bc

Nada - nada Santri

book_age12+
11
FOLLOW
1K
READ
drama
tragedy
comedy
sweet
humorous
like
intro-logo
Blurb

Maximum Band, adalah grup musik yang digawangi oleh Vian, Yoga, Angga dan juga Adi. Mereka berempat membentuk grup tersebut saat masih duduk di kelas empat SD, mereka selalu kompak bahkan sempat booming di lingkungan sekolah. Namun sayang, saat mereka baru saja lulus SD, Vian yang berposisi sebagai vokalis memutuskan diri untuk hengkang dari grup band dikarenakan akan menuntut ilmu pondok pesantren.

Saat tinggal di pesantren, Vian mulai merasakan kerinduan untuk kembali bisa bermain musik, karena aktivitas yang dilakukan selama di pesantren hanyalah bersekolah dan mengaji saja. Menyikapi kegiatan yang hanya sekedar bersekolah dan mengaji, hal tersebut membuat diri Vian jenuh, karena dia juga butuh hiburan, dan beruntung pada saat itu dia sempat memiliki banyak teman yang cukup pandai dalam bermain musik. Menyikapi hal itu, Vian berusaha untuk mengumpulkan teman-teman tersebut dan berniat membentuk sebuah grup band.

Tidak dalam waktu lama, grup band di lingkungan pesantren tersebut akhirnya terbentuk dengan nama The Santri. Mereka selalu kompak dalam menyempatkan waktu untuk berlatih di studio musik hingga pada akhirnya mereka bisa tampil di berbagai acara seperti pentas seni, ORDA, wisuda atau Persami. Hal itulah yang juga membuat grup tersebut naik daun hingga terkenal dan punya banyak fans di lingkungan pesantren, yang membuat suasana di pesantren begitu terasa hidup saat pengaruh musik masuk.

chap-preview
Free preview
Yeah, Lulus SD
… Juli 2007…          Hari ini adalah hari bahagiaku, dan juga merupakan hari kesedihan untukku. Bahagia karena baru saja lulus dari sekolah dasar, di sisi lain juga sedih karena harus meninggalkan rumah selama tiga tahun, yakni akan tinggal di pondok pesantren.            “Hey Vian, kenapa Lu? Temen-temen yang lain pada seneng karena lulus kamu kok merengut aja?” tanya Adi.            “Nggak apa-apa Di, aku cuma lagi sakit perut,” jawabku.            “Emmm, oh iya. Kamu jadi sekolah di SMP mana?” tanya Adi.            “Nggak tahu Di, aku masih mau milih-milih sekolah.”            “Yaelah. Mending kamu daftar di SMP 15 aja, temen-temen yang lain banyak kok yang daftar ke sana,” ujarnya.            “Emmm, yakin.”            “Iya bener deh.”            “Ya sudah, nanti aku pikirin lagi ya.”            “Ya sudah kalau begitu           Sebenarnya aku nggak akan masuk sekolah SMP di kota ini, karenaku menyadari bahwa sebentar lagi aku akan tinggal di pondok pesantren, maka dari itu sengaja aku tidak bercerita ke Adi sedikit pun, karenaku akan berencana pergi tanpa sepengetahuan dia.          Aku kembali terduduk sendiri di warung bu Ali, sekedar menonton televisi agar bisa terhibur dalam suasana. Tak lama akan hal itu, tiba-tiba Yoga datang menghampiriku untuk menanyakan sesuatu, kuyakin pasti Yoga akan membicarakan soal musik.            “Halo Vian, gue cariin, Lu malah nongkrong di sini.”            “Iya Yog, aku lagi merasa boring di luar.”            “Oh iya, ada satu hal yang ingin kubicarakan, yang pasti ini berkaitan soal grup kita,” terangnya.            “Oh ya! terus?”            “Minggu depan kita kan udah wisuda, gue pengen kita bisa tampil dengan baik, sebagai persembahan terakhir lah buat sekolah kita ini.”            “Hmmm, gue sih siap-siap aja, emang berapa lagu yang akan kita nyanyiin nih?” tanyaku.            “Nggak banyak, mungkin cuma lima lagu doang.”            “Oke deh, terus apa nanti kita latihan?” tanyaku.            “Ya pasti dong, Lu sebagai vokalis gimana sih.” ***          Waktu yang ditunggu-tunggu pun telah tiba, kini saatnya Maximum band akan tampil dengan membawakan lima lagu, di mana lagu yang akan kita bawa adalah lagu-lagu yang bernuansa kesedihan. Aku segera menaiki panggung lalu mengambil sebuah gitar, Yoga pun juga demikian, begitu pula dengan Angga yang siap memukul drum dan Adi yang sedang menyetem bassnya. Suatu hari Dikala kita duduk ditepi pantai Dan memandang Ombak dilautan yang kian menepi   Burung camar Terbang bermain diderunya air Suara alam ini Hangatkan jiwa kita   Sementara Sinar surya perlahan mulai tenggelam Suara gitarmu Mengalunkan melodi tentang cinta   Ada hati Membara erat bersatu Getar seluruh jiwa Tercurah saat itu   Kemesraan ini Janganlah cepat berlalu Kemesraan ini Ingin kukenang selalu   Hatiku damai Jiwaku tentram disampingmu Hatiku damai Jiwaku tentram bersamamu           Lagu terakhir yang berjudul Kemesraan Ini baru saja kita lantunkan. Begitu semangatnya kita dalam menunjukkan aksi di atas panggung, sampai tak terasa lima lagu telah kita nyanyikan. Usai manggung pun, kita berempat mulai duduk sambil mengobrol di belakang panggung. Tidak ada topik lain yang kita bicarakan saat ini kecuali tentang musik serta rencana grup band kita untuk ke depannya.           Namun, hari ini aku tak sebahagia mereka, karena ada rahasia yang tak bisa kuceritakan pada teman-teman semua di waktu ini, bahwa tak lama lagi aku akan pergi dari kehidupan mereka. Aku tak bisa menolak, karena ini sudah menjadi desakan orang tua agar ku bisa mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Entah nanti band kita akan bubar atau bagaimana, semua akan kuserahkan pada Yoga selaku ujung tombak pertama. Lagipula Yoga juga pintar menyanyi, kuyakin dia pasti bisa menggantikanku sebagai vokalis.           Satu minggu pun telah berlalu, setelah cukup lama kumenunggu. Dan malam ini adalah malam terakhir diriku berada di rumah ini, karena besok sore aku harus sudah berangkat menuju pondok pesantren. Yang jelas di malam ini juga aku akan menyempatkan diri sejenak untuk pamit terhadap teman-teman terdekat. Bagiku, di tahun 2007 ini adalah tahun kesedihan. Semoga dengan adanya perpisahan ini, tak ada satupun orang yang terluka karena kepergianku, terutama orang-orang terdekatku.           Hingga tiba di esok hari, aku masih saja merenung dan cukup merasakan kesedihan. Perpisahan itu memang berat, apalagi kuharus meninggalkan grup band Maximum yang harus kutinggalkan juga saat ini. Entah apa yang akan terjadi dengan grup ini usai diriku hengkang dari posisi vokalis. Aku mulai mengetuk pintu saat tiba di rumah Yoga.           Tok tok tok.            “Ehhh Vian, tumben pagi-pagi ke sini,” sambutnya.            “Yog, sengaja gue datang ke sini karena gue mau minta maaf sama Lu.”            “Minta maaf buat apa men,” gumamnya.            “Maaf gue terpaksa harus keluar dari grup band mulai sekarang.”            “Loh! ini ada apa kok tiba-tiba Lu main keluar begitu aja.”            “Maaf Yog, ini sudah menjadi kehendak atas orang tuaku, aku mau sekolah di luar kota, jadi sudah pasti gue nggak bisa ngelanjutin ini semua.” Terangku.            “Emang Lu yakin, hari ini juga mau nyatain keluar?” tanyanya.            “Iya, aku sudah memikirkan dari kemarin.”            “Ya sudah kalau memang ini sudah menjadi kemauan Lu.” Jawabnya dengan ekspresi cuek.            “Iya Yog, sekali lagi gue minta maaf. Gue pergi dulu.”           Waktu sore hari pun tiba, usai shalat Ashar aku segera menuju mobil untuk persiapan berangkat. Cukup banyak sekali kenangan yang telah kubawa bersama para teman-teman di sini. Yang pasti, dalam waktu ini aku harus segera pergi.           Mungkin aku harus mengikhlaskan semuanya, termasuk salah satu grup yang telah kita bangun sejak kita sama-sama duduk di kelas empat SD. Aku berpikir, apakah aku bisa kembali membangun sebuah grup dengan nama baru di tempat tinggalku yang baru, namunku bingung, apakah aku bisa mendapatkan beberapa teman yang ahli dalam bermain musik.          Hanya dalam waktu yang tidak sampai dua jam, aku telah tiba di sebuah pondok pesantren yang bernama Ponpes Raudlatul Ulum 2, terletak di sebuah desa yang bernama Putukrejo kecamatan Gondanglegi kabupaten Malang. Dan saat ini juga, aku juga sempet berkenalan dengan salah satu teman yang statusnya juga sama-sama sebagai santri baru.            “Halo mas, kenalin namaku Vian.”            “Iya aku Yunus.”            “Asli mana Yunus?” tanyaku.            “Aku aslinya dari Putat Lor daerah Gondanglegi sana. Mungkin jaraknya hanya sekitar lima kiloan,” jawabnya.            “Oh ya, kalau aku dari Malang kota, daerah Sukun.”           Aku kembali berbincang-bincang dengan Yunus. Banyak sekali hal yang kita bicarakan, baik itu mengenai dirinya maupun juga tentang diriku. Kita berdua juga sempat membicarakan soal musik, tak kusangka ternyata Yunus bisa bermain bass, karena dulu dia juga sempat punya grup musik saat masih sekolah SD. Tak lama juga kita mengobrol, karena waktu sudah masuk jam setengah lima sore, aku dan Yunus mulai berangkat menuju kamar mandi yang terletak di ujung sebelah timur pondok.           Saat kita melewati kamar D2, tak sengaja kumelihat sosok anak yang lagi bermain gitar. Dalam hatiku sempat bertanya, siapakah lelaki itu? sungguh sangat berbakat sekali dalam memainkan gitarnya. Menyikapi hal tersebut, aku jadi rindu akan masa-masasaat aku masih dalam satu grup band, Maximum.            “Lu ngapain bengong Vian?” tanya Yunus.            “Ehhh nggak, aku cuma lagi suka aja lihat tuh anak yang lagi main gitar.”            “Ohhh, dia namanya Irvan kakak kelas kita. Emang dia hobinya dari dulu ya bermain gitar, tiga hari setelah gue baru tinggal di sini, kerjaannya main gitar mulu.,” terangnya.            “Oh gitu, kenapa gue jadi pengen main gitar ya.”            “Hmmm wajarlah, Lu akan anak musik.”           Di hari ini mulai banyak santri-santri yang berdatangan, dan aku mulai berkenalan dengan para santri-santri baru tersebut. Syukurlah saat malam hari telah tiba, kurang lebih aku sudah mengenal sepuluh santri baru. Ya, meskipun diriku masih sering lupa nama-nama dari mereka, setidaknya kita semua sudah bisa berteman dengan baik. Waktu telah menunjukkan di angka Sembilan malam, suasana di pesantren mulai sepi dan juga hening, karena semua santri sudah pada tidur. Tetapi aku, Yunus, Imam, dan juga Fredi tidaklah tidur, karena kita masih menyempatkan waktu untuk mencari makanan di luar, karena kebetulan kita semua lagi merasa lapar.            “Udah malem kayak gini memang ada warung yang masih buka kah?” tanyaku.            “Entahlah, kita coba cari dulu,” jawab Yunus.            “Iya, lagian gue juga dah ngerasa laper banget nih,” sahut Imam.            “Setahu gue sih, kayaknya di ujung jalan sebelah timur tuh kayak ada warung!” imbuh Fredi.           Syukurlah, malam-malam begini masih ada satu warung yang buka, namanya warung bu Isa. Kita berempat mulai menikmati hidangan masakan yang masih ada, apakah itu lodeh, pecel atau tahu bumbu. Bukan hanya sekedar enak masakan yang kita nikmati di malam ini, tapi juga sangat murah meriah yakni seharga tiga ribu perporsinya.            “Kalian semua udah pada berdoa belum?” tanya Yunus pada kita semua.            “Ya sudahlah, masak kita lupa sih,” jawab Imam.            “Gue belum, karena gue lupa sih doa sesudah makan tuh gimana,” sahutku.            “Hmmm, pantesan Lu nggak pernah kenyang Vian Vian,” celetuk Yunus.            “Iya-iya maaf.”           Kita pun kembali melanjutkan perjalanan pulang ke pesantren usai menikmati makan malam.            “Oh ya, sekarang udah jam sepuluh nih, gerbang pesantren ditutup nggak ya?” tanya Imam.            “Kalaupun ditutup, yang pasti juga nggak di kunci,” jawab Fredi.            “Tapi kalau misal di kunci?” tukas Imam.            “Ya gampang, tinggal manjat pagar kan bisa. Lagian pagarnya juga nggak terlalu tinggi.” jawab Fredi.            “Gila !!!! emang kita ini santri atau maling!” timpal Imam.           Dan kita pun telah sampai di pesantren ini dengan aman. Rasa kantuk mulai terasa, saatnya kita beristirahat, karena besok masih ada kegiatan yang lumayan banyak.            “Oh ya, kita masuk sekolah hari apa?” tanyaku.            “Setahuku sih hari sabtu.” jawab Yunus.            “Hmmm, masih dua hari lagi dong, terus besok kita mau ngapain juga.” gumamku.            “Yang pasti juga banyak kegiatan mengaji.” jawab Yunus kembali.            “Entahlah, apapun kegiatannya besok, yang pasti harus tetap semangat!” timpal Fredi.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook