BAB 7

1597 Kata
   Vicente meletakkan sebuah map cokelat ke atas meja, pria itu kemudian duduk dengan tenang. Matanya menatap Rifky yang dengan cepat meraih map itu, ia tersenyum kecil saat Rifky terlihat begitu kaget.    “Kau gila!” tegas Rifky dengan suara kecil, pria itu cukup kaget dengan kenyataan jika Vicente tidak pernah menceraikan Stefanny. Bagaimana bisa? Bukankah Vicente juga sudah menikah dengan wanita lain.    Rifky tak sanggup membaca isi surat itu lebih lanjut, ia melemparkan map itu kepada Vicente dan langsung berdiri. Sekarang bagaimana? Ia bahkan tak bisa membawa Stefanny pergi, bagaimana pun Vicente dan Stefanny masih terikat sebuah status.    Vicente yang melihat itu merasa menang, kali ini ia tak akan membiarkan Rifky mendekati Stefanny, ia tak akan membiarkan pria itu merayu Istrinya, dan ia akan mendapatkan hati Stefanny seperti dulu lagi.    “Kau keterlaluan, Vicente! Kau menikah dengan wanita lain, padahal kau belum bercerai dengan Stefanny!” ujar Rifky lagi, ia tak tahu harus mengatakan apa setelah ini. Hatinya sakit, sekarang mendapatkan wanita pujaannya semakin sulit. Pria itu memberi sugesti pada dirinya sendiri, ia harus tetap tenang, tak boleh melakukan hal-hal bodoh. Menghadapi orang seperti Vicente tidak dengan emosi, tetapi taktik.    Mendengar penuturan mantan temannya membuat Vicente mengulum senyum, apa hubungannya menikahi wanita lain dan menceraikan Stefanny. Ia mencintai Stefanny, dan sampai kapan pun ia akan tetap mengikat wanita itu bersamanya.    “Kau gila! Gila, kau sangat gila, Vicente!” Rifky benar-benar hanya bisa menyuarakan itu saat ini.    “Kau juga gila, mencintai istri orang lain.” Vicente menyeringai saat Rifky menatapnya. Pria itu kemudian berdiri, ia melangkah ke arah pintu dan membuka pintu itu.    “Keluar, waktu berkunjung sudah habis.”    Dengan sangat terpaksa Rifky meninggalkan ruangan itu, ia menatap Vicente begitu tajam. “Aku akan merebut Stefanny, dan aku akan memastikan kau kalah!”    “Aku sangat takut,” balas Vicente dengan wajah datar.    Karena tak ingin terlalu lama berhadapan dengan Vicente, Rifky memutuskan segera pergi. Pria itu harus mencari jalan terbaik sekarang, tidak ada waktu baginya untuk berdiam diri.    Beberapa menit setelah Rifky pergi, Vicente kembali duduk di samping ranjang perawatan Stefanny. Pria itu menatap wajah cantik Stefanny yang terlelap, ia kemudian tersenyum hangat.    Seorang pria di sudut ruangan segera menghampiri Vicente. “Tuan, saya akan kembali.”    “Kau bisa menjemput Sava, aku ingin bertemu dengan putriku malam ini.”    “Akan saya laksanakan. Tuan, saya permisi.”    Vicente diam, ia tak berniat untuk menyahut. Pria itu mengembuskan napasnya pelan, ia segera menatap ke arah jendela, langit juga perlahan menjadi gelap, dan hujan masih turun perlahan-lahan.    Vicente meraih tangan Stefanny, ia menggenggam tangan itu dan menciumnya. Kulit Stefanny terasa sangat halus, begitu hangat, dan Vicente masih merasakan hatinya bergetar. Rasa cinta untuk Stefanny masih begitu besar, rasa sayangnya pada wanita itu masih begitu dalam.    Vicente masih ingat saat pertemuan mereka, sesuatu yang tak mungkin bisa Vicente lupakan begitu saja. Pria itu kembali menciumi tangan halus Stefanny, ia menggenggam tangan itu dan meletakkan tangan Stefanny pada bagian pipinya.    “Aku selalu memikirkanmu, tetapi aku tak bisa memelukmu. Aku selalu ingin menggapaimu, tetapi aku tak bisa melakukannya dengan mudah.” Vicente menarik napas pelan, ia menatap wajah Stefanny yang masih terlihat pucat.    “Stefanny, maaf tidak menahan kepergianmu saat itu. Maaf pula karena tak bisa melawan kehendak kedua orang tuaku. Aku hanya tak ingin mereka melakukan hal yang lebih gila, kau tahu, mereka bukan orang yang bisa aku kendalikan.”    Vicente ingat, awal retaknya rumah tangga mereka hanya karena keinginan orang tuanya memiliki seorang cucu. Ia tak bisa melawan kehendak itu, ia juga tahu betapa Stefanny tertekan karena masalah tersebut.    Sampai pada akhirnya, Vicente terpaksa memiliki hubungan gelap dengan seorang wanita. Vicente hanya ingin wanita itu memberikannya anak, tetapi wanita itu juga tak kalah licik dan berhasil menghancurkan rumah tangganya.    Masalah demi masalah mulai datang, membuat hubungan Vicente dan Stefanny benar-benar renggang. Hingga puncak dari masalah itu terendus oleh publik, menjadi santapan media, dan yang lebih gila dari segalanya, gosip tentang Stefanny yang juga berselingkuh.    Awalnya Vicente sangat marah, ia bertengkar hebat dengan Stefanny. Ia mengatakan Stefanny w************n, dan ia mengusir Stefanny dari rumah. Hingga ia sadar jika semua yang terjadi tidak lepas dari kendali orang tuanya sendiri.    Di saat Vicente sedang melamun, tangan Stefanny bergerak. Pria itu dengan cepat tersadar, ia menatap wajah Stefanny, dan merasa senang saat wanita itu membuka mata.    “Sava,” ujar Stefanny. Ia bermimpi tentang anaknya, dan ia merasa sangat rindu dengan kehadiran Sava.    “Stefanny, apa ada yang sakit? Aku akan segera memanggil dokter.”    Stefanny yang mendengar suara Vicente menatap jeli, ia bisa melihat jika pria itu begitu tulus. Kenapa? Kenapa harus memperlihatkan wajah itu sekarang? Hati wanita itu menjerit, kenangan masa lalu bersama Vicente melintas begitu saja.    “Nggak perlu, aku mau pulang!” jawab Stefanny dalam bahasa Indonesia. Wanita itu segera duduk, ia seakan tak peduli dengan keadaan tubuhnya yang masih begitu lemah.    “Stefanny, apa yang kau katakan?” tanya Vicente bingung.    “Aku mau pulang, kamu, kamu nggak usah nemuin aku lagi!” tegas Stefanny masih dengan bahasa Indonesia. Stefanny segera mendorong tubuh Vicente yang begitu dekat dengannya. Ia menatap Vicente sengit, bahkan tangannya terkepal menahan amarah.    “Stefanny, gunakan bahasa Inggris. Aku tak mengerti ucapanmu,” ujar Vicente.    Stefanny menatap jengkel, ia malas bicara dengan bahasa Inggris sekarang. “Kalo nggak ngerti makanya belajar, bukan belajar gangguin idup orang doang!”    Vicente menatap datar, Stefanny benar-benar berubah menjadi wanita keras kepala. Pria itu maju, ia mendekat ke arah ranjang dan menahan kedua tangan Stefanny.    Stefanny yang mendapat perlakuan demikian tak bisa mengucapkan apa-apa lagi, ia akui, alasan dirinya masih sendiri selama ini karena masih merasa kecewa. Tetapi rasa cintanya masih tersisa beberapa persen untuk seorang Vicente.    Stefanny memalingkan wajah, tak sanggup bertatap mata dengan Vicente.    “Dengarkan aku, tatap mataku.” Vicente menelan kasar ludahnya, ia menunggu Stefanny melakukan hal yang ia inginkan. Mungkin bagi wanita itu ia sangat egois, tetapi semua ini karena perasaan cintanya yang sudah tak terbendung.    “Aku mencintaimu, aku menyesali perbuatanku yang tidak percaya padamu. Stefanny, aku tahu jika aku bersalah. Tapi, aku ... aku.” Vicente tak sanggup melanjutkan ucapannya. Suara pria itu bergetar, ia merasakan betapa perih dan hancurnya hati saat Stefanny pergi.    Stefanny yang mendengar dan melihat bagaimana Vicente saat ini menahan tangis, ia memalingkan wajahnya lagi. Cinta, apa begitu semenyedihkan ini?    Ia juga masih mencintai Vicente, walau tidak sebesar dulu, tetapi perasaan yang ada begitu tulus. Ia ingin kembali, tetapi ia takut tersakiti.    “Vicente, kita bukan orang yang pantas untuk mengucapkan kata-kata cinta lagi. Antara kita sudah berakhir,” sahut Stefanny dengan bahasa Inggris.    “Beri aku satu kesempatan, aku akan membuktikan jika aku pantas.”    Stefanny memejamkan mata, kenapa begitu sakit? Kenapa Vicente harus meminta kesempatan itu. Wanita itu menepis tangan Vicente, ia kemudian tersenyum dan menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi Vicente.    “Dengarkan aku, Vicente.”    Vicente menatap Stefanny.    “Kita tak bisa seperti dulu, tapi ... jika kau ingin menjadi temanku, maka aku akan menerimamu.”    Vicente menggeleng, kenapa harus sebagai teman? Kenapa tidak mencoba kembali seperti dulu dan saling memperbaiki diri.    “Vicente, ayolah. Apa kau ingin membuat hidupku semakin rumit? Apa kau belum puas menyakitiku?” tanya Stefanny.    “Tidak, aku tak ingin menyakitimu lagi. Tapi kenapa harus berteman? Aku ingin kita kembali menjalani hidup sebagai suami-istri, aku ingin tidur memelukmu, melihat bagaimana anak kita tumbuh dewasa. Stefanny, aku juga ingin tua dan mati dalam pelukanmu.”    Stefanny menggigit bibirnya, hatinya benar-benar bergetar. Rasa sakit dan kecewa sedang tertawa, tetapi rasa cinta perlahan meluap. Stefanny menarik tangannya, ia membuang muka dan tak tahu harus mengatakan apa.    “Stefanny,” panggil Vicente.    Stefanny tidak merespons, wanita itu diam dan menundukkan kepala.    “Apa aku boleh memelukmu?” tanya Vicente.    Stefanny tidak menyahut, ia hanya diam. Wanita itu begitu bingung dengan apa yang terjadi sekarang, hidupnya yang damai dalam lima tahun terakhir, hancur dalam satu hari.    Vicente yang melihat Stefanny diam tak punya pilihan lain, pria itu segera memeluk Stefanny. Ia membelai rambut wanita itu, menepuk pundak Stefanny begitu pelan.    “Aku tahu, sangat sulit bagimu untuk memaafkanku.”    “Hentikan, Vicente. Kau sudah menikah dengan wanita lain, seharusnya kau tetap setia pada istrimu.” Stefanny mencoba mencari pembahasan lain.    “Kau juga istriku,” sahut Vicente.    “Aku tak bisa, jangan sampai aku semakin membencimu.” Stefanny mendorong tubuh Vicente, ia kemudian menatap pria itu.    “Stef-”    “Aku hanya ingin berteman denganmu, dan jika kau tak menginginkan hal tersebut, maka aku akan menjadikanmu sebagai musuhku!” tegas Stefanny.    Vicente menelan kasar ludahnya, menghadapi Stefanny mungkin memang harus dengan cara yang pelan.    “Apa dengan begitu kita bisa kembali seperti dulu?” tanya Vicente.    Stefanny memutar bola matanya, merasa kesal dengan tingkat Vicente. Stefanny tahu, jika ia mengatakan tidak, maka Vicente akan menggunakan berbagai cara agar ia menyanggupi keinginan pria itu. Stefanny mengembuskan napas agak kasar, ia kemudian kembali berbaring.    “Stefanny, jawab aku.”    “Tergantung pada sikap dan tingkah lakumu,” sahut Stefanny.    “Apa aku bisa mengantar Sava ke sekolah?”    Sejenak Stefanny berpikir, tidak ada yang salah dengan itu. Vicente adalah ayah kandung Sava, dan Vicente jelas mempunyai hak penuh kepada Sava.    “Stef-”    “Terserah, asal kau tidak melukai putriku.”    Mendengar jawaban Stefanny, membuat Vicente begitu senang. “Apa aku boleh tinggal di rumahmu selama berada di Indonesia?”    “TERSERAH!” jawab Stefanny dengan suara yang nyaring. Ia tahu Vicente akan terus-menerus memaksa, pria itu bukan orang yang mudah menyerah.    “Terima kasih, aku sangat mencintaimu.”    Mendengar ucapan Vicente, membuat Stefanny sedikit senang. Tetapi wanita itu terus menguatkan diri, Vicente sudah memiliki istri, dia dan Vicente tidak memiliki hubungan spesial, dan Vicente akan segera mengakhiri kebohongan tantang surat perceraian itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN