Saya adalah lelaki paling plin-plan yang pernah ada di desa ini. Saya ndak peduli dengan apa kata orang, tapi hati saya terlalu sakit untuk mendengarnya. Hati saya itu rapuh sekali, ndak ada satu pun yang bisa membuat saya bangkit kalau sudah terluka. Ini pertama kalinya saya jatuh cinta, namun rasanya sudah sesakit ini. Saya lelah. Jatuh. Keputusan ini saya sambil karena saya begitu mencintai simbok. Mungkin saya bisa gila kalau berpisah dari Mas Segawon, namun saya bisa hancur kalau berpisah dari simbok. Saya ndak akan pernah rela kehilangan beliau, meski Gusti Allah adalah pemegang sendi kehidupan sebenarnya. Kalau Gusti sudah mengatakan kun, maka terjadilah. Jadi saya sebagai ciptaanNya hanya bisa pasrah dan berdoa. Hanya bisa menunduk untuk segala yang sudah ada dan bersy