Berpura-pura

1407 Kata
“Ya ampun Liv, gue kalau kayak gini gue panik nih. Lo datang tiba-tiba langsung nangis sesenggukkan gini. Ini udah satu jam loh Liv. Kenapa sih?” Dira sedari tadi sudah mondar-mandir menunggu Olive untuk tenang. Untunglah Dira tinggal di apartemen, kalau dirumahnya, sudah heboh keluarga besarnya melihat Olive yang datang tiba-tiba dengan mata bengkak. Dira Sahani, sahabat Olive dari SD. Pertemuan yang cukup drama diantara mereka sampai mereka bersahabat bertahun-tahun lamanya. Saat itu Olive diganggu kakak kelas ketika pindah sekolah SD. Dira datang menjadi tameng dan membela Olive mati-matian, ia anak perempuan yang berkelahi dengan anak laki-laki dengan tubuh yang bisa dibilang lebih tinggi darinya, tapi Dira berhasil mengalahkan anak laki-laki itu. Meskipun ia harus pulang dengan beberapa luka cakaran dan baju yang robek. Olive mengambil tisu baru, ia menyeka air matanya. Tisu sudah berserakkan dimana-mana “Ra, gue…gue harus gimana Ra?” ucap Olive sesenggukkan.Dira duduk disamping Olive, mengusap pundak sahabatnya itu iba “Ada apa Liv?. Gue nggak pernah ya liat lo nangis kayak gini lagi, terakhir juga karena papa lo meninggal. Lo berantem sama kak Egit?” Dira menyebut nama itu. “Haaaaa, Hikz…hikz… haaaa” teriak Olive merasa tersakiti hanya mendengar nama Egit. Dira yang tidak tau apa-apa masih mencoba menerka “Jadi bener berantem sama kak Egit?” tanya Dira mengulang. Ia memastikan masalah apa yang tengah dihadapi oleh sahabatnya itu. Jika ada hal yang membuat Dira betah menjadi sahabat dari Olive, ialah sikap Olive yang terkadang lebih suka memikirkan kebahagian orang lain daripada kebahagiannya sendiri. Dari sudut kacamata Dira, Olive hanyalah manusia berhati baik yang gampang untuk dimanfaatkan oleh orang jahat diluar sana. Itulah sebabnya ia berniat menjaga Olive di dunia ini. “Enggak berantem, tapi sakit banget Ra” gumam Olive lagi masih dalam tangisannya. Dira menghela nafas dalam “Liv, gue nggak ngerti kalau kayak gini. Kasih gue ruang biar gue paham. Lo lebih ribet dari matematika deh, ini gimana dong gue panic liat lo dari tadi nangis” keluh Dira sudah putus asa. Olive terdiam sejenak, ia menenangkan dirinya sampai tidak ada lagi air mata yang keluar. Beban ini terlalu berat untuk ia pikul sendiri, ia butuh seseorang mendengarkan ceritanya, siapa lagi sekarang tempat berbagi tanpa pengkhianatan selain Dira. “Ra, gue nggak nyangka bakalan kayak gini. Gue nggak tau kapan semua itu terjadi. Kak Egit, dia jahat Ra. Dia khianatin gue” Olive berusaha berbicara dengan jelas, meskipun hidungnya yang tersumbat sudah membuat sengau suaranya. “Apa? gimana?.Kak Egit berkhianat?. Dia selingkuh emangnya?” tanya Dira. Mata Olive kembali berkaca-kaca, bayangan itu tidak mudah untuk hilang dari fikirannya. Ia hanya bisa mengangguk sayu menjawab ucapan Dira. Sontak Dira langsung berdiri kaget “Apa?. Gila itu nggak mungkin. Kalian baik-baik aja selama enam tahun. Gue nggak pernah liat Kak Egit jalan sama wanita lain, dia nggak mungkin kayak gitu kan Olive” Dira tidak percaya Air mata itu kembali jatuh dari pelupuk mata Olive, kalau Dira saja tidak percaya bagaimana dirinya yang melihat langsung. Saat itu Olive memilih pergi saja dari rumah, ia meninggalkan bunda dan kekasihnya yang masih melakukan hubungan terlarang. Olive tidak bersuara dan hanya terus berjalan membawanya kerumah Dira. “Kasih tau gue siapa cewek itu?. Biar gue kasih dia pelajaran hidup, kalau perlu gue masukin dia kerumah sakit jiwa. Gila apa, Kak Egit ngomong apa soal ini?” tanya Dira. Olive menatap Dira lekat “Ra, sebelum gue kesini. Gue ketinggalan jedai dirumah. Terus gue balik kerumah buat ambil jedai itu” ucap Olive. Dira mengernyitkan keningnya bingung “Bukan itu yang gue tanya, Kak Egit sama cew….” Ucapan Dira terpotong. “Kak Egit sama bunda lagi ngelakuin s*x pas gue sampai dirumah Ra” ucap Olive pelan. Dira terdiam, ia berusaha dengan keras mencerna ucapan Olive “Liv, ngomong yang jelas” ucap Dira. Sekujur tubuhnya sekarang mendadak panas, bulu kuduknya berdiri. Dira menatap Olive lebih dekat “Olive, ulangi ucapan lo” ucap Dira tegas. Olive menatap kebawah, tidak sanggup membalas tatapan mata Dira “Wanita itu bunda gue Ra. Kak Egit sama bunda lagi ngelakuin s*x waktu gue mau ambil jedai dikamar bunda. Gue denger bunda mendesah dan gue liat mereka berdua ngelakuin itu Ra” ucap Olive Dira terduduk lesu kelantai, kakinya mendadak layu hanya untuk berdiri. Ia terdiam, tidak ada kata yang bisa mewakilkan apa yang Dira rasakan. Dira hidup dikeluarga yang cukup baik, ia memiliki lima saudara dan orang tuanya masih hidup rukun. Dira menatap Olive dengan wajahnya yang sudah merona merah, mata yang bengkak dan pipi yang masih basah “Olive, Ya ampun” Dira langsung memeluk Olive. Lagi-lagi Olive tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis dalam pelukan Dira “Gue harus gimana Ra?. Gue harus apa?. Kak Egit, dan bunda Ra. Mereka berdua kenapa jahat. Gue salah apa sama mereka Ra?” isak tangis Olive. Dira ikut menangis, ia makin mempererat pelukannya pada Dira. Sesekali ia mengelus kepala Olive, mereka berdua menangis saling berbagai kesedihan. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah waktu untuk tenang. ****** Pekerjaan matahari sudah digantikan oleh bulan dilangit. Sedari tadi sudah banyak panggilan masuk dari bundanya di ponsel Olive. Usai makan nasi bungkus yang tidak habis, Olive duduk termenung. Ia membiarkan ponselnya berdering begitu saja “Lo tidur disini aja ya malam ini. Udah, jangan nangis lagi. Kalau udah tenang kita cari jalan keluarnya yah” Ucap Dira. Olive mengangguk pelan. Bel berbunyi, Dira berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang dari balik pengintip pintu “Ya ampun, itu kak Egit” ucap Dira. Olive membelalak kaget “Hah?. Enggak. Dira jangan bilang ke dia gue disini” ucap Olive dan berlari masuk kedalam kamar. Dira menahan nafas membuka pintu apartemennya “Ha..Hai kak” sapa Dira canggung. “Ra, Olive mana?. Dia kesini kan?” tanya Egit. Dira terpaku ditempat, masalahnya ia masih tidak menyangka Egit tega melakukan hubungan terlarang dengan bunda dari sahabatnya, yang bahkan bunda Olive sudah dianggap sebagai ibu kedua baginya. Ia mengenal bunda Olive sebagai pribadi yang elegan, tenang dan dewasa. Terlebih sikap keibuan yang sangat menyayangi anak membuat Dira kagum pada bundanya Olive. “Hmm iya kak. Tadi siang kesini” ucap Dira. Egit mengernyitkan keningnya “Loh? tadi siang maksudnya?. Terus sekarang Olivnya kemana?” tanya Egit. Otak Dira berputar memikirkan alasan yang tepat “Emangnya Olive kenapa kak?. Anaknya udah pulang tadi agak sorean” ucap Dira berbohong. “Iya gue telfon nggak diangkat, bundanya juga nelfon nggak diangkat. Dia cuman kasih tau main kesini, tapi nggak pulang-pulang sampai sekarang. Kan jadi cemas” ucap Egit menunjukkan perhatiannya. Dira mengepal tangannya menahan emosi ‘Gila lo, gimana anak orang mau pulang, elo ena-ena ama emaknya’ gerutu Dira dalam hati. “Ahh yaudah biar aku coba telfon nanti deh kak. Tadi sih katanya mau singgah dimana gitu, dia nyari skincare kayaknya. Nanti deh aku kabarin lagi kalau dia angkat telfonnya. Ini udah malam juga kak, aku mau tidur nih. Bye kak” ucap Dira dan langsung menutup pintu apartemen. Egit yang merasa tidak curiga sama sekali memilih pergi begitu saja. Usai memastikan Egit pergi, Dira berteriak kesal “Gila, anjing itu orang terbuat dari apa. Astaga gue rasanya mau sunat dia berkali-kali” Dira melepaskan emosinya. Olive keluar melihat keadaan “Gimana Ra?” tanya Olive. Dira menjedai rambutnya yang bergelombang karena style spiral “b******k itu udah pulang. Dia sok cemas gitu sama Lo. Mending kirim pesan sama bunda deh lo nginep disini. Itu lebih baik” ucap Dira. Olive mengernyitkan keningnya bingung “Lebih baik maksudnya?” tanya Olive. Dira menghela nafas “Liv, Kak Egit aja bisa bersikap seolah-olah nggak terjadi apa-apa. Dia masih perhatian sama lo, dia masih mikirin elo. Jadi, kenapa lo nggak berpura-pura dulu aja. Bersikap seolah-olah nggak tau apa-apa, dan balas sakit hati lo. Kalau nggak sanggup ke bunda ya ke cowok b******k itu” ucap Dira penuh emosional. Olive kembali bersender disandaran sofa “Kak Egit nggak merasa bersalah sama sekali yah, lo bener” ucap Olive. Ia teringat saat itu Egit dan dirinya masih berciuman hangat layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai. “Kita nggak tau udah sejak kapan mereka kayak gitu kan. Ini rumit Liv, tergantung gimana lo bersikap. Tapi seburuk apapun itu, bunda tetap bunda. Gue nggak ngerti mendadak dalam hitungan detik gue benci banget sama kak Egit. Lo sanggup kan berpura-pura nggak tau?” tanya Dira. Olive menatap langit-langit ruang tamu, fikirannya sedang memilah apa yang harus ia lakukan. Terlebih, memangnya ia sanggup?  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN