BAB 6

1448 Kata
   Suara sirene ambulance terdengar ribut, mobil putih itu memasuki pekarangan rumah sakit Antonius Pontianak, Jl. Khw. Hasyim No.249, Tengah, Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Para suster yang sejak tadi menunggu di depan lobi segera bergegas, mereka segera membuka pintu belakang mobil dan menurunkan brankar dari dalam mobil.    Di atas brankar itu tubuh seorang wanita dengan kemeja putih terlihat begitu pucat, di dekatnya ada seorang pria tampan dengan wajah bule. Para suster yang sejak awal sedikit terpesona langsung bergegas. Mereka mendorong brankar memasuki rumah sakit, sedangkan pria itu juga tak ingin ketinggalan.    “Stefanny, kau harus bangun! Aku tak ingin kehilanganmu,” ujar pria itu. Ia menggunakan bahasa asing, membuat beberapa orang yang berpapasan dengan rombongan mereka sedikit bingung.    Vicente seakan tak peduli dengan tatapan orang-orang, ia hanya ingin Stefanny secepatnya ditangani, rasa khawatir pria itu benar-benar sudah begitu parah.    “Maaf, Tuan. Anda harus menunggu, kami akan menangani istri Anda bersama dokter.” Seorang perawat terdengar agak kaku kala mengucap kalimat dengan bahasa Inggris. Ia benar-benar bersyukur masih bisa berkomunikasi dengan bule tampan itu.    “Tapi saya ingin ikut! Dia istri saya, dan saya punya hak.” Vicente terlihat keras kepala, pria itu memaksa untuk ikut bersama perawat memasuki ruangan. Ia ingin menemani Stefanny, ia ingin menjaga wanitanya itu.    “Tuan, ini adalah prosedur rumah sakit, jika Anda ingin istri Anda segera ditangani, maka Anda juga harus bekerja sama dengan kami.”    Vicente diam, ia merasa kesal sekarang. Seharusnya ia segera berangkat, bukan memancing Stefanny datang, mencelakakan wanita itu, dan membuat Stefanny semakin tidak menyukainya.    “Baik, jika terjadi sesuatu kepadanya, saya akan menuntut rumah sakit ini.” Vicente akhirnya bisa diajak bekerja sama.    Para perawat segera membawa Stefanny masuk, mereka menutup pintu dan membantu Stefanny.    Sepeninggalan para perawat, Vicente malah terlihat begitu kacau. Pria itu duduk pada kursi di samping pintu ruangan, ia menunggu kabar dari dalam. Entah apa yang akan terjadi pada Stefanny, yang jelas itu bukan sesuatu yang baik.    Ketika Vicente sedang termenung, seseorang datang menghampiri Vicente. Pria itu segera berdiri di hadapan Vicente dan menatap tak suka. Ada rasa jengkel saat ia mengingat bagaimana perlakuan Vicente pada Stefanny.    “Oh, b******n ini masih hidup rupanya.” Pria itu menatap Vicente lebih tajam sekarang, ia terlihat begitu kesal.    “Pergilah, aku tak mengenalmu,” ujar Vicente pelan. Ia memang tak ingin punya banyak urusan dengan mantan temannya itu, Vicente juga tak ingin membuat masalah sekarang. Fokusnya hanya kepada Stefanny, dan ia tak ingin membagi perhatiannya pada orang lain.    “Seharusnya kau tidak kembali ke Indonesia.” Pria asing itu bukannya menjauh, ia malah duduk tenang di dekat Vicente.    “Rifky, apa kau tidak punya pekerjaan lain?” tanya Vicente dengan wajah masam. Pria itu menahan emosinya, ia mengepalkan tangan erat, dan menggerakkan gigi.    “Hei, Dude. Kau terlihat seperti serigala sekarang, ada apa ini?” tanya Rifky dengan wajah tanpa dosa.    Vicente membuang muka, jika ia terpancing, maka bisa saja pihak keamanan mengeluarkan ia dari rumah sakit. Pria itu segera berdiri, dan tepat saat itu pintu kamar perawatan terbuka.    “Tuan Vicente, kita perlu bicara.” Dokter itu tersenyum, ia segera mempersilakan Vicente memasuki ruang perawatan.    Vicente yang merasa senang segera masuk, ia benar-benar tak ingin berlama-lama dengan Rifky. Sedangkan Rifky dibuat semakin penasaran dengan orang yang ada di dalam ruangan.    “Dok, saya boleh masuk nggak?” tanya Rifky sebelum sang dokter juga ikut masuk bersama Vincente.    “Maaf, Pak. Hanya keluarga pasien yang bisa berkunjung sekarang, setelah kepentingan kami selesai, Bapak tentu bisa menemui pasien.”    Rifky merasa tak puas, yang ia tahu Vicente tidak memiliki kerabat di Indonesia. Apa mungkin Vicente bersama Stefanny?    Rifky merasa ia perlu memastikan sendiri, pria itu akan menunggu hingga urusan dokter itu selesai. Ia memilih duduk, sesekali tatapannya terarah kepada pintu. Rifky juga merutuki kebodohannya, kenapa ia tidak membawa ponsel sekarang, jika saja ia membawanya, maka ia bisa memastikan di mana Stefanny berada.    Setelah menunggu cukup lama, akhirnya dokter keluar dari ruangan itu. Rifky kembali berdiri, ia menghampiri dokter tersebut.    “Dok, saya boleh nanya-nanya?”   Dokter itu kembali fokus kepada Rifky, ia kemudian tersenyum. “Tentu, Pak. Sebaiknya kita bicara di ruangan saya. Ada beberapa laporan yang harus saya tangani di dalam sana.”    Rifky menatap ke arah name tag milik dokter itu, Dr. Supardi PP, Sp. B, seorang dokter umum yang cukup terkenal di kalangan pasien rumah sakit.    “Mari, Pak.” Dokter Supardi segera melangkah, sedangkan Rifky dengan senang hati mengikuti sang dokter. Para perawat juga sudah kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Ada yang memasuki ruang perawatan lain, kembali ke lobi, dan ada pula yang sedang duduk melepas lelah.    “Bapak temannya Tuan Vicente?” tanya Dokter Supardi.    Rifky cukup kaget dengan pertanyaan dokter tersebut, tetapi ia dengan cepat menguasai keadaan.    “Iya, Pak. Bagaimana keadaan pasien di dalam?” tanya Rifky.    “Ibu Stefanny hanya terlalu banyak mengonsumsi obat perangsang, dan ia merendam tubuhnya di dalam bathub hingga tak sadarkan diri. Yah, itu wajar, Ibu Stefanny sepertinya salah meraih botol obat dan kejadian ini hanya kecelakaan.”    Rifky yang sejak tadi memasang senyum harus kembali kaget, nama Stefanny membuatnya berhenti melangkah. Pria itu merasa kesal sekarang, Vicente sudah begitu berani menemui Stefanny, bahkan ia sangat yakin jika yang terjadi pada Stefanny bukanlah kecelakaan.    “Pak?” tanya Dokter Supardi bingung.    Rifky segera sadar dari lamunannya, pria itu menatap dokter yang memandangnya bingung. “Ahh ... saya lupa, saya harus segera ngasi laporan keuangan sama Vicente, nanti saya langsung aja ke ruangan Bapak.”    Dokter Supardi hanya mengangguk, ia kemudian tersenyum. “Baik, Pak. Saya juga harus segera ke ruangan.”    “Silakan, Pak. Terima kasih infonya yah.” Rifky segera meninggalkan dokter itu, ia berlari ke arah ruang perawatan Stefanny. Pria itu benar-benar ingin menghajar Vicente, ia kesal, marah, dan cemburu.    Tidak memakan waktu yang lama, Rifky kini kembali ke ruang perawatan Stefanny. Pria itu langsung membuka pintu, ia cukup kaget melihat Vicente sedang memandangi wajah Stefanny.    “Bangke emang ini orang, bener-bener nggak ada urat malu.” Rifky mengucapkan itu dengan volume suara sangat kecil, tetapi ia yakin Vicente mendengar ucapan itu.    Vicente yang sejak tadi sadar akan kehadiran Rifky hanya diam, ia tak ingin berdebat sekarang. Pria itu kemudian berdiri, ia menghampiri Rifky yang malah menatapnya tajam.    “Kau benar-benar b******n, Vicente.” Rifky mengucapkan kalimat itu dalam bahasa Inggris, ia melangkah, menghampiri Vicente yang berdiri sekitar lima langkah di depannya.    “Aku b******n? Lalu apa urusannya denganmu?” tanya Vicente.    Rifky mengepalkan tangannya, lagi-lagi harus menahan emosi, ia benar-benar harus ingat jika Vicente bisa menghancurkannya. Ia harus tetap berhati-hati saat berurusan dengan pria itu, Vicente bukan orang dermawan, ia akan melakukan apa saja untuk membalas orang yang melawan.    “Kau menyakiti Stefanny!” Rifky menyuarakan itu dengan suara pelan tetapi tetap tegas, ia kemudian mencengkeram kerah kemeja Vicente dengan kuat.    “Lakukan, akan sangat mudah mengusirmu dari tempat ini.”    Rifky melepaskan cengkeramannya, ia menatap Vicente benci. “Kenapa kau kembali? Kenapa kau harus datang dan mengganggu Stefanny.”    “Karena aku suami Stefanny. Apa kau pikir semudah itu melepaskan Stefanny?” tanya Vicente.    “Kau sudah terlalu banyak menyakitinya. Kenapa kau harus kembali dan mengacaukan hidupnya?”    “Karena Stefanny hanya milikmu. Bukan kau, buka siapa-siapa, hanya aku dan akan terus begini selamanya.” Vicente tersenyum menang, ia sangat tahu bagaimana Rifky mengagumi Stefanny. Mata-mata yang selama ini ia tempatkan di sekitar Stefanny begitu banyak, semua informasi tentang Rifky yang terang-terangan melamar Stefanny juga ia tahu.    “Kalian sudah bercerai!” tegas Rifky.    Bukannya menjawab, Vicente malah menyeringai, ia mengejek Rifky yang terlalu bodoh.    “Aku tak pernah menceraikan Stefanny.”   “Kau pembohong!” tegas Rifky.    “Kau ingin melihat buktinya?” tanya Vicente.    Rifky diam, sejujurnya ia juga ragu. Apakah ia sanggup jika kenyataan memang seperti yang Vicente katakan? Pria itu termenung, tak tahu harus mengatakan apa.    “Kenapa kau hanya diam?” tanya Vicente.    “Semua hal bisa direkayasa, apa kau pikir aku sebodoh itu?” tanya Rifky.    “Dan aku tidak suka berkata bohong kepada orang lain, apa itu cukup membuatmu sadar jika aku tidak mengada-ada?” tanya Vicente.    “Dulu mungkin kau bukan seorang pembohong, tetapi sekarang kau bisa melakukannya. Bumi berubah, manusia juga bisa berubah.”    Vicente menyeringai, ia segera merogoh saku celana dan menelepon bawahannya. Beberapa saat Vicente menunggu, dan saat telepon dijawab, Vicente mengeraskan volume suaranya.    “Halo, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya sebuah suara dari dalam telepon.    Rifky terlihat tak suka, tetapi ia tetap mendengarkan dengan baik. Jika ia tidak sedang berada di ruang perawatan, pastinya ia akan segera menyerang Vicente, membuat Vicente berhenti bicara. Tetapi jika ia menyerang lebih dulu, maka ia akan segera diusir.    “Datang ke rumah sakit, bawa dokumen perceraian yang belum aku tanda tangani,” sahut Vicente.    “Sesuai perintah Anda, Tuan.”    Vicente segera mematikan sambungan telepon, ia menatap Rifky yang geram tapi tak bisa berbuat apa-apa.    “Aku bisa menuntutmu, kau mengganggu rumah tanggaku, lalu menginginkan anak dan istriku.” Vicente bersedekap, ia meletakkan ponsel di atas meja.    “Kau menyakiti Stefanny, kini kau datang dan menginginkannya. Kenapa kau sangat egois?” tanya Rifky tak habis pikir.    “Cinta itu keegoisan, dan aku tak akan membiarkan Stefanny pergi dari hidupku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN