Rio Bersama Siapa?

1888 Kata
  “Jo, besok siapa yang ambil rapor?” tanya Amel saat main di kamar  Jonathan. “Aku.” “Emang om ke mana?” “Entah,” sahut Jonathan tak acuh. Amel memandangi wajah sahabatnya dengan seksama. Terkadang dirinya tidak habis pikir dengan sikap dingin Jonathan terhadap ayahnya, tapi terkadang juga bisa bersikap hangat. “Kenapa nggak minta tolong sama om Christ?” “Dia kan bukan orang tua aku, Mel,” sahut Jonathan singkat dan menandakan dirinya enggan membahas masalah itu lagi. “Sama mama aja, barengan sama gue, gimana?” usul Amel. “Hm.” “Mau apa nggak?!” “Iya Amelia Cantika ….” “Nah gitu dong,” sahut Amel sambil tersenyum manis, memamerkan kedua lesung di pipinya. “Ngomong-ngomong gimana hubungan kamu sama Rio?” “Tumben nanya? Biasa paling anti kalo berhubungan sama dia.” “Gapapa, cuma rasanya udah lama nggak liat dia dateng atau anter jemput kamu.” “Dia lagi sibuk kuliah Jo.” “Oh ….” “Kok gitu sih? Kayak yang nggak percaya.” “Gapapa,” sahut Jonathan. Jonathan sudah mengetahui sejak beberapa waktu yang lalu jika insiden preman adalah ulah Rio. Ternyata Rio sengaja melakukan hal itu karena ingin  mendekati Ame. Namun dia belum mengetahui motif tersembunyi lainnya. Jonathan yakin ada hal lain yang ingin didapatkan Rio selain menjalin hubungan dengan Amel. Jonathan juga belum mengetahui bagaimana Rio dapat mengenal Amel. Karena selama ini, Jonathan lah yang selalu mengantar jemput gadis itu saat les piano, dan belum pernah melihat Rio sekali pun, sehingga rasanya mustahil dia kecolongan menjaga Amel. Jonathan masih berusaha mencari informasi siapa orang yang sengaja meminta Rio untuk mendekati Amel. Dan jika dugaannya itu benar, dia harus mencari tahu siapa dalang yang sesungguhnya. “Eh Jo, liburan mau ke mana?” “Belum tau. Kenapa?” “Jalan-jalan yuk.” “Ke?” “Pengen ke Jogja, sekalian keliling Jawa terus berakhir di Bali.” “Males ah, lagi pengen di rumah aja.” Bukan Jonathan tidak ingin pergi liburan. Kalau menuruti keinginan hati, dia ingin menerima usulan Amel. Namun, dia sedang mengkhawatirkan keadaan keuangan om Thomas, yang menurut om Christ semakin memburuk saja sejak menjalin kerja sama dengan salah satu teman bisnisnya yang berasal dari Medan. Menurut om Christ, rekan bisnis om Thomas sedikit mencurigakan. Namun, belum dapat dipastikan kebenarannya. “Elo kok gitu sih?!” sentak Amel. “Mel, aku ngantuk. Kamu belum mau tidur?” ujar Jonathan yang tidak ingin memperpanjang masalah tentang berlibur. “Gue tidur sini aja ya, males jalan pulang,” sahut Amel sambil membaringkan tubuh di tempat tidur. “Sikat gigi dulu sana.” “Males bangunnya.” Tanpa banyak kata, Jonathan menarik tangan Amel, memaksa gadis itu untuk berdiri. “Aish …!”  Amel mengentakkan kaki dengan kesal sambil berjalan ke kamar mandi. Jonathan berjalan di belakang Amel sambil tersenyum kecil melihat sahabatnya merajuk. Selesai sikat gigi, Amel langsung merebahkan kembali tubuhnya di tempat tidur. Jonathan berjalan ke sofa dan berbaring di sana dan membiarkan Amel menguasai tempat tidurnya. “Jo, temenin gue,” pinta Amel. Tanpa banyak bicara Jonathan bangkit dari sofa, mengambil gitar dan duduk di tempat tidur. Dia memainkan lagu Cinta Putih milik Glenn sampai Amel tertidur. Setelah yakin Amel sudah tertidur, Jonathan berjalan untuk menaruh gitar di tempatnya, kemudian berbalik menuju tempat tidur. Perlahan, dia duduk dan memandangi wajah Amel yang terlihat begitu cantik saat tertidur. “Kenapa kamu nggak ngerti perasaan aku Candy,” gumam Jonathan sambil mengelus rambut Amel. “Kenapa kamu mesti sama Rio?” Jonathan memandangi Amel untuk beberapa waktu. Setelah puas, dia berjalan untuk mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu kecil dan berbaring di sofa. *** “Mel, nilai rapor lo gimana?” tanya Sheila. “Bagus dong. Elo?” Amel balik bertanya. “Nggak tau. Nyokap gue nggak bisa dateng, jadi rapor belum diambil.” “Sori,” ujar Amel. “Gapapa, nyantai aja. Eh rapor Jojo gimana? Terus dia punya siapa yang ambil?” “Lebih bagus dari punya gue lah. Dan nyokap gue yang ambilin tadi.” “Enak ya jadi elo, orang tua selalu ada buat anak-anak, bahkan masih bisa nolong orang lain.” “Elo mau gue tolongin juga?” tanya Amel. “Nggak usah, nanti juga diambil, tapi nggak tau kapan.” “Kalo nggak elo ijin aja liat nilai rapor sama Bu Mirna.” “Gampanglah. Eh elo mau langsung pulang?” “Nggak. Gue mau pergi dulu sama Jojo dan Reza.” “Ke mana? Gue ikut dong,” ujar Sheila. “Elo tanya aja sama Reza, kan dia yang punya acara.” Sheila bergegas mencari Reza yang ternyata sedang duduk di bawah pohon dekat lapangan. Sheila bergegas menghampiri Reza yang kebetulan sedang mengobrol dengan Jonathan. “Za, kata Amel kalian mau jalan? Gue ikut dong.” “Eng …, sori Shel, kayaknya nggak bisa,” ujar Reza. “Soalnya ada nyokap gue juga.” “Oh, gitu. Ya udah, kalo gitu gue cabut dulu ah.” Sheila langsung berjalan meninggalkan Reza dan Jonathan dengan wajah menahan marah. Baru kali ini Reza berani menolak keinginannya, dan dirinya merasa sangat terhina akan hal itu. Kemudian Sheila mengambil ponsel dari saku dan mengirimkan pesan pada seseorang.  “Tumben elo nolak dia ikut?” tanya Jonathan yang mendengarkan sejak tadi. “Gapapa, hati gue nggak sreg aja mau ngajak dia.” “Aneh, biasanya malah elo yang pengen itu anak selalu ada. Ada masalah apa lo?” selidik Jonathan. “Nggak ada, cuma gue mulai ngerasa ada yang aneh aja sama Sheila. Kayak yang nggak tulus temenan sama Amel.” “Kan dari awal juga gue udah bilang. Elo nya aja yang nggak percaya, malah bilang karena gue alergi sama cewek, makanya selalu mikir jahat,” sindir Jonathan. “Sori deh, kan gue juga baru ngerasanya belakangan ini. Berarti kita mesti makin ekstra dong jagain Amel?” “Hm.” “Eh, Amelnya ke mana?” “Kayaknya anterin mama Laras dulu ke mobil,” sahut Jonathan.  Jonathan dan Reza akhirnya berjalan meninggalkan lapangan menuju ke tempat parkir motor. Mereka memutuskan menunggu Amel di sana. “Tuh dia,” ujar Jonathan saat melihat Amel setengah berlari menghampiri tempat mereka. “Kita jadi pergi kan?” tanya Amel. “Jadi dong,” sahut Reza. “Emang mau ngapain sih ke Blok M?” tanya Amel penasaran. “Mau jalan-jalan ala rakyat jelata Mel,” seloroh Reza. “Eh, tadi Sheila ke sini nggak? Dia bilang mau ikut, jadi gue suruh nanya langsung ke elo.” “Oh ya? Nggak ke sini kok,” sahut Reza sambil mengalihkan tatapannya dari Amel. “Aneh, terus dia ke mana? Gue cari juga nggak ada.” “Mau pergi nggak ini? Kalo mau, mending cepetan,” ujar Jonathan mengalihkan pembicaraan. “Kamu sama aku ya Mel.” “Siap,” sahut Amel sambil menerima helm dari tangan Jonathan. “Eh, ngomong-ngomong, Rio nggak jemput lo?” tanya Reza. “Nggak, katanya mau anterin mamanya ke rumah saudara di Cianjur.” “Oh ….” “Ayo naik Mel,” ujar Jonathan yang sudah menyalakan mesin motor. Amel naik dan langsung memeluk pinggang Jonathan yang langsung menjalanan motor keluar dari area parkir dan sekolah langsung menuju ke tempat tujuan. Cuaca terik menemani mereka sampai tiba di sana.  Setelah memarkir motor dan menitipkan helm, mereka bertiga mulai berjalan-jalan sambil melihat-lihat barang yang dijual di emperan. Mereka terus berkeliling dan akhirnya masuk ke dalam mall. Amel sedang melihat-lihat aneka jepit rambut di salah satu toko ketika Reza yang kebetulan sedang menunggu di luar toko bersama Jonathan melihat Rio. Dia langsung mencolek bahu Jonathan sambil menunjuk dengan dagunya. “Itu Rio kan?” ujar Reza. “Hm,” sahut Jonathan singkat. “Ngapain dia di sini?” “Mana gue tau,” sahut Jonathan tak acuh. “Eh, eh, liat tuh,” bisik Reza sambil menyodok rusuk Jonathan dengan sikunya. “AW!” desis Jonathan. “Apaan sih?!” “Itu elo coba liat deh, dia kayaknya sama cewek deh.” Jonathan mengikuti arah yang ditunjuk Reza dan akhirnya melihat Rio yang sedang berjalan bersama seorang gadis. Jonathan menahan amarah di dadanya melihat seorang gadis itu memeluk pinggang Rio dengan mesra. Namun, dia tidak dapat mengenali gadis tersebut karena wajahnya terhalang tubuh Rio. “Katanya ke Cianjur?! Berarti itu cowok tipe kadal juga!” sungut Reza. “Mainnya nggak cantik,” gumam Jonathan. “Elo tunggu sini Za. Kalo Amel nanya, bilang gue mau beli minum dulu.” Tanpa menunggu jawaban Reza, Jonathan langsung berlari untuk mengejar Rio dan mencari tahu siapa gadis yang sedang bersama pemuda itu. Jonathan terus mengikuti Rio dan gadis di sampingnya dalam jarak aman. Dia merasa seperti mengenal gadis itu, karena terlihat familiar dari caranya berjalan.   Namun, Jonathan harus kehilangan jejak Rio karena serombongan anak SMU yang tiba-tiba menyelak sambil tertawa heboh. Sambil menahan gusar, Jonathan kembali ke toko jepit dan tidak lupa membeli minuman untuk mereka bertiga. “Elo ke mana sih?!” tanya Amel. “Habis beli ini,” ujar Jonathan sambil menyodorkan minuman pada Amel. “Sekarang kita mau ke mana lagi?” tanya Amel. “Elo maunya ke mana?” “Ke food court yuk, gue laper lagi," ujar Amel. “Elo yang traktir kan Jo?” tanya Reza.  “Kan elo yang ngajakkin main,” sahut Jonathan. “Tapi kan tadi udah gue traktir, masa gue lagi?” gerutu Reza. “Ya  udah, gue yang traktir,” sela Amel. Mereka bertiga menaiki eskalator menuju ke lantai atas tempat food court berada. Ketika tiba, Jonathan melihat Rio dari belakang.  “Ngemilnya di MC D aja ya Mel,” ujar Jonathan tiba-tiba sambil berdiri di depan Amel. “Kenapa sih?” tanya Amel yang sedikit bingung melihat kelakuan Jonathan. “Gapapa. Yuk,” ujar Jonathan sambil membalikkan tubuh Amel dan membawa gadis itu meninggalkan food court. “Ada apaan sih Jo?’ Amel mengulang pertanyaannya. “Gapapa. Aku tiba-tiba pengen makan burger.” “Kan di atas juga ada,” sahut Amel yang saat ini sudah berada di eskalator arah turun. “Tapi tempatnya nggak luas Mel. Kalo yang di seberang kan enak.” “Pasti alesan doang. Elo nutupin sesuatu ya?” cecar Amel. “Nggak Mel. Lagian kalo yang di atas kan nggak komplit,” ujar Reza membantu Jonathan. Reza mengerti alasan Jonathan karena tadi dia juga sempat melihat Rio. Namun yang membuatnya terkejut, gadis di samping Rio itu adalah seseorang yang mereka kenal. Dia sedikit khawatir jika Jonathan juga melihat hal itu. Reza tidak berani membayangkan akan seperti apa amarah sahabatnya itu. Jonathan memang sangat pendiam dan sabar, akan tetapi jangan coba-coba menyentuh apalagi menyakiti Amel.  Saat berjalan keluar mall, berkali-kali Reza melirik ke arah Jonathan. Namun wajah sahabatnya sangat datar seolah-olah tidak terjadi sesuatu. “Semoga dia nggak liat,” gumam Reza. “Buruan jalannya!” ujar Amel yang tengah menggandeng Jonathan. “Pelan-pelan aja Mel,” sahut Jonathan. “Gue beneran laper Jo.” “Itu perut apa karung sih?’ seloroh Reza. “Bawel lo!” “Jangan-jangan elo cacingan Mel. Udah minum obat cacing belum?” ujar Reza lagi. “Bawel ih!” ujar Amel gemas sambil menjitak kepala Reza. “Eh Mel, gue mau nanya dong.” “Apaan?” “Kenapa sih kalian berdua nggak pacaran aja?” “Gue? Sama Jojo?” “Iyalah, emang sama siapa lagi?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN