Miyuki Shiba adalah seorang gadis Jepang yang lahir dan dibesarkan di Kyoto. Ia termasuk gadis yang lincah dan ceria. Malah banyak teman-temannya mengatakan bahwa ia gadis yang genit. Miyuki sangat suka berpakaian mencolok dan selalu mengikuti perkembangan fashion. Para murid perempuan tidak mau bergaul terlalu akrab dengannya. Sebenarnya, Miyuki adalah gadis yang baik dan hanya merasa kesepian sehingga ia lebih akrab dengan teman-teman prianya. Banyak gosip buruk beredar tentangnya. Tapi, hal itu tidak diperdulikannya. Jika ada orang yang menggunjingkannya, ia dengan cepat akan melepaskan kekesalannya dengan berenang. Gadis itu sangat menyukai air karena ia tumbuh di lingkungan sekitar pantai. Ia sanggup berenang dan bermain-main di air dalam waktu yang lama hingga ia lupa diri.
“Aa, aku bosan sekali.” keluhnya sambil terus berjalan di sekitar pertokoan. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di pusat perbelanjaan sambil melihat perkembangan fashion. Miyuki sebenarnya bercita-cita ingin menjadi fashion designer. Ia telah banyak membuat rancangan dan menjahit pakaiannya sendiri. Dan itulah yang membuatnya berbeda dari orang lain.
Miyuki akhirnya memutuskan untuk mampir ke sebuah perpustakaan umum untuk meminjam buku keterampilan menjahit. Tempat itu sangat sunyi hingga Miyuki merasa segan untuk berjalan dengan menimbulkan suara sepatunya.
Ia menyusuri rak-rak buku tua dan mengambil beberapa buku yang menarik minatnya. Walau suka bermain-main, tapi Miyuki termasuk gadis yang suka membaca. Ia berjalan kembali ke sudut perpustakaan dan menyusuri judul-judul buku dengan jari tangannya. Tiba-tiba, tertangkap olehnya sebuah buku yang menarik rasa penasarannya. Ia menunduk ke bagian rak paling bawah. Sebuah buku berwarna krim besar disisipkan di antara buku-buku bersampul hitam. Dijulurkannya tangannya untuk meraih buku itu. Secercah perasaan hangat menyelimuti dirinya. Dengan berdegup kencang ia menarik buku itu keluar dari raknya. Tulisan Treasure of the Earth yang berwarna hitam menghiasi sampulnya dengan sangat jelas.
“Sepertinya buku petualangan.” gumamnya dan bola matanya berbinar-binar berminat untuk membuka lembarannya.
Miyuki membalik halaman pertama buku itu dan sedikit terbatuk karena banyak debu beterbangan dari setiap halamannya. Tidak ada nama pengarang pada buku itu dan hal itu semakin mengusik rasa penasaran Miyuki.
Jauh di dalam tanah...
terdapat sebuah tempat yang tidak pernah terbayang olehmu.
Pusat Bumi.
Sebuah tempat untuk mengabulkan permohonanmu.
Carilah gerbang masuk menuju ke sana jika kau memang “Sang Terpilih”.
Kuberikan padamu petunjuk untuk mencari gerbangnya.
Jika kau berniat mencarinya, berjanjilah padaku dan aku akan mengizinkanmu membalik halaman ini.
Jika tidak, tinggalkanlah aku segera
Miyuki mengangkat sebelah alisnya setelah membaca paragraf pada lembaran pertama itu. Ia berpikir orang bodoh mana yang akan menuruti perintah sebuah buku. Dengan cuek, gadis itu membalik halamannya lagi. Ia tertegun sejenak karena lembaran berikutnya tidak bisa dibuka sama sekali. Jari-jarinya langsung mencoba untuk membalik halaman manapun dari buku itu. Tetap saja tidak bisa dibalik. Raut wajahnya langsung berubah menjadi serius dan ia menggantungkan buku itu dengan memegang sampul depan dan belakangnya. Hanya lembaran pertama yang terpisah dari lembaran lainnya. Apa buku ini di lem ? pikir Miyuki dan ia kembali mengamati bagian yang tidak bisa dibalik.
Karena rasa penasaran yang kuat, gadis itu membaca kembali paragraf pada lembaran pertama yang sebelumnya telah dibacanya. Ia mengulang beberapa bagian sambil berpikir. Remaja itu berhenti pada kalimat “berjanjilah padaku” dan ia merenung sejenak.
“Bagaimana caranya berjanji pada sebuah buku ?” gumamnya dengan mengernyit. Tapi, kemudian terlintas di pikirannya sebuah pikiran gila. Ia mendengus dan beranggapan bahwa ia memang sudah tidak normal dengan berbicara pada sebuah buku.
Miyuki menarik napas panjang dan meletakkan kedua jarinya pada lembaran pertama tadi seperti orang yang sedang bersumpah. Ia memejamkan mata dan mulai berkata pada buku itu.
“Aku berjanji aku berniat mencarinya.” katanya dan ia langsung membuka matanya untuk melihat perubahan pada buku itu.
Semenit, dua menit berlalu. Tidak ada yang terjadi pada buku itu. Miyuki yang sedari tadi telah membelalakkan matanya untuk melihat apa yang akan terjadi pun pasrah dan menyerah untuk membuka lembaran buku itu. Diletakkannya buku itu dengan posisi masih terbuka di rak di depannya sambil menghela napas panjang kembali. Ia hampir berbalik meninggalkan buku itu, namun tiba-tiba ada cahaya yang tertangkap oleh ekor matanya. Ia kembali memandang buku itu dan dengan terkejut ia menyaksikan buku itu bercahaya. Tidak terlalu terang untuk menarik pengunjung pepustakaan itu melihat ke sana. Miyuki melangkahkan kakinya mendekati buku itu lagi.
Dengan perlahan, gadis itu meraih buku tua itu. Hatinya berdegup kencang dan berharap akan adanya sebuah sihir yang menarik. Jari-jarinya mulai basah karena keringat dan ia mencoba kembali untuk membalik halaman pertama itu.
Terbuka ! Buku itu telah mengizinkan Miyuki untuk membaca kelanjutan dari dirinya. Miyuki menajamkan matanya untuk membaca paragraf pada lembaran kedua itu. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki dari balik rak buku di depannya.
“Maaf, nona. Kami sudah mau tutup.” seorang wanita berperawakan tegas mengingatkannya. Miyuki yang terlonjak kaget langsung dengan cepat menutup buku yang dipegangnya.
“Ah, gomenasai. Apa aku masih bisa meminjam buku ?” tanyanya dengan cepat tanpa berpikir panjang. “Masih sempat. Silahkan ke bagian peminjaman.” jawab wanita itu pendek dan langsung meninggalkan Miyuki untuk memberitahu pengunjung lainnya.
Miyuki langsung menyelesaikan urusannya untuk meminjam buku itu dan dengan sangat antusias ia pulang ke rumahnya. Tanpa berkata apa-apa pada ibunya yang telah menyambutnya di depan, gadis itu langsung naik ke kamarnya di lantai dua. Ia melemparkan tas dan jaketnya sembarangan di atas meja belajar dan langsung duduk di atas ranjangnya dengan memegang buku Treasure of the Earth itu. Sambil berharap bahwa lembaran keduanya masih akan membuka untuknya, Miyuki langsung membuka buku itu dan ternyata ia masih bisa membaliknya.
Kuberikan padamu petunjuk yang telah kujanjikan.
Dengan mengusik rasa penasaranmu,
pergilah ke tempat dimana kau tidak bisa mendengar suara manusia.
Ke tempat yang hanya diisi oleh lantunan nada makhluk-makhluk yang bisa hidup di dalamnya.
Dengan penanda 'hal yang tak lazim' berada di tempat itu,
maka kau telah berada pada tempat yang tepat.
Buatlah tanda bintang sebesar cahaya di atasmu dengan apapun yang kau temukan.
Lalu bubuhkan tanda dirimu pada bagian tengahnya.
Berusahalah untuk mendapatkan “dirimu yang lain” dan bersatu dengannya.
Jika kau berhasil, seekor makhluk dongeng akan menjemputmu menuju Pusat Bumi.
Sebelum kau menyelesaikannya, kau tidak akan bisa membalik halaman berikutnya.
Miyuki benar-benar sangat berminat untuk mencari tempat yang dimaksud buku itu. Hatinya tergoda untuk melakukan petualangan. Walaupun mungkin saja buku itu berbohong, tetap saja ia ingin mencoba memecahkan teka-tekinya setelah melihat lembaran kedua yang berhasil dibukanya dengan ajaib.
Ia mencoba sekali lagi membalik halaman berikutnya dan sama seperti sebelumnya, halaman itu terkunci rapat. Dengan lesu, ia menutup buku itu. Terdengar bunyi gemerincing begitu ia menutup sampul depannya. Miyuki menunduk memandang buku itu lagi. Ada sesuatu yang terselip di bagian tulang buku. Dicobanya untuk menarik benda itu keluar. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Gadis itu meraih ponselnya di meja dan menemukan nama 'Kenichi' di layarnya. Dengan cepat diangkatnya sambil masih memegang buku itu.
“Ah, Ken-chan, gomen ne. Malam ini aku ada urusan, besok saja kita bertemu.” kata Miyuki langsung. Ia masih berusaha untuk meraih benda terselip itu.
“Eee...tadi kau yang minta bertemu, malah sekarang kau yang ada urusan.” gerutu Kenichi dari seberang. “Aduh, Aku minta maaf ya...Ini benar-benar penting. Aku janji nanti akan kuganti di lain hari, okay ?” bujuknya. Terdengar nada sebal jawaban dari Kenichi. Tidak berapa lama, Miyuki telah mematikan ponselnya dan kembali beralih ke buku Treasure Of the Earth. Dengan susah payah, Miyuki berusaha agar tidak merusak benda itu yang rupanya dibungkus oleh perkamen.
Ukuran benda itu hanya setengah dari telapak tangan remaja itu. Ia mengamatinya sebelum mencoba untuk membukanya. Sebuah kunci berwarna perak dengan gerigi model kuno dan berhiaskan rantai kecil. Dipandanginya lekat-lekat kunci itu dan ia menemukan ada ukiran di sana.
“A key to Earutsu Gatesu...” gumamnya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata. Tulisan sebenarnya pada kunci itu adalah 'A Key to Earth Gate'. Memang Miyuki kesulitan dalam melafalkan bahasa Inggris karena itulah satu-satunya pelajaran yang paling dibencinya.
Gadis itu bergerak menuju lemari bukunya untuk mencari kamus. Hanya sebaris kalimat pendek seperti itu, membuatnya harus membalik-balik halaman kamus selama lima menit. Setelah mengerti maksudnya, ia memandangi kunci itu lagi, tidak tahu harus berbuat apa-apa.
“Dimana aku harus mencari tempat yang dimaksud ?” gumamnya sambil berbaring di ranjangnya yang penuh dengan boneka rajutan tangan.
Tidak berapa lama, ia tertidur dengan pulas dan bermimpi bahwa sekelilingnya berubah menjadi biru.