Saya mengobrol banyak dengan Mas Segawon hingga larut malam. Kami membicarakan banyak hal, mulai dari hal-hal biasa, hingga yang agak sensitif. Saya ndak tahu bagaimana cara Mas Segawon hidup selama kami berpisah. Saya hanya peduli dengan keadaan saya sendiri. Saya terlalu kalut dan akhirnya sibuk melamun. "Mas apa kabar?" tanya saya cepat. Mas Segawon mendongak dengan wajah sedih. Kalau ditanya secara fisik, dia terlihat baik-baik saja. Saya ndak tahu bagaimana keadaan hatinya sekarang. "Baik, Dek Ndalu. Hanya saja Mas masih bingung." Mas Segawon mengembuskan napas. Saya tersenyum lembut. Saya juga masih bingung. Begitu banyak peristiwa yang mampir, namun sedikit pun tidak saya mengerti. Kejadian demi kejadian berlalu sangat cepat, namun hati saya lambat merespon. Saya ndak