BAB 9

1161 Kata
Setelah mendapat izin untuk keluar dari rumah sakit, Stefanny merasa begitu senang. Wanita itu terus tersenyum dan merasa hidupnya benar-benar sempurna. Memang, kembali ke rumah adalah impian terbesarnya. Ia benci rumah sakit, benci bau obat, dan yang lebih penting Stefanny sangat membenci makanan yang ada di sana. Sudah lima hari juga dirinya terjebak dalam masa perawatan, dan dalam lima hari itu Stefanny merasa umurnya lebih tua sepuluh tahun ke depan. “Bunda ... beneran Bunda balik hari ini, kan?” tanya Sava. Gadis kecil itu baru saja kembali dari sekolahnya, dan ia juga kembali bersama seorang pria yang Stefanny benci. “Iya, Sava seneng?” tanya Stefanny. Sava yang mendengar penuturan sang ibu menganggukkan kepala. Ia menatap ayahnya dan merasa bingung. “Ayah, apa yang Ayah lihat?” tanya Sava dalam bahasa Inggris. Vicente yang mendengar pertanyaan anaknya hanya tersenyum. “Ayah melihat kecantikan ibumu, apa itu salah?” Sava yang mendengar jawaban sang ayah segera menggelengkan kepala. “Tidak, itu sama sekali tidak salah.” Stefanny yang mendengar percakapan ayah dan anak itu hanya diam. Ia tak berniat untuk ikut campur dan terlalu peduli kepada Vicente. Vicente kemudian mengembuskan napas, pria itu menarik tangan Sava dan membawanya duduk agak jauh dari Stefanny. Ia tak ingin Stefanny terus terlihat seperti saat ini, wanita itu masih belum menerima dirinya dengan baik. “Ayah, apa Ayah akan tinggal lebih lama di sini?” tanya Sava. “Eum ... yah, begitulah. Ayah ingin membawa ibumu kembali ke Australia, apa Sava ingin ke sana juga?” tanya Vicente. Mendengar perkataan ayahnya membuat Sava menjadi murung. Ia baru saja bertemu dengan teman baru dan jika dirinya juga ikut pergi, bagaimana dengan teman-temannya itu? “Vicente, jangan memberikan pengaruh buruk kepada anakku!” ujar Stefanny. Vicente melirik Stefanny, misinya kali ini adalah meyakinkan Stefanny untuk kembali bersamanya. Ia tak peduli pada kenyataannya jika dirinya sudah menikah, toh ... Stefanny tetap saja harus menjadi miliknya, dan wanita yang orang-orang kenal sebagai istrinya hanya sekedar panjangan. Ia mencintai Stefanny dan tak akan pernah melepaskan wanita itu. Sava yang melihat kedua orang tuanya dalam keadaan kurang baik memilih diam. Ia menatap ke arah pintu dan melihat pengasuhnya datang. Segera saja gadis kecil itu berdiri, ia menghampiri Dina yang melempar senyuman kepadanya. “Mbak, aku udah bawa kursi rodanya ini.” Dina masuk, ia mengulurkan tangan dan mengacak gemas rambut anak majikannya. “Ih ... Mbak Dina jahat.” Sava mengerucutkan bibirnya, ia memang tak suka jika ada seseorang yang mengacak rambutnya. “Ngapain sih, pakek acara ada kursi roda. Kamu pikir Mbak udah lumpuh?” tanya Stefanny saat Dina ada di dekatnya. Dina yang mendengar pertanyaan dari Stefanny membuang muka. Seandainya wanita itu tahu jika yang punya inisiatif seperti ini adalah ayahnya Sava, mungkin cara wanita tersebut bereaksi akan lebih mengerikan lagi. Vicente yang melihat sikap putrinya benar-benar ingat dengan cara Stefanny bertingkah. Dulu Stefanny akan melakukan hal yang sama seperti Sava. Wanita itu selalu mengerucutkan bibirnya jika merasa tak suka dengan beberapa hal. “Din, ntar kamu bisa tolong ke kantornya Mbak nggak? Ambil dokumen ke tempat si Selly atau ama Esti juga nggak masalah.” Stefanny menatap Dina, ia berharap gadis itu tidak memiliki kegiatan lain setelah ini. “Bisa kok Mbak, ntar abis anterin Mbak dan urus Sava di rumah, akunya ke kantor buat ambil dokumen.” Dina dengan cepat menyanggupi keinginan Stefanny. “Oke deh, ntar Mbak pesenin ojeknya yah. Sekarang beresin deh itu ada beberapa barangnya Mbak di lemari, ama buah-buahan juga bawa balik.” “Iya, Mbak. Ya udah, Dina beberes dulu yah.” Stefanny hanya menganggukkan kepala, oa menatap Vicente dan Sava yang terlihat asyik sendiri sekarang ini. ... Siang itu Stefanny sudah kembali ke rumah bersama dengan Sava, Vicente, dan Dina. Ia merasa nyaman saat bisa terbebas dari rumah sakit, dan merasa masa mudanya kembali dengan cepat. Wanita itu menatap sekitar, pada jam seperti ini para tetangga jelas sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Orang-orang itu juga biasanya akan bersantai di depan rumah pada sore hari, dan akan saling menyapa di balik pagar rumah masing-masing. Kota Pontianak hari itu juga terlihat begitu cerah, panasnya lumayan terik dan membuat Stefanny berkeringat sedikit saat keluar dari dalam mobil. Ia menatap bunga-bunga di dalam potnya, dan merasa puas saat tanaman itu terurus dengan baik. “Stefanny, kenapa rumah ini sangat kecil?” tanya Vicente. Ia memang lama ingin mengutarakan pendapatnya, tetapi terlalu segan dan tak menyangka jika dirinya akan tinggal di sana juga kali ini. Stefanny yang mendengar pertanyaan Vicente menatap datar. “Jika kau ingin tinggal di tempat lain, dengan sangat senang hati aku mempersilakan hal tersebut.” “Ti-tidak ... a-aku ... y-ya, aku akan tinggal di sini.” Vicente menelan ludahnya kasar, ia merasa beruntung Stefanny tidak langsung menendang dirinya. Pria itu menatap sekitar, dan saat Dina menutup gerbang ia segera turun dari dalam mobil. Suasana di sekitar rumah Stefanny cukup tenang, meski berada pada bagian paling ujung pada kompleks perumahan tersebut, tetapi pemandangan juga sangat menarik. “Bunda, nanti Sava boleh tidur sama Ayah nggak?” tanya Sava. Stefanny menatap anaknya, ia merah tangan kanan Sava dan segera melangkah ke pintu depan. Wanita itu tersenyum, menandakan jika tidak masalah jika putrinya itu ingin tidur bersama Vicente. Pintu rumah segera terbuka, semua orang juga segera masuk dan mengembuskan napas dengan lega. Di dalam rumah terasa lebih dingin, pendingin ruangan juga menyala dan membuat udara panas di luar sana tidak lagi terasa membakar. “Mbak, Dina beresin kamar Pak Vicente dulu yah. Ntar udah selesai kerjaan baru Dina pergi.” Stefanny yang mendengar ucapan Dina segera menggelengkan kepala. “Nggak usah, tadi Mbak udah suruh Selly buat antar ke rumah. Kamu bisa tolong masak nggak? Mbak lagi rada nggak enak badan nih.” Dina yang mendengar ucapan Stefanny segera menganggukkan kepal. Ia bergegas melakukan apa yang Stefanny perintahkan. Sepeninggalan Dina, Vicente segera mendekat ke arah Stefanny. Pria itu tersenyum saat melihat Stefanny hanya diam dan balas menatapnya. Wajah cantik itu memang terlihat sedikit pucat, tatapan mata Stefanny juga sangat sendu dan membuat Vicente merasa semakin jatuh. Ada rasa penyesalan karena membuat Stefanny terluka. Hanya karena keegoisannya Stefanny seperti saat ini. “Bunda ... Sava ganti baju dulu yah.” Sava melepas genggaman tangan sang ibu, garis kecil itu segera menaiki anak tangga dan tiba di lantai atas dengan cepat. Setelah Sava meninggalkan mereka berdua sendiri, Vicente mengembuskan napasnya agak kasar. “Stefanny, kenapa kau begitu berbeda sekarang?” “Berbeda?” Stefanny bersedekap. “Kau benci rumah sekecil ini, kau benci hidup sederhana, dan kau benci tinggal di sekitar orang-orang banyak. Tetapi sekarang ... kau punya banyak tetangga, dan kau juga memiliki rumah ini sebagai tempat tinggal.” “Aku bukan Stefanny yang dulu kau kenal, Vicente. Aku sudah hidup dengan sangat baik sekarang, dan aku juga seorang ibu yang harus memikirkan persediaan uang untuk keluargaku.” Mendengar jawaban Stefanny membuat Vicente merasa semakin bersalah. Andai saja ia bisa mempertahankan wanita itu lebih lama lagi, putrinya tidak akan hidup di lingkungan yang begitu banyak orang seperti saat ini. Dan ia juga menyesali banyak hal, karena keegoisan dirinya dan kedua orang tuanya, Stefanny harus menanggung penderitaan mendidik dan mencari uang untuk anaknya. “Maaf,” ujar pria itu pada akhirnya. Stefanny yang mendengar permintaan maaf dari Vicente hanya diam, ia segera menuju ke arah dapur dan melihat apa yang Dina masak hari ini. Vicente yang tak ingin Stefanny pergi meraih pergelangan tangan wanita itu. “Setidaknya katakan sesuatu.” “Aku hanya ingin mengatakan jika hidupku dan Sava jauh lebih baik tanpa kau dan keluargamu.” Stefanny menghempaskan tangan Vicente, ia segera bergegas dan meninggalkan pria itu di ruang tamu rumahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN