Ramaditha berdiri menatap rumah besar yang menghadap hamparan pesawahan yang sedang mengunging. Narendra menekan bel, dia mengerling kepada Ditha. Entah mengapa hatinya tiba-tiba gusar, senyum kepada Ditha adalah salah satu cara untuk menenangkan hati. "Rumah siapa, A?" "Ibunya anak-anak." Narendra meraih tangan Ditha. Menggenggamnya. Sesekali matanya melirik ke arah rumah yang jaraknya cukup jauh dari gerbang. “Rumahnya besar sekali. Dulu Aa tinggal di sini?” Rasa penasaran terus mendorong Ditha untuk bertanya. Dari arah rumah, Ditha melihat seorang perempuan separuh usia yang berjalan tergopoh-gopoh untuk membukakan gerbang. “Anak-anak sudah nunggu dari tadi, Pak. Azzura malah dari tadi ngomel-ngomel.” “Iya Bi Ipah, tadi kami kehujanan. Ibu ada?” “Ibu sama Bapak kebetulan lagi ada