Dugaanku memang tidak pernah salah hari ini aku harus menyaksikan pertunangan mereka. Ya, dan aku harus menerima fakta yang sebenarnya. Bahwa cintaku hari ini mungkin akan kandas begitu saja.
****
Saat ini Marvin dan kedua orang tuanya akan mengunjungi mansion milik Alvaro Marcello Anindito. Disisi lain Stevan berada di dalam mobil mewah miliknya sendiri, mobilnya berada di belakang mobil sahabatnya. Tentunya, dirinya mengikuti kemana perginya Marvin. Meskipun dirinya sudah tahu kemana tujuan sahabatnya itu.
"Ya tuhan, semoga perkiraanku tidaklah benar. Semoga Marvin bukanlah calon tunangan Fenny jika itu benar? Hatiku akan sangat hancur sekali. Sahabatku akan menjadi penghalang hubungan kami demi tuhan aku tidak ingin itu terjadi tuhan," Ujar Stevan yang tengah menahan tangis saat ini.
Keempatnya telah sampai di mansion Anindito, kedua mobil mewah itu memasuki gerbang menjulang tinggi milik Alvaro Marcello Anindito. Marvin dan kedua orang tuanya telah turun di susul oleh Stevan dengan perasaan was - was takut ia di usir oleh ayah kekasihnya itu.
"Van. Ayo kita masuk? Sepertinya acaranya akan segera di mulai," Kata Marvin sambil melangkah masuk mengikuti kedua orang tuanya yang sudah terlebih dahulu melangkah masuk. Stevan mengangguk sambil melangkah masuk bersama Marvin, setelah Stevan berada di dalam mansion kekasihnya itu.
Stevan menatap dekorasi yang di hias seindah dan semenarik mungkin.
"Alex. Selamat datang teman. Aku merindukan dirimu selama 2 tahun ini kau tidak bisa aku temui," Sapa pemilik mansion sambil memeluk Alexander Kevin Archelaus tanda persahabatan.
Keduanya berpelukan gaya pria sejati.
"Aku juga merindukanmu Al," Balas Alex balik menyapa sahabat sejak dulu yang tidak lain adalah Alvaro Marcello Anindito.
Keduanya tersenyum haru saat kembali bertemu sekian lama.
"Kak Rosa apa kabar," Panggil Fanny membuat Rosalind yang di panggil tersenyum sambil memeluk sahabat terbaiknya itu
"Aku baik Fanny. Kau apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu," Balas Rosalind haru membuat kedua wanita dewasa itu tersenyum manis.
"Tante Fanny," Panggil Marvin seakan tidak mempercayai perlihatannya saat ini.
Membuat yang di panggil segera menoleh dengan tatapan seakan pernah mengenal pemuda tampan itu, tapi di mana? Membuat Fanny mengingat - ingat sosok Marvin di dalam benaknya.
"Kak Rosa apa di...a putramu yang tampan itu?" Tanya Fanny yang tidak asing dengan wajah tampan Marvin.
"Iya Fan. Dia Marvin anak remaja yang pernah kau temui itu," Ujar Rosalind terkekeh sambil mengusap puncak kepala Marvin penuh kasih sayang. Membuat Marvin tersenyum manis ke arah Rosalind selaku ibu kandungnya sendiri.
"Mah. Kenapa tante Fanny di sini?" Tanya Marvin membuat Rosalind tersenyum tipis ke arah putra semata wayangnya itu.
"Ya. Tentu saja tante Fanny ada di sini sayang. Dia kan istrinya paman Alvaro," Kata Rosalind membuat Marvin membulatkan kedua matanya seakan tidak mempercayai apa yang baru saja ia dengar itu.
"Mama gak bercanda kan?" Tanya Marvin, dibalas gelengan kepala dari Rosalind sang mama tercintanya.
Membuat Stevan memilih diam pasalnya ia hanya mendengar saja, ia sangat ingin tahu apa hubungan Marvin dengan keluarga kekasihnya itu. Membuat senyuman Marvin semakin cerah saat melihat jawaban Rosalind pada dirinya.
"Berarti gadis kecilku juga ada di sini Mah?" Tanya Marvin dengan wajah bahagianya dan dibalas anggukan kepala dari kedua wanita dewasa itu.
"Kau merindukan putriku ya?" Tembak Fanny dengan kekehan gelinya, membuat Marvin mengangguk sambil menatap sekeliling mencari sosok yang sangat ia rindukan selama ini.
"Sebentar ya. Tante panggilkan dulu," Ujar Fanny sambil menatap sekeliling mencari sosok putri bungsunya yang sempat ia lihat tidak jauh darinya." Fenia. FENIA," Teriak Fanny membuat seorang gadis kecil dengan tumbuh mungilnya, segera melangkah dengan gaun berwarna merah darah melangkah dengan pelan ke arah Fanny. Karena saat ini ia mengunakan High heels dan gaun miliknya yang memiliki ekor yang lumayan panjang seperti gaun pengantin pada umumnya.
"Yes, Mom," Jawab gadis kecil bernama Fenia yang tengah melangkah dengan kedua kaki pendeknya. Sambil tersenyum manis ke arah sang Mommy tercinta, membuat Marvin tersenyum di belakang punggung mamanya itu.
"Ada apa Mom?" Tanya gadis remaja berusia 13 tahun tersebut dengan senyuman termanis miliknya.
"Ayo tebak, siapa yg ingin bertemu denganmu sayang," Kata Fanny dengan senyum geli, membuat Fenia menatap ke kiri ke kanan. Dengan wajah penasarannya
"Siapa Mom, Fenia gak lihat siapa yang mau ketemu fe....!!!!
Ucapan Fenia terhenti saat ada telapak tangan besar menutup kedua mata mungilnya. Gadis kecil itu dapat mencium aroma parfum mahal yang memasuki indera penciumannya.
"Uuhh, ini siapa sih? Ayo buka mata Fenia. Fenia gak bisa lihat nih," Kata Fenia dengan suara imutnya, membuat kedua keluarga mereka sampai tertawa saat melihat tingkah lucu gadis remaja itu.
"Hai princess," Suara seseorang membuat tubuh Fenia membeku seakan di indera pendengarannya sangat tidak asing dengan suara lembut milik orang yang sangat fenia rindukan selama ini.
Fenia segera menoleh ke arah belakang, membuat kedua mata bulat dan bibir mungil Fenia terbuka lebar, seakan tidak mempercayai siapa yang tengah berdiri di hadapannya. Membuat wajah Fenia seketika bersemu memerah, saat melihat wajah tampan pria itu saja hati dan jantung Fenia kembali berdetak gila - gilaan di dalam sana.
##
Disisi lain ketika melihat semua orang tengah sibuk membuat Stevan memberanikan diri melangkah meninggalkan sahabatnya.
"Fenny," Panggil Stevan saat melihat gadis yang ia rindukan sedang menuruni anak tangga dengan gaun berwarna biru muda dengan High heels berwarna biru. Tidak berbeda jauh dengan gaun yang di pakai oleh Fenny yang juga memiliki ekor yang sama panjangnya dengan yang dimiliki oleh Fenia.
Mendengar namanya di panggil membuat Fenny segera menoleh, kedua bibir Fenny yang berwarna merah muda tersenyum manis saat orang yang ia nantikan ternyata sudah berada di hadapannya.
"Stevan," Panggil Fenny bahagia, sambil menuruni anak tangga dengan langkah cepat tapi naas langkah kaki Fenny harus terhenti saat kedua matanya menangkap seorang pria paru baya yang tengah berdiri di tengah - tengah dirinya dan Stevan dalam arti menghadang mereka untuk saling menatap.
Tubuh Fenny terlihat menegang kaku saat ini melihat kepala keluarga telah berdiri di tengah - tengah mereka.
"Ternyata kau tidak kapok juga Eh?" Ujar seseorang yang tidak lain adalah Alvaro dengan kedua mata menatap tajam sosok Stevan yang terlihat menegang kaku disana.
Bagaimana tidak. Perasaan Stevan tadi saat ia pergi Alvaro tidak melihatnya, tapi kenapa saat ini Alvaro sudah berdiri di hadapannya. Bahkan menghadang niatnya untuk memeluk kekasihnya itu.
"Kau mencoba menipu orang tua rupanya," Sinis Alvaro membuat Fenny hanya mampu berdiri saja, karena jujur Fenny tidak akan berani untuk mendekati kekasihnya jika Alvaro ada di hadapan mereka saat ini.
Jika ia nekat maka kekasihnya tentu akan di hajar habis - habisan oleh Daddynya itu. Tidak... tidak, Fenny tidak ingin itu terjadi. Sampai kapanpun Fenny tidak akan rela melihat kekasihnya kembali babak belur seperti tempo hari.
"Daddy, Fe....?
"Diam Fenny, Daddy belum selesai bicara," Potong Alvaro membuat Fenny hanya mampu terdiam sambil menatap seduh kekasihnya itu.
Alvaro menoleh menatap Stevan dengan tatapan tajam miliknya.
"Kau beruntung malam ini tidak mendapatkan bogeman mentah dariku. Karena hari ini aku tidak mau memukulmu, aku tidak mau calon menantuku takut padaku, sudah aku duga jika kau pasti akan datang jangan kira aku bodoh aku selalu menatap dirimu meski aku sedang berbicara pada para tamu bukan berarti kedua mataku tidak bisa melihatmu," Sinis Alvaro saat dirinya menatap ke arah putri sulungnya yang tampil cantik malam ini.
"Kau sangat cantik sayang, ayo kita bertemu dengan para tamumu," Kata Alvaro sambil menggandeng tangan Fenny membuat Fenny mengangguk sambil mengikuti langkah kaki Daddy-nya. Sekilas Fenny menatap kekasihnya dengan kedua matanya seakan dapat dibaca oleh Stevan jika itu adalah permohonan maaf untuk dirinya, membuat Stevan mengangguk mengerti.
Meski perasaannya saat ini sangat was - was, apa benar kekasihnya akan bertunangan malam ini? Membuat Stevan takut bukan main.
Fenny dan Alvaro telah sampai di tengah - tengah pesta.
"Maaf, jika aku sedikit lama Lex. Biasa aku harus menjemput putriku terlebih dahulu. Oh ya, perkenalkan. Dia putri sulungku dan Fenia adalah putri bungsuku," Kata Alvaro dengan senyuman bahagianya sambil mencari putri bungsunya yang tidak terlihat saat ini.
"Sayang dimana Fenia?" Tanya Alvaro pada sang istri membuat Fanny menatap sekeliling mansionnya.
"Tadi Fenia disini. Tapi mungkin saat ini ia berada di taman Al, karena tadi Malvin sempat mengajak putri kita ke taman mansion. Sebentar ya biar aku panggilkan," Ujar Fanny sambil melangkah pelan karena dirinya memakai gaun berwarna kuning emas dengan High heels tentu saja ia harus berhati - hati bukan.
"Fenny perkenalkan ini tante Rosa dan paman Alex, mereka adalah calon Papa dan Mama mertuamu," Ujar Alvaro membuat tubuh seseorang menegang kaku, siapa lagi jika bukan Stevan yang berdiri tidak jauh dari kekasih hatinya. Fenny tentu tidak tahu siapa tunangannya sebab Fenny baru bertemu Rosalind dan Alex detik ini. Tentu saja Fenny belum tahu siapa calon pilihan Daddy-nya itu.
"Ja... jadi Ma.. Marvin-lah calon tunangan Fenny," Batin Stevan merasa terpukul saat ini.
"Daddy," Panggil Fenia sambil memeluk Alvaro dengan wajah bahagianya, membuat Alvaro ikut membalas senyuman Fenia pada dirinya." Daddy. Fenia mau bilang sesuatu sa...!!!!
"Sayang. Nanti saja ya. Daddy sedang berbicara dengan tamu kita," Kata Alvaro dibalas anggukan patuh dari Fenia. Wajah Fenia semakin berseri - seri saat telapak tangannya masih di genggam lembut oleh pria yang sangat Denia rindukan selama ini.
Siapa lagi jika bukan Marvin Kevin Archelaus pria yang sangat ia harapkan kedatangannya, membuat d**a Fenia berdetak tidak karuan.
"Alex, ayo kau ikut aku," Ajak Alvaro dibalas anggukan dari pria paru baya yang masih terlihat tampan itu.
Kedua pria dewasa itu menaiki panggung yang sudah di sediakan seperti acara panggung lainnya.
"Selamat malam semuanya, malam ini saya ingin mengumumkan bukan hanya acara ulang tahun putri sulungku saja. Tapi, juga acara pertunangan putri sulungku Fenny dengan Marvin Kevin Archelaus putra dari sahabatku
Alexander Kevin Archelaus." Ujar Alvaro lantang membuat Fenia yang tengah tersenyum manis seketika luntur.
Bahkan telapak tangannya yang sempat di genggam Marvin tadi telah terlepas karena Fenia sendiri yang melepas tangan mungilnya dari genggam pria tampan itu, pria yang tengah berdiri dengan tubuh menegang seakan tidak mempercayai ucapan yang baru ia dengar saat ini.
Tidak berbeda jauh. Fanny segera menoleh ke arah putri bungsunya yang seakan terlihat membeku saat ini.
"Sayang. Maafkan Mommy, maafkan Mommy karena tidak memberitahukan hal ini padamu sebelumnya," Batin Fanny menahan nafas saat Fanny bisa melihat jika putri bungsunya itu terlihat mengeluarkan butiran kristal dari kedua mata indahnya. Dengan senyum kecut di wajah mungilnya itu.
"A... Aku gak sa... lah de... ngarkan?" Batin Fenia dengan bibir bergetar karena saat ini ia tengah menahan tangis, tidak berbeda jauh di belakangnya juga terlihat seorang pria muda juga ikut merasakan rasa sedih seakan keduanya sama - sama di takdirkan harus merasakan rasa sakit seperti ini.
"Inilah akhir hidupmu Stevan. Calon tunangan kekasihmu adalah sahabatmu sendiri," Batin Stevan pilu dan kesedihan Stevan di tangkap jelas oleh kedua mata Alvaro, membuat senyuman pria dewasa itu semakin bersinar akan kemenangannya barusan.
Tanpa menyadari putri lainnya juga terkena imbasnya saat ini, Fenia melangkah mundur dengan tubuh mungilnya seakan tanpa tulang melangkah mundur menatap kakak tetuanya yang tengah berdiri dengan tatapan membisu.
Fenia tersenyum kecut karena saat ini kakak tetuanya-lah yang menghancurkan kebahagiannya, semua musnah tanpa Fenia sadari, semua telah hilang tak tersisa. Dan... Dan kedua mata Fenia terlihat sangat... sangat basah, membuat Fanny selaku Mommy dari Fenia ikut merasakan rasa sedih yang dirasakan oleh putri bungsunya sendiri.
Tbc,
****