriel rasakan pada Renatta? Apa benar Renatta benar-benar tidak punya perasaan apapun pada Gabriel? Gabriel memegang tangan Renatta, lalu membawanya untuk duduk bersama. "Bisa tolong pijetin aku? Leher aku pegel banget karena nyetir." "Bukannya Renitta udah pijetin kamu tadi?" Tanya Renatta dengan nada ketus. "Tapi aku lebih suka di pijet sama kamu." Renatta berdecak, dia lalu menuruti permintaan Gabriel untuk memijatnya. Gabriel tersenyum, rasanya sangat nyaman, berbeda saat Renitta memijatnya tadi. "Pijatan kamu ternyata enak ya. Kamu kayaknya berbakat jadi tukang pijet." Ucap Gabriel menggoda Renatta. "Memangnya kenapa kalo jadi tukang pijet? Apapun pekerjaannya asal baik, itu harus disyukuri." "Iya aku tau. Tapi aku yakin, kalo kamu jadi tukang pijet, kamu pasti punya banyak pelanggan. Termasuk aku, setiap hari aku pasti datang untuk minta pijet." Renatta mencubit leher Gabriel, membuat Gabriel meringis kesakitan, "Kenapa kamu nyubit leher aku, hm?" Renatta hanya tersenyum. "Renatta?" "Hm?" "Kalo kamu udah nikah, suami kamu pasti bahagia punya istri seperti kamu." "Kenapa?" "Karena kamu itu cantik, selain itu kamu juga penyayang. Kamu juga sangat menyukai anak kecil, kalo nantinya kamu punya anak, kamu pasti bisa menjaga mereka dengan sangat baik. Kamu itu, calon istri dan calon ibu yang sempurna, menurut aku." "Nggak ada manusia yang sempurna. Dan saya nggak merasa itu, saya bahkan merasa kalo saya punya banyak kekurangan." "Ya, semua orang pasti punya kekurangan, tapi kamu bisa menutupi kekurangan kamu dengan menggunakan kelebihan kamu sehingga membuat orang tidak bisa melihat kekurangan kamu." Mereka lalu mengobrol lebih banyak lagi. Renitta hanya bisa menatap mereka dengan tatapan tidak suka. Jika saja Renatta tidak datang, dia pasti bisa berdua dengan Gabriel. "Renitta, silahkan masuk." Ucap salah satu staff yang akan merias Renitta. Dengan perasaan kesal, Renitta masuk ke ruang rias. 2 jam kemudian, Renitta keluar dengan penampilan yang berbeda. Tak di pungkiri, Renitta memang sangat cantik dan mempunyai bentuk tubuh sempurna, itu sebabnya Renitta dipilih untuk menjadi model iklan di perusahaannya. Keseharian Renitta memang berbeda dengan Renatta. Renitta sangat memperhatikan penampilannya, dia pandai merias wajahnya. Sedangkan Renatta, dia tidak terlalu memikirkan hal itu, dia hanya ingin tampil apa adanya. Gabriel menatap kagum dengan penampilan Renitta hari ini. Renatta sendiri juga speechless melihat adiknya sangat cantik. Renatta menatap Gabriel yang tengah terdiam menatap Renitta. Renitta berjalan mendekati Renatta dan Gabriel. "Nitta, kamu cantik banget hari ini." "Makasih. Gabriel, gimana penampilan aku hari ini?" "Seperti yang Renatta bilang, kamu cantik kak." "Jangan panggil aku kak, panggil aja Renitta atau Nitta, seperti kamu panggil Kak Renatta." Gabriel mengangguk, "Iya." Renitta tersenyum, dia berjalan ke tempat pemotretan. "Semuanya udah siap?" Ucap seorang laki-laki. Renatta melihat Gabriel yang tengah gugup, dia memegang tangan Gabriel lalu berkata, "Kamu harus fokus, kamu pasti bisa. Kamu juga harus percaya diri, yakin kalo hasil jeperetan kamu pasti bagus." Gabriel tersenyum seraya mengangguk, dia mengelus tangan Renatta, "Terima kasih, kalo kamu udah bilang gini, aku pasti akan lebih percaya diri." Renatta merasakan tangan Gabriel memegang erat tangannya, dia langsung melepaskan tangannya, "Lebih baik kamu kesana, mereka semua udah nungguin kamu." Renatta kembali duduk di sofa, Gabriel lalu mulai bekerja. Renatta menatap ke arah Gabriel yang sudah mulai memotret Renatta. Gabriel terlihat sangat tampan saat melakukan hobinya itu. Akhirnya setelah beberapa jam, mereka selesai melakukan sesi pemotretan. Gabriel berjalan ke sofa, dimana Renatta sedang duduk disana. Renatta memberikan air mineral untuk Gabriel, dia bertanya, "Gimana tadi? Menyenangkan kan?" Gabriel mengangguk, "Hm, semoga aja hasilnya nggak mengecewakan." "Bukannya saya udah bilang, percaya diri lah." "Iya iya." Renitta yang sudah selesai berganti pakaian, dia lantas mendekati Gabriel, "Gabriel, aku nggak nyangka, hasil jepretan kamu bener-bener bagus." "Oh ya?" "Iya, kamu terlihat seperti fotografer profesional." "Terima kasih." Renitta memberikan amplop cokelat untuk Gabriel, "Ini bayaran kamu buat hari ini." "Bayaran?" "Iya. Kamu kan udah kerja untuk aku hari ini. Jadi, kamu berhak dapat bayaran." "Nggak perlu, aku senang bisa bantu." "Nggak bisa Gabriel, kamu kan kerja, jadi kamu harus terima ini." Karena Renitta memaksa, Gabriel lalu menerimanya dan mengucapkan terima kasih. "Kalo udah nggak ada apa-apa lagi, aku permisi pulang dulu." Gabriel menggandeng tangan Renatta, "Ayo, kita pulang." "Gabriel, kamu pulang aja, saya pulang nanti sama Renitta." "Renatta, kita datang sama-sama, jadi kita juga harus pulang sama-sama. Lagi pula, ada hal yang mau aku bicarain dulu sama kamu." "Tapi Gab--" Gabriel lebih dulu menarik tangan Renatta dan pergi dari sana. Renitta mengepalkan tangannya kesal. Gabriel dan Renatta dalam perjalanan pulang. "Gabriel, memangnya apa yang mau kamu bicarain sama saya?" "Aku mau ajak kamu liburan ke puncak." "Hah?! Emangnya kamu udah tanya, saya mau atau nggak? Kenapa tiba-tiba kamu mau bawa saya ke puncak hah?" "Belum, tapi aku tau kalo kamu mau ikut." "Kenapa kamu sangat yakin? Saya nggak mau kemana-mana Gabriel, saya mau pulang." "Gabriel, berhenti! Turunin saya disini." "Nggak." "Gabriel, kamu udah janji untuk nggak ngelakuin ini lagi. Maksa saya seakan saya itu pacar kamu yang harus nurutin semua mau kamu. Apa kamu udah lupa?!" Renatta berbicara dengan nada marah. Gabriel langsung mengehentikan motornya, dia menepi di pinggir jalan. Renatta langsung turun dan hendak pergi sendiri. Gabriel lantas menyusulnya, dia mencegah Renatta. "Renatta?!" Gabriel menarik tangan Renatta. "Tolong biarin saya pulang." "Oke, aku minta maaf karena nggak bilang ini sebelumnya. Maaf juga karena udah maksa kamu." Renatta menarik paksa tangannya, menyilangkan tangannya di depan d**a. "Aku cuma ingin mengenalkan kamu sama orang tua aku. Kebetulan hari ini mereka mau liburan ke puncak selama 2 hari." "Renatta, kamu mau kan ikut kita liburan? Mama ingin bertemu sama kamu. Aku yakin, mama akan senang kalo kamu ikut sama kita. Mama aku sakit-sakitan, kalo aku bisa liat mama bahagia, aku pasti akan sangat lebih bahagia." Renatta menghela nafas, dia lalu mengangguk, "Oke, saya akan ikut. Tapi saya mau pulang, saya harus ijin dulu sama ibu. Kalo ibu saya nggak ijinin, saya minta maaf karena nggak bisa ikut sama kamu." Gabriele mengangguk, "Setuju! Ayo naik, aku antarin kamu pulang." Mereka kembali naik ke motor, Gabriel lalu mengantarkan Renatta pulang lebih dulu. ******* Gabriel pulang dengan perasaan kecewa, karena Renatta tidak diijinkan ibunya untuk pergi ke rumahnya dengan alasan Renatta harus membantu ibunya. "Gabriel, kenapa kamu keliatan lemes gitu, hm?" "Tadi Gabriel ngajak Renatta untuk ikut liburan sama kita ma, tapi Ibunya nggak ngijinin." "Mereka pasti punya alasan kan kenapa Renatta nggak bisa ikut?" Gabriel mengangguk, Grace mengelus punggung Gabriel, "Sudahlah Gab, lain kali kamu ajak Renatta lagi, mungkin saat itu Renatta bisa ikut sama kamu." "Gabriel, ke kamar dulu ma." "Iya." Beberapa menit kemudian Gabriel keluar dari kamar setelah mandi. Gabriel lalu pergi ke kamar ibunya. Gabriel ingin mengatakan kalo dia tidak jadi ikut liburan. Gabriel ingin orang tuanya menghabiskan waktu berdua saja. Grace pasti akan bahagia, karena ini adalah keingiannya dari dulu. Gabriel tidak ingin mengganggu mereka. Di kamar, Gabriel melihat ibunya sedang berbaring. "Mama, mama kok nggak siap-siap, katanya papa mau ajak mama liburan." Gabriel duduk di sisi ranjang, "Papa mana?" "Papa pergi." "Pergi kemana?" "Tadi waktu kamu pergi, orang kantor menelepon papa, katanya ada keadaan darurat di kantor. Jadi papa pergi ke sana, dan membatalkan acara liburan kita." Gabriel langsung berdiri dengan perasaan marah sekaligus kecewa. Kejadian ini sudah terjadi berulang kali, tapi kali ini Gabriel sudah tidak bisa menahannya. "Kenapa mama diam aja?! Harusnya mama ngelarang papa." "Mama nggak bisa larang papa kamu. Mungkin aja disana lagi butuh bantuan papa." "Papa bener-bener udah keterlaluan ma. Sekarang mama tau kan kalo papa selalu menomorsatukan pekerjaannya. Papa bahkan nggak pernah mikirin perasaan mama. Tapi kenapa mama selalu aja belain papa? Lihat sekarang, papa aja nggak peduli sama mama, gimana mungkin mama bisa peduli sama papa?!" Revan sudah menghancurkan hati ibunya, memberinya harapan palsu. Dan sekarang laki-laki itu pergi tanpa rasa bersalah? "Gabriel, mama nggak papa kok. Lain kali pasti papa nepatin janjinya." "Gabriel udah nggak percaya lagi sama papa. Gabriel bahkan nggak tau, apa Gabriel masih menganggap dia papa atau nggak." Gabriel merasa kalo Revan bukanlah ayahnya. Revan sudah berulang kali membuatnya kecewa. Revan bahkan bukan suami yang baik untuk ibunya. Gabriel bahkan mulai meragukan, kesetiaan Revan pada ibunya. Apa mungkin ayahnya punya wanita lain? *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD