MCKR 3 – Sebuah Bencana

1129 Words
Selama perjalanan berlangsung, dirinya tidak berhenti memikirkan Samantha. Dirinya mulai cemas, namun dia masih belum yakin kalau gadis itu adalah Samantha. Akhirnya, saat gurunya mengatakan ada keperluan di ruang guru dan meninggalkan tugas untuk murid-muridnya, dirinya memilih untuk membuka ponselnya dan langsung membuka Intagramnya.   Dia ingin memastikan mengenai apakah Samantha benar sekolah di sekolah ini atau tidak. Ini kali pertamanya dirinya mau membuka sebuah lembaran masa lalunya. Melihat Samantha tentulah berarti membuka luka lama, Bukan?   Gue harus pastiin. -batin Haura.   Haura pun langsung mencari nama Samantha di kolom pencarian. Dan tidak sulit untuk menemukan Samantha karena Samantha memang memiliki i********: dengan nama asli. Dan Samatha masih berteman dengan beberapa teman lamanya.   Ini adalah kali pertamanya dalam setahun dirinya kembali mengunduh Instagramnya. Padahal kedua orang tuanya hanya memperbolehkan Haura untuk mengunduh beberapa aplikasi lain yang tidak bisa melihat keadaan teman-temannya.   Yah, diprivasi. -batin Haura lagi.   Haura pun langsung menatap Indah yang terlihat sedang asyik mengerjakan soal yang diberikan oleh gurunya.   “Ndah …” panggil Haura.   “Kenapa, Ra?” tanya Indah yang langsung menoleh.   “Punya i********: gak?” tanya Haura.   “Oh, punya kenapa? Mau follow gue ya?” kata Indah sambil terkekeh.   Haura ikut terkekeh, “Iya. Masa kita duduk samping-sampingan tapi gak follow-followan.” Kata Haura.   “Yaudah apa nama i********: lo?” tanya Indah. “Biar gue follow duluan.” Katanya.   “Eh, gue aja sini yang cariin nama i********: gue. Lo lanjut ngerjain aja.” Kata Haura.   Tujuan Haura ingin meminjam ponsel itu sebenarnya bukanlah untuk memfollow instagramnya melainkan dia ingin memasatikan gadis yang bernama Samantha adalah Samantha yang dia kenal. Pada akun yang diprivasi sebelumnya, Haura tidak bisa menemukan foto profilnya, karena Samantha menggunakan tulisan namanya.   “Oh, yaudah, nih. Passwordnya satu dua tiga sampe delapan.” Kata Indah.   “Yah, Ndah kalo passwordnya itumah mending hape lo nggak usah di password.” Kata Haura.   Indah pun terkekeh, “Biar keliatan kerena aja sih kayak orang-orang.” Kata Indah.   Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya. Lalu Indah mulai kembali berkutat dengan tugasnya. Setelah memastikan kalau Indah sudah serius kembali. Dia pun langsung mengetik nama Samantha di kolom pencariannya. Kalau Samantha benar sekolah di sekolahnya. Dia tentu akan menemukannya dengan mudah. Dan siapa tahu Indah dan Samantha saling follo-memfollow di i********:.   Ada! – pekik Haura dalam hati.   Haura pun langsung membuka akun i********: milik Samantha dan benar saja, keberuntungan tengah berpihak kepada dirinya. Indah dan Haura ternyata berteman di i********:.   Haura pun menggulir layar ponsel Indah dan mencari foto wajah Samantha. Dalam pencariannya, hatinya sebenarnya cukup terkejut melihat isi dari i********: tersebut yang berisi kegiatan-kegiatan yang di dalamnya berisi gadis-gadis berkerudung dan laki-laki berbaju koko.   Haura sempat meragukan kalau Samantha temannya adalah Samantha pemilik akun intagram tersebut namun seketika dirinya tercengang saat ada sebuah foto yang berisi dua orang yang saling bersisian. Samantha dan salah satu guru di sekolahnya.   Jadi, dia benar sekolah di sini? -batin Haura bertanya-tanya.   “Lama banget. Lo bajak i********: gue ya?” tanya Indah.   “Masih jaman bajak i********:?” tanya Haura meski dalam hati dia merasa panik.   Haura langsung menghapus jejak pencariannya dan mengeluarkan isntagram Indah setelah sebelumnya dia pun memfollow akun intagramnya yang lama agar Indah tidak sampai mencurigainya.   Indah terkekeh lagi. Haura mengembalikan ponsel milik teman barunya tersebut, “Maksih ya?” kata Haura tulus.   “Es Jawa kayaknya enak.” Kata Indah bercanda.   “Beres.” Jawab Haura.   “Gue bercanda.” Kata Indah.   “Gue lebih bercanda.” Kata Haura tak mau kalah.   Mereka berdua pun terkekeh bersama hingga semua teman-teman kelasannya langsung menoleh ke arah mereka berdua. Lalu mereka berdua pun langsung kembali berkutat dengan buku-buku mereka.   Waktu pun berjalan dengan cepat. Jam istirahat kedua pun berbunyi. Namun, sudah menjadi kebiasaan di sekolahnya tersebut bahwasetiap Zuhur semua siswa dan siswi muslim akan diarahkan ke Masjid untuk melaksanakan salat Zuhur.   “Lo bawa mukena?” tanya Indah.   “Enggak. Emang nggak ada ya di Masjid?” tanya Haura.   “Ya, ada sih, tapi mukenanya kadang bau gitu trus rebutan. Tapi nggakpapa. Kita bisa dateng lebih awal buat nyari mukena yang lumayan buat lo.” Kata Indah.   Haura mengangguk. Mereka pun melanjutkan perjalanan ke Masjid sambil mempercepat langkahnya karena takut tidak kebagian mukena untuk Haura. Indah membawa mukena dan hanya satu.   Saat sedang berjalan, Haura melihat ada Samantha. Samantha yang beradu pandang dengan Haura pun langsung meloloskan diri, dia terlihat seperti menghindari Haura. Haura pun tidak bisa berbuat banyak. Lagi pula apa yang harus dilakukannya?   Haura sebenarnya bingung. Dia merasa sangat bingung mengapa Samantha kini berubah menjadi berkerudung panjang. Tampilan Samantha yang sekarang tidak mencerminkan Samantha yang dikenalnya.   *** “Ra … mau tau kabar bagus gak?” tanya Indah.   Hari pun terus berlalu dan kini Indah berhasil mengajak Haura untuk memakan nasi goreng yang pada awal kedatangan Haura, Haura mengatakan ingin mencicipinya. Akhirnya, hari ini kesampaian juga.   Diam-diam, Haura merasa bersyukur bertemu dengan teman seasyik Indah.   Belakangan ini, dia juga tidak ingin memikirkan soal Samantha. Dia merasa Samantha Sekaran sudah takut berhubungan dengan dirinya, mungkin rasa bersalah masih menyelimuti hati Samantha dan Haura tidak mau memikirkan itu.   Bagi Haura dengan Samantha yang tidak lagi mengganggunya dan terus menjauh dari dirinya, membuat dia yakin kalau keberadaan Samantha sama sekali bukanlah sebuah beban untuknya. Dia tidak perlu merobek jahitan luka lamanya kembali.   “Kabar apa?” tanya Haura yang merasa penasaran dengan kabar yang hendak disampaikan oleh sahabatnya itu.   “Ada kakak kelas, anak baru gitu. Ganteng dehhh.” Terang Indah dengan binar di matanya.   “Oh, ya?” kata Haura yang kini ikut-ikutan tertarik denganberita yang dibawakan oleh Indah.   “Beneran, gue tadi abis liat dia. Ya Allah, bener-bener deh, Ra. Lo harus liat.” Kata Indah.   “Yang mana si emang? Gue jadi penasaran.” Kata Haura. “Ada di kantin ini gak anaknya?” tanyanya.   “Bentar gue cari dulu.” Kata Indah.   Indah pun mulai menelusuri kantin tersebut. Mereka berdua sudah selesai makan. Namun, sejauh mata Indah memandang, dirinya tidak menemukan keberadaan siswa baru yang menurutnya ganteng tersebut.   “Yah, nggak ada. Tapi yang jelas dia anak 11 IIS 1.” Kata Indah.   “Kelas IIS? Bandel ya?” tanya Haura.   “Nah, kalo itu gue nggak tau. Yang penting cakep.” Indah pun terkekeh pada saat mengatakannya.   Melihat temannya terkekeh, Haura pun tertular. Dia juga tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Laki-laki tampan memang incaran semua siswi. Dan karena Haura adalah anak yang normal, dia pun ingin melihat siapa anak baru yang dimaksud tersebut.   “Eh, Ra. Orangnya dateng!” seru Indah.   Haura pun langsung menoleh ke belakang, lalu melayangkan pandangannya ke arah pandangan Indah. Dan seketika senyumannya memudar. Rasa penasaraannya berubah menjadi rasa ketakutan.   Jantungnya berdegub dengan cepat. Tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin. Tubuhnya mulai gemetar. Dia langsung meluruskan pandangannya ke arah Indah.   “Gue harus ke toilet.” Kata Haura sambil berdiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD