Banu sudah selesai dengan seragam Pilotnya, dan dia terlihat begitu tampan. Mamanya melihatnya dari pintu kamar yang terbuka dan wanita cantik yang melahirkan Banu itu tersenyum.
"Anak Mama sudah rapi dan tampan"
Banu menoleh dan tersenyum.
"Mama bisa aja sih, Papa mana Ma?"
"Papa sudah ke kantor. Ada rapat penting katanya. Banu Mama mau tanya sesuatu boleh kan?"
"Apa ma?" Banu melihat gelagat Mama nya yang sepertinya aneh.
"Banu, kamu gak suka gitu-gituan kan sama Pramugari-Pramugari disana?"
Banu tertawa mendengar pertanyaan Mamanya. Tapi tidak mungkin kan dia berkata jujur, kalau dia pernah beberapa kali melakukan gitu-gituan yang dimaksud Mamanya. Tapi Banu tidak pernah benar-benar melakukannya. Hanya sekedar belai-membelai.
"Ma, kenapa Mama bertanya seperti itu. Hahahaha, Mama tenang aja ya, Banu gak akan buat yang macem-macem kok."
"Baiklah, tapi Mama harap kamu punya pacar yang memang bener kamu mau bawa nikah. Kamu tahu, Mama merasa kesepian dirumah ini. Apalagi setelah Bella menikah." Banu mencium telapak tangan mamanya ini. Dia benar-benar sangat mencintai wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya ini.
" kamu kali ini terbang keluar Negri lagi?"
Banu menggeleng dan tersenyum. Dia berjalan mengambil kopernya yang sudah dia siapkan tadi malam.
"Enggak Ma, cuma terbang dari Jakarta ke Pontianak. Setelah itu ke Bali. Dan jika tidak ada halangan Banu akan menikmati hari libur Banu di Bali."
"Jamu sama siapa di Bali?"
"Sama temen Ma, mungkin Mas Bian juga bakal ikut kalau jadi."
"Ya sudah hati-hati. Jangan ganjen sama Perempuan-Perempuan disana ya."
Banu mengangguk dan mencium pipi juga tangan Mamanya itu.
Tak lama Banu berangkat dari rumah dan diantar supir keluarga mereka. Mamanya yang melihat kepergian Banu hanya bisa mendoakan keselamatan anaknya itu.
Terkadang Bianca kasihan kepada suaminya yang masih mengurus perusahaan sendiri. Sedangkan kedua anak mereka sama sekali tidak berminat dibidang bisnis.
Untungnya ada Bian dan Brian yang selalu membantu suaminya itu. Meski Brian seorang musisi tapi Brian tetap masih aktif mengurus semua perusahaan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.
****
Banu membaca beberapa data penting yang biasa dia dan Pilot lainnya periksa sebelum melakukan tugasnya. Lalu setelah selesai Banu berkumpul lagi bersama beberapa awak kabin dan Pilot yang akan bertugas bersamanya.
"Sudah siap kamu Banu?"
Tanya seorang Pria yang lebih tua sekitar lima tahun dari Banu itu.
"Sudah capt, captain sendiri gimana? Udah siap ninggalin yang dirumah.?"
Banu tertawa bersama captain Indra senior nya itu sambil berjalan menuju pesawat.
Banu terkadang juga berpikir kapan dia akan memiliki seseorang wanita yang menantinya dirumah selain Mama nya. Bukan dia tidak laku, banyak yang mengantri untuknya. Hanya saja dia tidak mungkin asal pilih, dia ingin sosok yang cantik pastinya dan juga pintar memasak. Satu lagi kriteria Banu adalah wanita itu harus seksi dan setia.
Masalahnya kalau kata Brian, jaman sekarang jarang ada semua paket komplit yang diinginkan Banu itu ada.
Cantik tapi tidak bisa memasak. Bisa memasak tapi tidak seksi. Dan yang setia tidak seksi. Banu kembali fokus berjalan. Dia sempat tersenyum sendiri memikirkan kriteria yang dia inginkan tadi.
Seorang Pramugari memberikannya sebuah kotak hadiah berukuran sedang saat dia akan memasuki pesawat.
" Capt, saya harap anda suka dengan yang saya berikan."
" Loh, tapi saya tidak sedang ulang tahun atau menang lomba loh." kata Banu membuat Pramugari dengan nama Maya itu tersenyum malu.
" ehm.. Itu saya hanya ingin memberikannya saja Capt."
"Baiklah, terimakasih." Banu memakai lagi kaca matanya dan pergi dengan senyuman yang mampu membuat kesemua Pramugari yang melihatnya meleleh.
Siapa yang tidak kenal dengan Banu Anggara Jayker. Paket komplit untuk dijadikan calon suami. Tampan, memiliki tubuh atletis, mapan dan juga kaya raya karena salah satu pewaris dari kerajaan Bisnis keluarga Jayker yang terkenal se-Asia.
*****
Suara burung berkicau membuat seorang Putri kerajaan Wieldburgh tak berhenti untuk memainkan dentingan piano yang mengalun merdu.
Suara burung-burung yang berada diluar kastil Istana tak mengganggu moodnya untuk bermain dengan tenang.
Suara tepukan diakhir permainannya membuat Viza tersenyum bahagia dan berlari memeluk Ibundanya.
"Ibunda sudah kembali?"
Vienza mengangguk dan membalas pelukan Putri kecilnya yang sudah beranjak dewasa sekarang.
"Kamu jadi ke Indonesia akhir minggu ini?"
Tanya Vienza mengingat keinginan Viza untuk berlibur di Indonesia karena setelah menyelesaikan pendidikan di Universitas khusus para bangsawan di Wieldburg.
Alviza memilih jurusan seni musik karena memang Viza menyukai musik. Viza banyak menguasai jenis alat musik, salah satunya biola, piano, gitar, dan juga harva.
"Jadi Ibunda. Ayahanda juga sudah mengijinkan, sayang kalau tidak jadi. Karena setelah itu Viza akan segera mengajar musik di sekolah anak-anak milik kerajaan bukan."
Senyuman terukir di wajah Viza membuat Vienza bahagia. Karena akhirnya dia bisa melihat sebentar lagi Viza akan mewujudkan impiannya. Mengajar musik kepada anak-anak kecil.
"Ayo kita ke Paviliun utama untuk melihat Ayahanda mu." Viza mengangguk dan mereka berdua berjalan diikuti para pelayan yang mengikuti mereka dibelakang.
Hari berganti dengan cepat, tak terasa penghujung minggu keberangkatan Alviza sudah tiba. Dengan berat hati Vienza dan Akhtar melepaskan kepergian Alviza untuk berlibur di Bali Indonesia seorang diri. Karena itulah keinginan Alviza.
Semua fasilitas Alviza sudah disiapkan, termasuk tour guide dan hotel mereka. Sembilan jam berada di jet pribadi Kerajaan membuat Alviza sangat bosan. Dan parahnya lagi dia melupakan ponsel pintarnya yang biasa dia pakai. Viza mempunyai dua ponsel, satu ponsel untuk telpon dan satu lagi ponsel untuk dia membuka aplikasi sosial media dan semacamnya.
Untungnya dia ingat percakapannya dan si tour guide terakhir kali adalah tour guide nya akan menunggu di depan Ngurah Rai International Airport memakai kaca mata hitam dan juga kaos serta jaket hitam.
Begitu Viza sampai di Bandara dia langsung mencari dimana tour guide yang dia siapkan sejak di Wieldburg itu. Dan dapat, Viza dengan mudah mengenali tour guidenya. Pria itu sedang menyandar disebuah tiang dan melihat ponselnya. Langsung saja Viza bergegas menghampiri. Dilihatnya juga pria itu berjalan kearah mobil sedan berwarna hitam.
"Hallo... Hallo... Sorry Bang Angga, saya lupa bawa ponsel yang biasa saya pakai untuk telpon dan chat. Jadi saya tidak mengabari Abang sedari tadi." Viza langsung saja membuka pintu untuk dirinya sendiri membuat si Pria melongo dan memperhatikan wanita aneh yang memanggil nya dengan sebutan Bang Angga. Wanita itu sibuk mencari sesuatu di tas kecilnya, rambutnya mengeluarkan harum bunga dan vanila. Membuat Pria itu merasa tenang menghirup aromanya.
Saat Viza menyelipkan anak rambutnya ke telinga dan melihat Pria itu, mata Pria itu tak berkedip.
"Bang Angga ayo, kenapa bengong. Kamu gak lupa tugas kamu untuk anterin saya jalan-jalan di Bali selama satu minggu ini kan. " Pria itu semakin membuka lebar matanya. Wanita didepannya ini semakin membuatnya tak habis pikir, lalu dia dikira Pemandu wisata, sungguh hari ini dia banyak mendapatkan banyak kejutan.
Bersambung....