“Mas, ini gimana? Mas Adi sudah tidak tertolong, kayaknya dia memang benar-benar gilaa,” ucap Elleana pada Kukuh, kakak pertamanya. Saat ini jam sudah menunjukkan waktu istirahat, dan Elleana meminta bertemu dengan Kukuh dan Eci di salah satu cafe dekat kantor mereka. (Yang belum baca Pelan-pelan, Mas! Wajib Baca)
“Dia sedang jatuh cinta, biarkan saja,” jawab Kukuh.
“Tapi, Mas. Dia cinta sama anak kecil, bukankah itu pedofillia?” tanya Elleana.
“Dara sudah tujuh belas tahun, itu bukan pedofiill. Kita lihat saja sejauh mana Adi mau memperjuangkan cintanya,” kata Kukuh dengan tertawa. Kukuh tidak bisa membayangkan bagaimana bucinnya adiknya dengan Dara. Kukuh sendiri tidak mau kut campur, biarkan saja dia menonton. Anggap saja ini karma untuk Adi yang dulu mengoloknya yang sedang jatuh cinta.
“Hari ini Mas Adi sudah keluarin duit lima ratus juta untuk satu design dari Dara. Dan urusan hak paten juga mengeluarkan duit banyak, apa itu namanya bukan pemborosan?” tanya Elleana menggebu-gebu. Elleana mendukung kisah cinta Adi dengan Dara, tapi Adi sudah sangat keterlaluan ketika mengambil keputusan dengan sepihak. Adi sama sekali tidak membicarakannya dengannya selaku adik kandung.
“Mungkin Adi ingin membuat Dara terpesona,” jawab Kukuh.
“Bahkan Adi meminta ilmu pelet dariku. Dia pikir aku beneran pelet Mas Kukuh apa,” ujar Eci dengan kesal.
“Ya kamu kan memang punya ilmu pelet yang kamu dapatkan dari Mbah dukun,” kata Elle.
“Itu becanda,” jawab Eci.
Kini ketiga orang itu dibuat pusing dengan tingkah Adi. Bukannya makan di jam istirahat, Elleana malah menegak habis tiga gelas minuman karena rasa kesalnya dengan Adi. Dan dia pun mendapatkan tugas untuk mencairkan dana sebesar lima ratus juta rupiah. Tidak kah lebih baik kakaknya itu lebih memilih transfer daripada memberikan cash. Dan dengan anehnya Adi menjawab dia akan pamer kemewahan saat di rumah mamanya Dara. Elleana sudah tidak habis pikir dengan kakaknya yang satu itu.
Sore harinya, Dara segera kabur dari kantor karena dirinya tidak mau pulang bareng dengan Adi. Adi sungguh seperti predator bagi Dara. Bagaimana bisa Adi menembak cewek dengan cara paling aneh di dunia. Yang Dara baca di n****+-n****+ kalau seorang CEO adalah pelamar sejati alias lamarannya sudah pasti akan romantis. Namun ini Adi sangat berbeda, jangankan romantis yang ada malah ironis.
Dara naik becak untuk pulang ke rumahnya. Pasalnya hpnya sudah lowbat tidak bisa menghubungi papanya untuk menjemput, dan di sana lumayan banyak becak yang mangkal. Dara mengusap dadaanya yang terasa jedag-jedug. Seharian ini Dara magang dengan tidak fokus. Pagi tadi dia mendapat shock terapi dari Adi yang menembaknya dan mengiming-imingi uang lima ratus juta.
“Apa sekarang aku jadi pacarnya Pak Adi?” tanya Dara seorang diri. Dara bergidik ngeri. Impiannya memang punya pacar yang berjarak kurang lebih lima tahun di atasnya, tapi seleranya seorang Jasper Liu, kini kalau dapatnya Adi, wah sangat kacau. Meski Adi ganteng dan tampak berwibawa di luar, nyatanya cowok itu sangatlah gilaa.
“Neng, sedang jatuh cinta ya?” tanya Tukang Becaknya.
“Hah, kok bapak ngiranya begitu?” tanya Dara balik.
“Kelihatan pipi si Eneng memerah. Kelihatan juga si eneng gelisah,” jawab Pak Becak itu.
“Enggak, Pak. Saya gak jatuh cinta, tapi jatuh dari kenyataan,” jawab Dara. Jelas Dara sedang jatuh dari kenyataan yang indah. Impiannya perut kotak-kotak Jasper Liu, yang dia dapat malah Adi. Mana Adi sangat alay memberi nama batik dengan nama Dira, Adi Dara. Dara bergidik ngeri, dia sangat geli dengan sikap Adi.
Saat sampai rumah, Dara segera memberikan uang pada pak Becaknya. Dara segera masuk ke rumah dan membasuh dirinya dengan air dingin. Dara antara percaya dan tidak percaya saat ditembak Adi. Dalam lisan dan sikapnya dia tidak menerima Adi, tapi di sudut terkecil hatinya, ada setitik harapan kalau Adi benar-benar serius dengan ucapannya.
Setelah mandi, Dara duduk di kamarnya sembari melihat hpnya. Tidak ada pesan apa-apa dari Pak Adi.
“Lah kenapa jadi aku yang berharap Pak Adi?” tanya Dara memukul kepalanya sendiri.
“Dara! Ada tamu!” pekik Prameswati dengan kencang. Dara pun tergagap, sesegera mungkin Dara melompat dari ranjangnya. Dara segera keluar menuju ruang tamu. Mata Dara hampir meloncat dari tempatnya saat mendapati Pak Adi dan Pak Setyo. Adi pun turut membulatkan matanya melihat Dara yang hanya memakai baby doll berwarna biru muda.
“Sungguh bidadari itu nyata adanya,” ucap Adi.
“Pak, jangan malu-maluin saya. Kita ke sini kasih uang, bukan untuk melamar Dek Dara,” bisik Setyo.
“Sejak kapan kamu manggil Dara dengan panggilan Dek?” tanya Adi dengan tajam. Setyo hanya mendengus.
“Ini siapa?” tanya Prameswati dengan bingung.
“Kenalin saya Adi, Bu. Saya atasan Dara di tempat magang,” ucap Adi mengulurkan tangannya.
“Oalah, managernya Dara?” tanya Prameswati menjabat tangan Adi. Adi dan Setyo meringis pelan.
“Ma, Pak Adi ini CEO, bukan Manager. Mama jangan aneh-aneh,” tegur Dara.
“CEO? Wah kenapa Pak Adi ke sini? Ada perlu apa?” tanya Prameswati. Prameswati menyuruh Adi untuk duduk, tapi melupakan Setyo yang juga mengulurkan tangannya. Setyo sungguh dikacanginn oleh Ibu Dara.
“Pak Adi, kalau boleh tau ada perlu apa? Apa Dara melakukan kesalahan?” tanya Prameswati lagi.
“Tidak, Bu. Saya ke sini karena berita baik,” jawab Adi tersenyum. Adi mencoba melepas tangan calon mertuanya dari tangannya. Pasalnya Ibu Dara mencengkram erat tangan Adi.
“Ada apa? Pak Adi beneran CEO? Kok tidak botak, tidak buncit, dan belum tua. Pak Adi masih muda, ganteng, rahagnya juga koko, pasti perutnya juga kotak-kotak,” ucap Prameswati ingin menyibak kemeja Adi. Buru-buru Adi menahan tangan Prameswati, sedangkan Dara menutup wajahnya karena malu. Malu sekali dengan tingkah mamanya.
“Maaf, Bu. Saya memang punya perut kotak-kotak, tapi jangan dibuka juga,” ucap Adi. Sungguh calon mertuanya sama-sama gesreknya. Di dunia ini Adi hanya satu kali melihat orang tua yang absurd melebihi apapun yaitu ibu Dara.
“Maaf maaf, saya keseringan nonton drama asia sama Dara, jadi kebiasaan lihat yang kotak-kotak jadi kesenengan,” jawab Prameswati sedikit menjauhkan tubuhnya.
“Kedatangan saya kali ini mau memberikan sejumlah uang untuk karya Dara. Jadi, anak ibu ini pinter, Bu. Dara buat desain batik yang sangat bagus, dan perusahaan kami ingin memakai desian tersebut. Jadi sebagai gantinya Dara akan mendapatkan uang lima ratus juta, dan bonus setiap bulannya. Anak ibu juga akan kami rekrut di perusahaan kami setelah lulus sekolah,” jelas Adi. Prameswati berbinar.
“Ya Allah Ya Gusti, anak mama ternyata pinter banget. Kan mama bilang juga apa, indung telur mama ini unggulan,” ucap Prameswati berdiri dan mengacak-acak rambut Dara. Prameswati juga mencubiti pipi Dara dengan gemas. Adi yang melihat itu pun ngeri ngeri sedap, ganas juga calon ibu mertuanya.
“Ma, malu dilihat Pak Adi sama Pak Setyo,” ucap Dara mencoba melepas tangan mamanya.
“Bu, ini uangnya. Ibu juga bisa menghitungnya untuk memastikan kalau jumlahnya pas,” ucap Adi menyodorkan dua koper besar yang tadi dibawa Setyo.
Prameswati membukanya, matanya membulat saat melihat banyaknya uang merah di sana. Begitu pun dengan Dara.
“Ma … beli pentol, Ma. Aku juga mau beli cimol, sempol, maklor, pakai uang ini, Ma,” rengek Dara.
Adi dan Setyo menepuk kening mereka. Uang sebanyak itu hanya ingin digunakan beli pentol, cimol, sempol dan maklor, kenapa tidak sekalian untuk beli kon … tainer untuk jualan cimol dan t***k bengeknya.