MDILY 15

2023 Kata
Pagi hari yang cerah, sosok gadis cantik sudah siap untuk ke kampusnya. Setelah make up tipis, dan mengambil handphonenya ia kini menuruni tangga dengan raut wajah yang tersenyum sambil memutar-mutarkan kunci mobil di tangannya. "Morning Bu, Pah," sapa Erica. "Kamu mau kemana?" tanya Retti. Erica yang sudah melewati orang tuanya tersebut jelas terhenti dan menoleh ke arah mereka berdua. Erica menyahut, "Ya mau ke kampus lah Bu." "Kamu izin saja," ucap Retti yang jelas membuat Erica menatap heran ke arah kedua orang tuanya. "Loh kok izin? Erica udah jarang masuk pelajaran ini Bu," jelas Erica. Gerry menyela, "Kami sudah buatkan janji dengan butik langganannya Ibu kamu." Erica mengernyitkan dahi seolah tidak mengerti apa yang di rencanakan kedua orang tuanya. "Kamu harus fitting baju hari ini," ujar Retti. Wanita tersebut jelas menatap terkejut kepada sang Ibu. "Hah? Hari ini? Kok mendadak banget, Erica jalan sendiri gitu?" kata Erica dengan banyak pertanyaan. Baru saja Gerry ingin menjawab pertanyaan samg anak, suara bass dari luar pintu terdengar oleh mereka. "Assallamuallaikum." "Kayanya dia Pah," ucap Retti menoleh ke arah sang suami. Erica hanya menatap kedua orang tuanya sesekali menoleh ke arah pintu yang terlihat olehnya. "Dia siapa?" tanya Erica penasaran. Tak berapa lama sosok laki-laki dengan kemeja putih sedikit membentu tubuhnya berada di hadapan mereka, Erica hanya menatap melongo ketika tahu siapa yang di maksud 'Dia' oleh sang ibu. "Om, Tante." Laki-laki tersebut menghampiri lalu mencium singkat punggung tangan mereka berdua. "Kok bisa di sini?" tanya Erica sambil menunjuk ke arah laki-laki tersebut yang tak lain adalah Dirga. Dirga hanya tersenyum simpel menanggapinya. "Kamu pergi sama calon suami kamu untuk fitting baju," ucap Retti lembut. Erica hanya menghela nafasnya dengan pasrah, lalu berjalan begitu saja keluar rumah meninggalkan mereka bertiga. Kedua orang tuanya jelas menggelengkan kepalanya perlahan. "Maafin Erica ya nak Dirga," ucap Gerry. "Iya Om enggak papa saya mengerti," balas Dirga sambil tersenyum. "Kalau gitu kita jalan dulu ya Om, Tante," laniut Dirga lalu berpamitan kepada Gerry dan Retti yang hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. Retti berkata, "Semoga Erica bisa berubah ya Pah." Gerry tersenyum tipis lalu membalas, "Semoga Dirga pilihan yang tepat untuk anak kita Bu." Retti merangkul tangan sang suami lalu menyenderkan kepalanya di bahu sang suami. Sedangkan kini Erica sudah berada di dalam mobil Dirga dengan raut wajah yang cemberut terus menerus, laki-laki tersebut yang melihat jelas tersenyum simpul. "Kenapa? Kamu masih marah? Masih bete?" tanya Dirga. Erica tidak menggubris pertanyaan bertubi dari laki-laki yang kini kembali fokus menyetir. Wanita tersebut menatap saja ke arah jalanan, namun beberapa menit kemudian ia tersadar kalau yang ia lihat adalah jalan ke kampusnya. "Inikan?" tanya Erica, Dirga yang mendengar hanya tersenyum tipis sambil terus fokus menyetir. Beberapa lama kemudian Dirga memasuki area gerbang halaman kampus Erica. "Kok ke kampus? Kan di suruh fitting," cetus Erica. Dirga memberhentikan laju mobilnya ketika sudah berada di parkiran kampus. "Kamu ada kelas kan? Saya tunggu di sini, setelah kelas baru kita fitting baju," jelas Dirga. "Tap–" Laki-laki tersebut denga lancang mengelus pelan rambut Erica yang membuat wanita tersebut terdiam sejenak. "Sudah sana kamh kuliah dulu, saya enggak mau fitting baju kalau mood kamu sedang tidak baik," ujar Dirga. "Enggak papa emang? Kan sudah janjian katanya Ibu." Erica sedikit menunduk. Dirga membalas, "Enggak papa, kita bisa atur jadwal setelah selesai kamu kuliah." Tanpa sadar Erica jelas tersenyum tipis mendengarnya, namun terlalu gengsi untuk menampilkan depan laki-laki di sampingnya. Erica langsung keluar dari mobil tanpa berpamitan, Dirga sudah memakluminya dan menerima kelakuan wanita tersebut. Laki-laki tersebut kini menyenderkan tubuhnya di kursi mobil lalu mengambil handphonenya. Dirga langsung kembali duduk dengan tegap dan mengklik zoom yang telah di sambungkan oleh sekretarisnya. "Mohon maaf saya tidak hadir di rapat kali ini, karena saya sedang berada di luar." Semua yang berada di ruang rapat tersebut hanya mengangguk seraya mengerti. "Okeh mulai saja," kata Dirga memerintah. Persentasi sudah di mulai dan Dirga hanya mendengarkan saja sambil mengangguk, sesekali ia menyampaikan soal pendapatnya atas persentasi para karyawannya. "Apakah menurut kalian itu efektif sebagai pengganti kerugian kemarin?" tanya Dirga. "Menurut saya sangat efektif Pak, terlebih kita mempromosikan di seluruh sosial media dan bekerja sama dengan salah satu artis papan atas yang sangat di gandrungi oleh para anak muda." Dirga yang mendengar hanya mengangguk, baru ingin bicara namun pintu mobil terbuka yang membuat laki-laki tersebut menoleh. "Siyalan tuh dosen! Gue udah lari-lari malah enggak dateng, mana di ganti hari besok, udah tahu besok jadwal gue full." Dirga jelas menoleh ke arah wanita yang mengomel-ngomel tersebut. Di ruang rapat jelas saling menatap ketika suara wanita terdengar oleh mereka, terlebih sang atasan yang menatap ke arah samping terus.  Laki-laki tersebut langsung menoleh ke arah handphonenya yang jelas masih mengzoom. "Meeting sampai di sini saja, nanti akan saya kabari lagi," ucap Dirga. Erica yang mendengar dengan raut wajah yang masih kesal jelas menoleh melongo ke arah laki-laki tersebut. Dirga mematikan zoom tersebut lalu meletakkan handphonenya. "Lu lagi zoom tadi?" tanya Erica. "Iya." "Kok enggak bilang?! Berarti mereka demgar gue ngomel-ngomel," cetus Erica. Dirga hanya mengangguk seraya mengiyakan ucapan wanita tersebut, Erica lalu menepuk jidatnya yang membuat Dirga hanya tersenyum simpel. "Gimana mau bilang kan kamu yang tiba-tiba datang terus ngoceh sana sini," balas Dirga. Erica hanya memanyunkan bibirnya seolah rasa bersalahnya muncul ketika ia tiba-tiba masuk dalam mobil. "Maaf." "Iyasudah enggak papa, kamu kenapa? Kok cepat banget kuliahnya," ucap Dirga. Erica membalas, "Dosennya ngerjain gue. Dia enggak masuk ternyata, gue baru lihat grup tadi." "Emang enggak ada pelajaran lagi?" tanya Dirga. "Cuman satu doang," cetus Erica, laki-laki tersebut hanya ber Oh ria saja sambil kini melajukan mobilnya menjauh dari halaman kampus wanita tersebut. Dirga berkata, "Jadi sekarang kita fitting baju ya." Wanita tersebut hanya berdehem saja mendengarnya, ya mau gimana lagi karena dosen mata kuliahnya tidak datang. "Enggak marah lagi kan? Apa masih enggak mood?" tanya Dirga perlahan. "Udah kita fitting baju aja," cetus Erica. Dirga hanya tersenyum tipis, ia kini berfokus kembali melajukan mobilnya. Jalanan yang mereka lewatin lumayan lancar pada saat itu jadi mereka berdua sampai di butik tersebut tidak terlalu lama. "Boleh juga selera Ibu," gumam Erica ketika melihat mewahnya butik yang ia singgahi. Wanita tersebut turun setelah Dirga memarkirkan mobilnya, kini laki-laki tersebut ikut menyusul. Mereka berdua masuk bersama tentu langsung di sambut oleh pemilik butik. "Erica dan Dirga ya?" tanya pemilik toko. "Iya." "Saya Dila pemilik butik ini," ucap Dila sambil mengulurkan tangannya, mereka berdua menyambut secara bergantian. "Mari ikut saya ke lantai atas." Erica menatap Dirga sekilas yang di angguki dengan senyuman oleh laki-laki tersebut. Mereka kini mengikuti langkah kaki pemilik butik tersebut, sesekali Erica memperhatika ln setia desain interior dari butik tersebut, jelas ia terpana melihatnya terlenih koleksi dari butik tersebut benar-benar cantik. Kini mereka berdua telah sampai di lantai atas tempat gaun pengantin berjejer dengan rapih. "Lu yakin mau pakai gaun-gaun ini," bisik Erica, Dirga hanya mengernyitka dahinya kenapa sepertinya nada wnaita tersebut tidak terlalu suka. Dirga membalas, "Biar kamu terlihat cantik di mata semua orang." Erica jelas melotot kepada Dirga. "Maksud lu kita bakal ngadain pernikahan besar-besaran gitu?" tanya Erica, laki-laki tersbeut hanya mengangguk mengiyakan. "Enggak, enggak! Gue enggak mau nikahan mewah," cetus Erica dengan nada ketus. Jelas Dila di buat terkejut atas ucapan calon wanita tersebut, bagaimana tidak ketika semua orang ingin merayakan pernikahan wanita tersebut justru tidak mau. Dirga bertanya, "Terus kamu maunya gimana?" "Nikah sederhana aja, cukup keluarga aja yang datang," balas Erica. "Tap–" Belum sempat Dirga menyelesaikan perkataannya Erica sudah menyela, "Kalau enggak mau yaudah batalin aja. Ribet!" Laki-laki tersebut menghela nafasnya dengan pasrah sedangkan Dila masih memandang heran kepada wanita tersebut yang sedang bersedikap kedua tangannya ke dadanya. "Okeh, baik saya turutin. Tapi kamu harus pilih gaun di sini walau dengan nikahan sederhana," ungkap Dirga. Erica menatap ke arah Dirga lalu berkata, "Okeh." Wanita tersebut lalu berjalan ke arah gaun-gaun pengantin yang menurutnya simpel. Wanita tersebut terhenti di gaub pengantin warna putih yang simpel namun elegan, ia menatapnya sekilas sambil melihat belakang depan gaub tersebut. "Yang ini saja," ucap Erica lalu menunjuk gaun tersebut. Dirga yang sedang menunggu lalu mendongak dan berdiri untuk melihat gaun pengantin yang di pilih Erica. "Baik, kita ampil yang itu," ucap Dirga. "Baik Kak, ini sudah ada pasangannya dengan jas putih untuk laki-lakinya," jelas Dila. Erica mencetus, "Udah mbak angkut aja. Dia yang bayar tuh." Sambil menunjuk Dirga ketika membahas bayar membayar. Dila menoleh sedikit ke arah Dirga yang kini mengangguk seolah ia mengikuti dan menuruti kemauan calon istrinya tersebut. Tanpa pikir panjang lagi Dila langsung mengambil gaun tersebut dan pasangannya. Setelah selesai membayar mereka berdua keluar, seperti biasa Dirga lah yang membawa totebag khas butik tersebut. Semua karyawan serta pemilik butik tersebut jelas berdecak kagum kepada Dirga walau hanya melakukan hal sepele. "Th cewek aneh banget, di saat semua mau nikahan mewat semewah-mewahnya, dia malah enggak mau hanya keluarga saja," gumam Dila sambil tersenyum menggelengkan kepala pelan menatap mereka keluar dari butiknya. Kini mereka juga telah kembali di dalam mobil. "Kamu kenapa emang enggak mau pernikahan kita mewah?" tanya Dirga to the point, ia masih sangat penasaran soal itu. "Ya enggak mau aja, lagi juga kita nikah karena perjodohan bukan karena saling cinta kan, jadi buat apa di mewah-mewahin," cetus Erica dengan sangat pedas, Dirga yang mendengar jelas terdiam sejenak , ia merasakan sesak menjalar ke dadanya. Erica menoleh sekilas ke arah Dirga yang tidak menggubriss perkataannya. "Apa ucapan gue udah keterlaluan ya?" Batin Erica. "Om." Erica memanggil, namun Dirga masih tidak menggubris, bahkan ia belum melajukan mobilnya. "Om." Untuk kedua kalinya Dirga baru tersadar dab menoleh ke arah wanita tersebut lalu tersenyum tipis. "Eh iya kenapa?" "Jalan, lu mau diam aja di sini." Dirga lalu tersadar, ia kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar menjauhi butik tersebut, Erica masih sesekali mencuri pandang, ia merasa kalau ucapannya mungkin keterlaluan. Erica bertanya, "Om, lu marah sama gue ya?" "Kenapa saya harus marah?" tanya Dirga kembali. "Soal ucalan gue tadi," balas Erica dengan nada pelan. Dirga tersenyum tipis mendengarnya, sedangkan Erica hanya mengerutkan kening melihat senyuman tersebut. "Untuk apa saya marah? Bukannya yang di ucapin kamu itu benar adanya? Kita nikag hanya perjodohan," cetus Dirga sambil tersenyum getir. Wanita tersebut kini terdiam atas perkataan dari Dirga tersebut. "Duh, benar nih gue salah ngomong, eh tapi ksn itu kenyataan,"  batin Erica bergejolak. Hanya keheningan yang kini terjadi di antara mereka, tidak ada lagu, hanya kediaman yang ada di mereka kini. Erica jelas tak enak hati namun terlalu gengsi buat mengungkapkannga, kini ia hanya menatap lurus ke arah jalanan sesekali ia menatap ke samping jendelanya. Wanita tersebut memegang perutnya, Dirga melirik sekilas ketika ia mendengar juga suara perut Erica. "Kamu lapar? Kita makan dulu," kata Dirga. Erica yang mendengar jelas langsung menoleh ke arah laki-laki tersebut dan berkata, "Enggak, langsung pulang aja." Dirga jelas menoleh ke arah wanita tersebut. "Saya mau makan." Dirga menambah kecepatan mobilnya, tak selang berapa lama ia memarkirkan mobil tepat di restauran cepat saji. Erica memanyunkan bibirnya seolah merajuk. "Cepat turun." "Kan gue bilang, gue enggak mau." Dirga menghela nafasnya dan kini menatap lekat ke arah wanita tersebut. "Kamu belum makan Erica! Kenapa si susah banget buat nurunin gengsi kamu," ujar Dirga yang membuat Erica seketika terdiam. "Siapa yang gengsi?!" Erica jelas mengelak, ia langsung turun dari mobil yang membuat Dirga hanya tersenyum singkat melihatnya, tanpa pikir panjang ia kini juga keluar dari mobilnya dan melangkah memasuki restauran tersebut. Mereka berdua duduk saling berhadapan dengan bangku yang menyerupai sofa. Pelayan langsung menghampiri dan memberikan buku menu kepada mereka berdua. "Saya ini Mbak, sama minumnya Ini," ucap Dirga sambik menunjuk menu yang ia pilih, pelayan tersebut langsung mencatat sambil sesekali mencuri pandang ke arah laki-laki tersebut. Erica yang melihatnya hanya menatap jengah sambil berbisik, "Centil!" Ia menatap tak suka ke arah pelayan tersebut. "Kamu pilih apa?" tanya Dirga lembut. "Samain aja," balas Erica. Dirga bertanya, "Enggak ada tambahan lagi? Kamu kan makannya banyak." Sambil tertawa pelan yang jelas membuat Erica menatap tajam ke arah Dirga. "Ya sudah Mbak, itu saja." "Di tunggu ya Kak pesanannya," ucap pelayan tersbeut sambil tersenyum. Dirga hanya tersenyum menanggapinya, sedangkan Erica hanya bermenye-menye seraya tak suka. "Kamu kenapa si? Kesal sama siapa?" tanya Dirga. Erica yang mendengar pertanyaan tersebut langsung terdiam, ia menghentikan aktifitas menye-menyenya. "Lah kenapa gue kesal ya? Ah enggak mungkin," batin Erica.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN