bc

Mengejar Cinta Ketua Rohis

book_age16+
501
FOLLOW
3.6K
READ
playboy
goodgirl
drama
sweet
bxg
serious
ambitious
school
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Namanya Haura Mumtaaz Aqiela, siswa pindahan yang memiliki masa lalu misterius bertemu dengan seorang laki-laki yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, sayangnya laki-laki yang dia taksir bukanlah ketua osis, bukan ketua kelas, bukan juga badboy, melainkan ketua rohis (Rohani Islam).

Seambisius apakah Haura dalam memperjuangkan cintanya kepada Albie? Dan apakah hanya cinta yang membuatnya rela mati-matian mengejar cinta Albie? Atau ada hal lain?

Cover by. ReiArt.

chap-preview
Free preview
MCKR 1 – Hari Pertama
Namanya Haura Mumtaaz Aqiela. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke salah satu sekolah di Jakarta, dia kelas 10. Anaknya cantik, meski tanpa sapuan make up sedikitpun. Dia tidak pernah memakai make up, dia juga tidak tergiur untuk mempercantik diri sama seperti gadis pada umumnya.   “Haura, Sayang! Ayo, turun sarapan, Nak!” seru Ibunya yang bernama Ambar berteriak dari bawah.   Kamar Haura ada di lantai dua. Namun, meski begitu. Karena keadaan rumahnya sangat sepi dan dirumahnya tidak memiliki anak kecil dan dia adalah satu-satunya, sehingga meski ibu memanggilnya dari bawah, namun suaranya tetap terdengar.   “Iya, Ma. Tunggu sebentar.” Kata Haura.   Haura mematut dirinya dicermin. Dia mencoba mengamati pakaiannya. Dia tidak mau menjadi siswi yang sangat mencolok di sekolah barunya.   Seketika dia terdiam, teringat sesuatu namun dia langsung tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau mengingat apa yang seharusnya tidak dia ingat. Dia menghela nafas lalu keluar kamar, menuruni tangga, dan berjalan menuju ruang makan.   “Aku datang!” seru Haura dengan wajah yang sangat ceria.   “Cieee … anak papa semangat banget kayaknya.” Kata ayah Haura yang bernama Danu.   “Iya dong, Pa.” kata Haura. “Jadi anak sekolah lagi ini.” Katanya sambil terkekeh.   “Iya, baguslah dari pada kamu nggak ngapa-ngapain di rumah.” Kata Ayah Haura bercanda.   “Ah, aturan aku masuk sekolahnya nanti aja ya, dua tahun lagi.” Kata Haura.   “Iya, biar lulusnya umur 20an tahun.” Celetuk Ibunya Haura.   “Ah, mama …” Rengek Haura.   Kedua orang tua Haura seketika terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh anak semata wayangnya tersebut. Setelah itu, mereka pun langsung melanjutkan makannya. Suasana pgi itu begitu membahagiakan, meja makan terus diramaikan dengan gelak tawa satu sama lain. Hingga bila ada orang yang melihat mereka tentu akan mengatakan bahwa keluarga Haura dalah keluarga yang ideal.   “Ayo, Sayang. Papa antar kamu ke sekolah baru.” Kata Ayah Haura.   “Mama ikut!” seru Ibunya Haura.   Haura seketika terkekeh mendengar ibunya yang ingin ikut ke sekolahnya. dia bukan anak TK lagi, diantar oleh orang tuanya ke sekolah tentulah tidak lagi wajar, dia justru akan malu kepada teman-temannya yang baru.   “Nggak usah, Ma. Aku sama Papa aja.” Kata Haura. “Apa kata teman aku nanti kalau ke sekolah aja aku dianterin, Ma.” Lanjutnya.   “Oke, deh.” Kata Ibunya Haura yang akhirnya mengerti. Beliau menyodorkan sebuah kotak bekal untuk makan siang anaknya. Haura pun dengan senang hati menerima kotak bekal tersebut.   “Terima kasih ya, Ma.” Kata Haura.   “Iya, Sayang. Sama-sama.” Kata Ibunya Haura.   “Kita berangkat dulu ya, Ma. Assalamualaikum.” Kata Haura yang langsung mencium tangan ibunya dan berlari menghampiri mobil milik papanya.   Haura memang sengaja berjalan terlebih dahulu karena dia merasa perlu membeikan waktu untuk kedua orang tuanya Bersama. Dia sudah besar, dan benar saja, dia pun sedikit mengintip apa yang dilakukan oleh ayahnya kepada ibunya. Meski hanya mencium kening ibunya namun Haura sudah bisa merasa malu untuk menyaksikannya.   “Waalaikumsalam.” Jawab Mama Haura.   Tak lama kemudian, setelah ayahnya sudah selesai melaksanakan rutinitas sebelum kerjanya dengan ibunya, ayahnya pun datang menghampiri. Kemudian, Haura dan ayahnya pun masuk ke dalam mobil dan ayahnya langsung melajukan mobilnya keluar rumah Haura. Pintu gerbang memang sudah dibuka sebelumnya.   “Kamu jangan nakal ya nanti di sekolah.” Kata Ayah Haura.   “Papa, … Haura itu udah gede, udah 16 tahun, masa dibilanginnya kayak gitu sih?” kata Haura.   Ayah Haura terkekeh, “Kamu kan masih putri kecil, Papa.” Kata Ayah Haura.   “Ya nggak gitu juga, Pa.” protes Haura.   Ayah Haura pun terkekeh melihat putrinya yang kini berdecak sebal. Beliau hanya sedang bercanda saja tidak benar-benar ingin mengejek putrinya, putrinya pun mengetahui hal tersebut.   Mobil pun mulai memasuki sekolah Haura.   “Loh, Papa. Kok masuk sih?” kata Haura yang terlihat panik.   “Lho, Papa kan mau anterin kamu ketemu sama kepsek, Sayang.” Kata Ayah Haura.   “Emang nggak bisa ya kalau aku aja yang datengin langsung kepseknya?” tanya Haura.   Ayah Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Nggak bisa dong. Inikan hari pertama. Kamu juga gak dating waktu mos. Jadi, Papa memang merasa harus pasrahin kamu dulu ke kepala sekolah.” Ujar Beliau.   Haura pun langsung mengerucutkan bibirnya. Dia hanya merasa malu kalau calon teman-temannya ada yang melihat kalau dirinya datang diantar oleh ayahnya ketika baru masuk sekolah.   “Tapi, Pa …” Haura mencoba melayangkan protes.   “Udah, ayo, Papa antar. Sebentar lagi Papa telat, loh.” Ujar Papa Haura sambil membuka pintu mobil dan keluar.   “Aduh.” Ringis Haura.   Haura pun memutuskan untuk keluar mobil dan menghampiri ayahnya, lalu ayahnya pun benar membawa dirinya untuk menemui kepala sekolah.   “Pa, ini tuh sekolah lagi bukan pesantren.” Kata Haura yang menyoba meyakinkan Ayahnya kalau dia tidak perlu diantar.   Papa Haura terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya tersebut, “Tetap aja, papa mau ketemu sama kepsek buat nitipin kamu. Papa mau minta kepsek buat hokum kamu kalau bandel.” Kata Ayah Haura.   “Papa …” rengek Haura.   Pada saat merengek pada ayahnya, tak sengaja melihat seorang laki-laki yang terlihat beda dari pada yang lain, laki-laki itu terlihat tampan dengan pakaian putih abu-abunya. Haura langsung mengalihkan pandangannya kea rah lain ketika laki-laki itu menyadari tatapannya.   “Ayo, princess.” Kata Haura sambil mengggandeng tangan putrinya.   Seketika pandangan semua orang pun tertuju kepada Haura dan Ayahnya. Haurapun meringis dalam hati melihat semua orang yang kini menatap dirinya dan juga ayahnya. Dia berani bertaruh kalau saat ini dia dan sang ayah terlihat sangat aneh.   Namun, jika diperhatikan tatapan yang ditujukan oleh siswi yang ada di koridor semuanya tertuju kepada ayahnya. Haura bukannya tidak paham dengan tatapan itu, tatapan-tatapan itu tentulah tatapan seperti memuja.   Ayah Haura memang belum terlalu tua dan masih terlihat gagah juga tampan sehingga wajar bila tatapan-tapan itu mengisi perjalanannya menuju kantor kepsek.   Haura mendongak melihat ayahnya yang tersenyum kepada salah satu siswi yang berada di dekat beliau.   “Papa, jangan centil deh. Jangan tebar-tebar pesona, nanti aku bilangin mama, loh.” Ancam Haura.   “Siapa yang tebar pesona? Papa cuma senyum. Senyum itu ibadah tau.” Kelak Ayah Haura.   Haura hanya bisa memutar bola matanya bosan. Dia sudah hafal betul kalimat pengelakan dari ayahnya tersebut karena dari hari ke hari, bulan ke bulan, bahkan tahun ke tahun, tidak pernah berubah.   “Coba, sekarang siapa yang nakal?” tanya Haura sambil cemberut.   Karena dia sudah malas menjadi bahan tatapan dari orang-orang dia pun memutuskan untuk tidak mengindahkan tatapan-tatapan itu.   Ayah Haura pun terkekeh, “Sebentar lagi kita sampai di ruangan kepsek kamu.” Terang beliau sambil menunjuk salah satu ruangan yang tertulis ‘Ruangan Kepala Sekolah’.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
16.6K
bc

DENTA

read
18.1K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
287.0K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
202.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook