Sweet Seventen

2334 Kata
“Mel!” seru Sheila sambil berlari menghampiri sahabatnya. Amel yang sedang berjalan mencari Jonathan, membalikan badan ketika mendengar namanya dipanggil oleh Sheila. “Nggak perlu pake teriak kayak gitu kali Shel!” tegur Amel saat Seila tiba di hadapannya. “Kenapa?” “Gue denger dari anak-anak, elo sweet seventeen bakal ngundang anak-anak?” “Emang kenapa?” tanya Amel acuh. “Gue diundang juga kan? Pestanya di mana?” tanya Sheila penasaran. “Bawel lo!”  “Ih, gitu amat sih jawabnya!” protes Sheila. “Lagian elo, nanyanya nggak guna banget deh! Masa iya elo nggak gue undang sih?!” “Kirain Mel, kan kita tuh deketnya belum lama banget,” ujar Sheila sambil memasang wajah sedih. “Udah ah ngomongnya, males gue. Elo liat Jojo nggak?” sela Amel yang tidak ingin membahas masalah ulang tahun lagi. “Tadi kayaknya ke perpus. Kenapa gitu?” “Gapapa. Gue duluan ya,” ujar Amel sambil berjalan meninggalkan Sheila. Amel berjalan menyusuri lorong menuju ke perpustakaan yang terletak di dekat tangga menuju ke lantai tiga. Amel membuka pintu perpustaaan dan mulai berjalan mencari Jonathan di antara deretan rak-rak berisi buku. “Jo,” ujar Amel sambil menepuk bahu sahabatnya. “Hm?” sahut Jonathan yang tengah membaca sebuah buku. “Lagi ngapain?” “Nyari bola,” sahut Jonathan. “Nyari bola di sini, di toko bangunan kali,” sahut Amel. Jonathan mengacak rambut Amel saat mendengar jawaban ngawur gadis itu.  “Kenapa ke sini?” tanya Jonathan sambil menutup buku yang baru saja dia periksa. “Nyari elo lah.” “Mau apa?” “Ntar temenin gue nyari baju ya,” pinta Amel. “Buat?” “Sweet seventeen.” “Kan mama Laras yang mau cariin.” “Gue mau cari sendiri, biar lebih sreg. Kalo nggak dapet juga, baru gue serahin ke nyokap.” “Tapi nggak lama kan? Aku mau makan malam sama papa.” “Oh ya? Tumben bokap rada lama di sini,” ujar Amel. “Hm.” “Lo nggak seneng ada bokap?” “Kata siapa?” “Habis jawabnya cuma hm, nggak keren banget sih, kayak yang nggak suka.” “Terus aku harus teriak-teriak nggak jelas?” sahut Jonathan. “Eh bel masuk tuh,” ujar Amel yang langsung berlari meninggalkan Jonathan. Sambil menggelengkan kepala, Jonathan meletakan kembali buku yang dia pegang di rak, kemudian berjalan mengikuti Amel yang sudah keluar terlebih dahulu. Sepanjang sisa pelajaran, Amel duduk dengan gelisah menanti jam pelajaran usai. Dia sudah tidak sabar ingin mencari baju untuk acaranya yang tinggal beberapa hari lagi. Begitu bel pulang berbunyi, Amel langsung membereskan meja karena Jonathan sudah keluar terlebih dahulu. “Mel, langsung cabut?’ tanya Sheila ketika melihat sahabatnya sedang memasukkan buku ke dalam tas. “Hm.” “Mau ke mana?” “Ada deh. Rahasia.” “Sama Rio?” “Ih …, pengen tau aja deh. Udah ya gue duluan.” Amel berlari meninggalkan kelas untuk mengejar Jonathan dan tidak melihat pandangan mata Sheila yang sinis serta ucapan gadis itu. “Belagu banget sih, mentang-mentang tajir,” ujar Sheila. “Tunggu aja!” desis Sheila. “Jojo!” seru Amel sambil berlari menuju Jonathan yang sudah menunggunya di motor. “Pergi sekarang?” tanya Jonathan sambil memakaikan helm di kepala Amel. “Iyalah.” “Ayo naik.” Sambil memegang bahu Jonathan, Amel naik ke motor. Kemudian mengambil selendang dari tangan Jonathan dan menutupi bagian kakinya. “Pegangan,” ujar Jonathan sebelum menjalankan motor.  Amel memeluk pinggang Jonathan dan membiarkan sahabatnya itu mengendarai motor menuju mall. Rasanya sangat nyaman bersandar di punggung Jonathan seperti sekarang.  Bersama Rio memang menyenangkan, akan tetapi tetap saja rasanya berbeda saat bersama Jonathan yang begitu sabar dan lembut saat menghadapi dirinya yang sering bertingkah semaunya. Jika sedang bersama Rio, dia harus menjaga sikapnya dan kurang dapat bebas. “Kamu tidur?” tanya Jonathan saat sedang berhenti di lampu lalu lintas. “Nggak kok.” “Terus kenapa diem aja?” “Gapapa.” “Bohong.” “Iya, serius. Gue tuh lagi mikirin mau beli baju apa buat nanti,” dalih Amel. “Ya udah. Pegangan lagi, udah mau jalan.” Amel kembali memeluk pinggang Jonathan dan tetap seperti itu sampai mereka tiba di parkiran yang berada di basement.  “Ayo,” ujar Jonathan sambil menggandeng tangan Amel. Tiba di dalam mall, dengan antusias, Amel menarik tangan Jonathan untuk mulai mencari gaun untuk acara ulang tahunnya. Jonathan menemani Amel tanpa banyak kata dan protes dan terus mengikuti gadis itu berpindah dari satu butik ke butik lainnya yang berada di sana. “Kenapa cemberut?’ tanya Jonathan. “Cape?” “Bukan ….” “Terus?” “Nggak ada yang bagus. Modelnya biasa aja, nggak ada yang istimewa,” sahut Amel sambil memonyongkan bibirnya. “Emang kamu nyari yang kayak gimana sih?” tanya Jonathan dengan sabar. “Pokoknya harus yang cantik, tapi nggak norak juga.” “Ya susah dong kalo cuma nyebutin kayak gitu. Coba yang spesifik dikit.” “Nggak tau! Gue juga bingung. Elo aja deh yang pilihin. Pokoknya gue mau keliatan cantik, biar Rio makin sayang sama gue!” Jonathan terdiam mendengar perkataan terakhir yang keluar dari bibir Amel. Dia berusaha menahan rasa kesal di hatinya, dan tetap berkata dengan sabar. “Nyarinya besok lagi ya, sekarang udah sore,” bujuk Jonathan. “Terserah!” sahut Amel ketus. Dengan sabar, Jonathan menggandeng tangan Amel, dan membawanya menuju tempat parkir. Sepanjang perjalanan pulang, Amel terus diam sampai mereka tiba di depan rumah. Jonathan menghentikan motor tepat di depan pagar rumah Amel, dan menunggu sampai gadis itu turun. Kemudian membantu Amel melepaskan helm. “Sekarang kamu masuk, mandi, makan, terus tidur,” ujar Jonathan sambil membelai rambut Amel. “PR gue gimana?!” “Besok pagi aku ke kamar, kamu salin aja.” “Beneran?” tanya Amel sambil tersenyum lebar. “Hm.” “Ah …, Jojo memang yang terbaik,” sahut Amel. “Gue masuk dulu ya.” Amel tiba-tiba berbalik dan mengecup sekilas pipi Jonathan. Emudain secepat ilat dia berlari meninggalkan Jonathan yang tersenyum sambil memegang pipinya. Setelah Amel masuk, Jonathan mengendarai motor menuju rumahnya sendiri. *** Pagi ini Amel bangun dengan perasaan senang luar biasa. Hari ini usianya genap tujuh belas tahun, dan nanti malam akan diadakan pesta menyambut ulang tahunnya di salah satu hotel yang terletak di Jakarta. Semua teman seangkatan akan diundang, juga Rio. Amel melompat dari tempat tidur, berlari menuju kamar mandi. Dia ingin secepatnya menemui Jonathan dan menagih kado ulang tahunnya. Selesai mandi dan berias, Amel berlari ke bawah. “Lia, kamu mau ke mana?” tanya Laras melihat Amel sudah rapi. “Kan kita mau ke hotel.” “Kita perginya kan masih cukup lama.” “Amel mau ke sebelah dulu, mau gangguin Jojo.” Laras menggelengkan kepala melihat kelakuan putri sulungnya yang kerap bertindak sesukanya terhadap Jonathan.  “Eh, bilang sama Jojo supaya ikut bareng sama kita.” “Oke,” sahut Amel. Amel berlari ke taman depan dan membuka pintu sambung yang sengaja dibuat supaya mereka dapat keluar masuk tanpa harus melalui pintu pagar. “JOJO!” teriak Amel dari bawah. “Hobi banget sih teriak-teriak!” tegur Jonathan dari belakang Amel. “Aa …! Ngagetin aja sih!” seru Amel yang terkejut mendengar suara Jonathan yang ternyata berada di belakangnya. “Lagian kamu, masuk ke rumah orang nggak pake salam, nggak nanya dulu, langsung teriak-teriak.” “Biarin! Suka-suka gue dong!” sahut Amel sambil tersenyum manis. “Kamu mau apa ke sini? Bukannya harus berangkat ke hotel.” “Perginya nanti jam sebelas. Sekarang gue mau gangguin elo dulu,” sahut Amel. “Oh iya, kata mama elo perginya bareng aja sama kita.” “Aku nanti sore aja Mel, pas deket acara.” “Mana bisa! Pokoknya elo harus bareng! Gue nggak mau bengong sendirian di kamar.” “Kan ada Brenda.” “Pokoknya nggak mau!” “Iya, iya.”  Jonathan akhirnya mengalah daripada jadi berdebat panjang dengan Amel. Dia tidak ingin melihat gadis itu cemberut di hari istimewanya. “Elo lagi ngapain?” tanya Amel yang bingung melihat celana Jonathan yang belepotan tanah. “Bantuin Kang Usman bersihin kebun. Mau ikut?” “Nggak!” sahut Amel sambil bergidik membayangkan harus belepotan tanah. Jonathan yang melihat wajah Amel seperti itu dengan sengaja mengarahkan tangannya yang juga belepotan tanah ke wajah Amel. “Pergi sana!” teriak Amel sambil berusaha menjauhi Jonathan. Dengan sengaja, Jonathan berlari mengejar Amel dan berhasil meraih pinggang gadis itu.  “JOJO! LEPASIN!” seru Amel sambil tertawa keras. Bukannya melepaskan Amel, Jojo malah berputar-putar mengelilingi ruangan dan membawa gadis itu ke kebun. “JOJO!” seru Amel sambil terus tertawa. Akhirnya Jonathan melepaskan Amel, dan mereka bersama-sama berbaring di rumput sambil menatap langit yang terlihat begitu bersih. Setelah napasnya kembali normal, Amel duduk di samping Jonathan, memeriksa bajunya yang ternyata terkena noda tanah dari tangan sahabatnya. “Baju gue kan jadi kotor,” ujar Amel sambil memukul bahu Jonathan dengan gemas. “Tinggal ganti Mel,” sahut Jonathan tenang. “Gue pinjem baju elo aja.” “Hm.” “Beneran?” “Hm.” “Gue pake kemeja kesayangan elo ya?” tantang AMel. “Hm.” Lagi-lagi hanya jawaban singkat yang diberikan oleh Jojo. “Tumben amat elo baik gini? Nggak salah makan obat kan?” “Karena ini hari spesial kamu Mel.” “Ngomong-ngomong hari spesial, mana kado ulang tahun gue?” “Ambil sendiri,” sahut Jonathan yang masih memejamkan mata. “Di mana?” tanya Amel semangat. “Di kamar aku. “YEAY!” pekik Amel sambil berlari menuju ke kamar Jonathan. Tiba di kamar Jonathan, Amel mencari-cari di seluruh kamar hadiah untuknya. Di meja belajar, Amel menemukan kotak kado kecil berwarna merah muda. Amel membuka kotak dan tertegun saat melihat isinya. Seuntai gelang putih dengan inisial namanya serta bandul berbentuk hati mungil. Amel langsung membawa gelang tersebut ke bawah menuju ke taman. “JOJO!” seru Amel sambil mengguncang-guncang bahu sahabatnya. “Hm.” “Bangun cepetan, terus pakein gelangnya di tangan gue,” pinta Amel dengan manja. “Nanti aja, aku ngantuk.” “Sekarang,” ujar Amel kembali mengguncang-guncang bahu Jonathan. Jonathan membuka matanya dengan malas, kemudian duduk berhadapan dengan Amel. “Siniin,” ujar Jonathan sambil menadahkan tangannya pada Amel. Gadis itu langsung meletakkan gelang di tangan Jonathan sambil tersenyum lebar dan mengulurkan tangan kanannya pada pemuda itu. Jonathan memakaikan gelang di tangan kanan Amel dengan hati-hati. “Mm …, cantiknya,” gumam Amel sambil melihat gelang yang sudah melingkar di tangannya. “Suka?” tanya Jonathan. “Hm, suka banget. Makasih ya,” ujar Amel sambil menubrukkan tubuhnya ke arah Jonathan serta memeluk pemuda itu dengan sangat erat. “Mel, aku nggak bisa napas,” ujar Jonathan. “Biarin.” “Non Amel, kata Ibu mau berangkat sekarang,” ujar Usman. “Emang mama di sini?” tanya Amel. “Udah pulang lagi Non.” “Jo, mandi sana! Gue telepon ke rumah bentar.” “Mau ngapain?” “Mau bilang sama mama, gue perginya bareng elo aja.” *** Tepat jam tujuh malam, Amel keluar dari kamar hotel dan berjalan menuju ke ballroom tempat pesta ulang tahunnya digelar sambil menggandeng tangan Jonathan. Tiba di sana, sudah ada beberapa temannya yang datang, begitu juga relasi ayahnya. Amel terus berjalan sambil menggandeng tangan Jonathan dengan erat menuju tengah ruangan. “Kamu gugup?” bisik Jonathan. “Hm.” “Kenapa mesti gugup? Ini kan hari kamu, dan kamu juga terlihat sangat cantik,” ujar Jonathan. Malam ini Amel memang terlihat sangat cantik, juga anggun. Gaun merah muda yang membalut tubuh langsingnya terlihat sangat serasi dengan kulit putihnya.  “Namanya gugup kan nggak bisa diatur Jo,” sahut Amel yang mulai merasa rileks karena dapat mengalihkan pikirannya dengan berdebat. Setelah Amel tiba di tengah ruangan, dia langsung dihampiri oleh teman-temannya sambil mengucapkan selamat padanya. “AMEL! Selamat ya,” ujar beberapa temannya yang datang bergerombol. “Makasih ya,” sahut Amel sambil membalas ucapan teman-temannya. “AMEL! Selamat ya,” ujar Sheila sambil memeluk Amel. “Elo cantik banget deh. Semua yang di ruangan ini nggak ada yang bisa ngalahin cantiknya elo,” puji Sheila. “Jangan ngerayu deh,” sahut Amel. “Masih banyak yang lebih cantik dari gue. Jangan suka muji berlebihan Shel.” “Mel, selamat ulang tahun,” ujar Rio yang berdiri di belakang Sheila. “Eits, pangerannya Amel udah dateng,” ujar Sheila sambil mengedipkan mata pada Rio. “Apaan sih lo!” desis Amel tidak suka. “Makasih Rio,” sahut Amel sambil tersenyum manis. Rio mengulurkan kado pada Amel sambil tersenyum gugup. “Makasih,” ujar Amel sambil menerima kado dari Rio. “Aku boleh buka sekarang?” “Jangan, nanti aja.” “Kenapa?” “Aku takut kamu kecewa sama isinya, karena aku belum bisa kasih hadiah yang mewah.” “Kok ngomongnya begitu sih?! Aku nggak suka dengernya. Buat aku, kado dari kamu pasti istimewa apapun itu.” “Maaf,” sahut Rio. “Lia, sekarang potong kuenya dulu,” ujar Laras. ‘Iya Mam.” Amel berjalan mengikuti Laras. Diapit kedua orang tuanya, Amel berdiri menghadap ke arah kue ulang tahunnya. Setelah para undangan menyanyikan lagu ulang tahun, Amel mulai memotong kuenya dan disambut tepuk tangan dari para undangan. “Nah sekarang kamu kasih potongan pertama sama orang yang paling kamu sayang,” bisik Laras. Amel berdiam sambil memandangi potongan kue ulang tahunnya. Dia bingung harus memberikannya pada siapa. Akhirnya Amel berjalan menghampiri Jonathan, kemudian menyuapkan kue di tangannya pada sahabatnya. “Kok aku?” tanya Jonathan. “Karena selama ini elo selalu ada buat gue,” sahut Amel mantap. Rio melotot melihat hal itu. Awalnya dia sangat yakin jika Amel akan memberikan potongan kue itu untuk dirinya. Namun, sangat di luar dugaan jika pada akhirnya Jonathan lah yang menerima itu. Sheila pun memandang penuh kemarahan pada Amel dan Jonathan. Semakin dalam rasa benci di hatinya pada Amel. “Tunggu pembalasan gue Mel!” desis Sheila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN