4. Fakta

1705 Kata
Rasa sakit ini tidak akan pernah mampu aku rasakan lagi, ketika di detik terakhir gadis yang aku cintai telah menjadi milik orang lain seutuhnya. *** Mansion Anindito Saat ini Fenny dan Alvaro telah memasuki gerbang menjulang tinggi milik sang kepala keluarga, tanpa mengatakan apapun lagi Fenny langsung berlari memasuki mansion milik sang Daddy tercinta. Setelah keluar dari mobil milik Daddy-nya. Membuat Alvaro mengepalkan kedua tangannya. Bukannya ia tidak menginginkan kebahagiaan putrinya. Alvaro sangat ingin, hanya saja pria yang putrinya cintai adalah anak dari musuh dari masa lalunya. Apa salah jika Alvaro tidak merestui hubungan mereka. Lagian Alvaro sudah mencarikan calon yang pas untuk putri sulungnya itu, pria itu adalah seorang dokter bukan hanya dokter tapi seorang pengusaha terkenal di perancis. Bukan karena Alvaro menginginkan menantu yang kaya raya. Hanya saja pria itu adalah anak dari sahabatnya, bahkan jika sahabatnya tidak membantunya dulu. Tidak mungkin Alvaro bisa sebahagian ini. Bahkan Alvaro sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dirinya tidak akan mengkhianati ucapan yang sudah ia buat 15 tahun yang lalu. Tidak akan pernah Alvaro ingkari janji itu. Bahkan sampai ia mati pun tidak akan ia ingkari. Alvaro melangkah masuk kedalam mansion mewah miliknya. "MOMMY," Teriak Fenny lalu mendekap tubuh mungil Mommy-nya sambil terisak di dalam pelukan sang Mommy. Membuat wanita paru baya yang masih terlihat cantik itu tersentak kaget, bahkan segera memeluk putri sulungnya. "Sayang ada apa? Kenapa kau menangis. Ada apa? Beritahu Mommy. Siapa yang membuatmu seperti ini?" Tanya wanita itu dengan perasaan khawatir. "Mommy. Hiks... hiks Daddy jahat, Daddy memukuli Stevan di hadapan Fenny Mom. Hiks... hiks kasihan Stevan Mom. Dia terluka karena di pukuli oleh Daddy," Adu Fenny sambil terisak di dalam pelukan wanita itu, membuat Alvaro menggelengkan kepalanya saat melihat tingkat laku putri sulungnya itu. Inilah yang tidak Alvaro sukai, sejak bertemu dengan anak dari pria masa lalunya. Putrinya menjadi sulit di atur dan lebih parahnya lagi suka mengadu, membuat Alvaro semakin membenci sosok Stevan. Gara - gara pria sialan itu, putrinya jadi susah untuk ia atur. "Sayang. Sudah ya, jangan menangis nanti Mommy akan me..!!! Ucapan wanita itu harus terhenti. "Itu memang balasan yang sangat pantas untuk pria b******k seperti dirinya," Ujar Alvaro, membuat kedua wanita berbeda usia itu menoleh menatap sang kepala keluarga. "Stevan tidak b******k Daddy. Stevan pria yang sangat baik, hiks... hiks Daddy kenapa sangat me..!!! Ucapan Fenny terpotong oleh bentakan Alvaro pada dirinya. "Daddy bilang DIAM. Fenny, berapa kali harus Daddy katakan. Sejak kau bertemu dengan pria laknat itu sifatmu menjadi kurang ajar. Apa ini yang Daddy dan Mommy ajarkan selama ini. JAWAB DADDY, FENNY," Bentak Alvaro membuat Fenny meneteskan air mata tanpa mau membuka suaranya lagi. Jika Daddy-nya sudah membentak dirinya Fenny tentu akan takut, sifat temperamental Daddy-nya sangat berbahaya bisa jadi Stevan yang merupakan kekasihnya bisa habis di tangan Daddy-nya dalam hitungan detik. "Mommy," Lirih Fenny membuat wanita dewasa itu mendekap tubuh putri sulungnya yang kini tengah bergetar karena ketakutan. "Sudah sayang kau tidak perlu takut ada Mommy yang akan selalu membela dirimu," Ujar wanita itu, membuat Alvaro memutar kedua bola matanya menahan rasa kesal di hatinya. "Fanny berhenti memanjakan dirinya, lihat karena kita selalu memanjakan dirinya dia menjadi anak pembangkang saat ini. Dengarkan Daddy. Fenny, mulai detik ini atau mulai hari ini jauhi pria laknat itu. Atau kau lebih suka pria itu Daddy masukkan kedalam tanah secara hidup - hidup. Jangan main - main dengan ucapan Daddy. Fenny, Daddy bisa murka dan kau akan menyesal jika masih berhubungan dengan pria laknat itu." Ancam Alvaro sambil memainkan senjata api miliknya membuat Fenny semakin terisak di dalam pelukan Fanny. "Malam ini adalah malam istimewamu. Bukan hanya hari ulang tahunmu saja tapi juga hari pertunanganmu dengan calon yang sudah Daddy pilihkan, Daddy harap kau tidak membuat Daddy kecewa atau kau akan tahu akibatnya," Ancam Alvaro kembali sambil menatap tajam sosok putri sulungnya itu yang semakin terisak. Wanita paru baya itu tidak lain adalah Fanny Marcello Anindito istri dari Alvaro Marcello Anindito. Usia keduanya memang terpaut sangat jauh. Fanny saat ini berusia 37 tahun sedang Alvaro berusia 45 tahun. Tapi keduanya saling melengkapi satu sama lain meski dulu keduanya sempat terpisahkan oleh kesalahpahaman yang mungkin tidak dapat di ceritakan kembali. "Al, ta...!!! Ucapan Fanny harus terhenti. "Cukup Fanny. Keputusanku sudah bulat jika Fenny masih bersikukuh akan aku lenyapkan pria laknat itu," Ujar Alvaro membuat Fenny hanya mampu bungkam saat ini. "Mommy, Fe.!!! Ucapan Fenny harus terhenti. "DADDY," Teriak seorang gadis berusia 13 tahun sambil berlari ke dalam dekapan Alvaro. Siapa lagi jika Bukan Fenia Marcello Anindito putri bungsu dari Alvaro dan Fanny. Kesayangan semua orang dengan wajah cantik dan mungilnya membuat Alvaro tidak pernah bosan untuk menatap wajah jelita putri bungsunya itu. Bukan alvaro tidak menyayangi Fenny lagi. Alvaro tetap menyayangi putrinya. Bagi Alvaro semua sama hanya saja Fenia Marcello Anindito masih sangat kecil wajar saja jika Alvaro memanjakan putri bungsunya itu, apa lagi mengingat.... Alvaro menggelengkan kepalanya mengabaikan fakta itu. Tidak Alvaro tidak boleh mengungkit masa lalu yang pernah ia rasakan dulu. "Hai princess. Daddy. Kau kapan pulang. Daddy kira kau masih di sekolah," Ujar Alvaro membuat Fenia duduk di pangkuan Alvaro sambil memperlihatkan sesuatu di dalam laptop miliknya. "Daddy. Apa dia tampan?" Tanya Fenia membuat Alvaro mengangguk saja. Satu fakta yang tidak Alvaro ketahui dan hanya Fanny yang tahu. Tidak dengan Fenny maupun Alvaro hanya Fanny-lah yang mengetahui isi hati putri bungsunya itu. "Iya sayang. Dia memang sangat tampan," Ujar Alvaro membuat Fenia tersenyum sambil menatap sang kakak perempuannya. "Daddy. Kak Fenny kenapa menangis? Kata mommy kalau hari ulang tahun itu dilarang bersedih kenapa kak Fenny malah menangis?" Tanya Fenia lalu turun dari pangkuan Alvaro sambil melangkah mendekati sosok Fenny dan Fanny. "Mom, kak Fenny kenapa?" Tanya Fenia dengan wajah imutnya. "Kak Fenny tidak apa - apa sayang. Boleh Mommy minta tolong sama kamu? Tolong bawa kak Fenny ke kamar ya, kak Fenny sedikit pusing katanya," Ujar Fanny berbohong membuat Fenia mengangguk patuh.. "Ayo kak Fenny. Biar Fenia bantu bawa kakak ke kamar," Ajak Fenia dengan nada lembut, membuat Fenny pada akhirnya menuruti perintah adik bungsunya itu. ## Mansion Archelaus Saat ini Marvin tengah berpakaian rapi, entahlah ia juga bingung pasalnya semua pakaian miliknya sudah di siapkan oleh kedua orang tuanya. Dan Marvin tentu hanya menurut saja karena dirinya sejak kecil sudah bersumpah untuk tidak akan pernah mengecewakan kedua orang tuanya. Apalagi Mama tercintanya. Membuat Marvin berusaha untuk membahagiakan kedua orang tuanya. "Vin. Pakaianmu tidak seperti pakaian biasanya, kau terlihat lebih keren malam ini," Puji Stevan, sudah setengah jam Stevan berada di rumah sahabatnya. Tentunya untuk ikut ke acara ultah kekasihnya walau ia tidak di undang tetap saja Stevan ingin hadir toh ia ikut bersama sahabatnya tidak mungkin kan ia akan di usir nantinya. Statusnya adalah sahabat Marvin dan Stevan yakin jika Daddy dari kekasihnya tidak mungkin berani mengusir dirinya. Mungkin menatap dirinya benci tentu ada, tapi memukul atau mengusirnya itu tidak mungkin. Bisa - bisa acara istimewa Fenny hancur dan Stevan yakin, ia bisa menatap kekasihnya walau dari jarak jauh tapi demi tuhan Stevan sudah sangat bersyukur karena bisa menatap kekasihnya dari kejauhan. Stevan yakin kekasihnya akan tampil seperti seorang putri raja dan Stevan tidak sabar lagi untuk menatap wajah cantik Fenny yang seperti bidadari itu "Benarkah. Bukan aku yang memilih tapi Mama yang memilih dan Mama juga yang mempersiapkan semuanya," Ujar Marvin dengan nada santainya. "Wah. Kau seperti seorang gadis saja sampai di manjakan se....!!! Ucapan Stevan di potong dengan cepat oleh Marvin. "Berhenti berbicara hal seperti itu Van. Apa lagi menyangkut Mamaku. Kau harus ingat keinginan dan kemauan Mama akan aku penuhi karena tanpa Mama aku tidak mungkin bisa berdiri seperti ini. Pantang bagiku melihat Mamaku menangis apa lagi menangis karena diriku," Ujar Marvin dengan tatapan setajam silet, membuat Stevan bungkam Seketika. Fakta yang harus Stevan ingat jika masa lalu sahabatnya tidak seindah yang Stevan pikirkan sebelumnya. Mungkin saat ini Stevan iri dengan sahabatnya. Tapi perlu Stevan ingat jika kehidupan keluarga dari sahabatnya penuh dengan cobaan dan air mata. Dan Stevan tidak mungkin melupakan hal itu. "Maafkan aku," Sesal Stevan merasa sangat bersalah kali ini. "Tidak masalah," Balas Marvin sambil memasangkan dasi kupu - kupu di tuxedo mahal miliknya. Membuat ketampanan Marvin berkali - kali lipat dari sebelumnya. Membuat hati Stevan ada perasaan tidak enak mengingat cara tampil sahabatnya yang terlihat begitu berbeda saat ini. Tok Tok Tok Suara ketukan pintu membuat kedua Pria tampan itu menoleh ke arah pintu yang dibuka sedikit. "Sayang. Boleh Mama masuk?" Tanya wanita paru baya di usianya yang baru 37 tahun masih terlihat begitu cantik di usianya itu. "Tentu Mah. Mama tidak perlu meminta ijin terlebih dahulu, karena setiap Mama ingin masuk. Kamar Marvin selalu terbuka lebar untuk Mama," Kata Marvin lembut membuat wanita dewasa itu tersenyum haru sambil membelai wajah tampan putra kesayangannya itu. "Kau terlihat sangat tampan malam ini sayang. Mama merasa tidak percaya jika sebentar lagi putra mama akan menjadi kepala ke....!!! Ucapan wanita dewasa itu harus terhenti. "Sayang," Suara seorang pria paru yang masih terlihat begitu tampan di usianya yang baru 45 tahun. Sambil memeluk mesra pinggang ramping sang istri," Sayang jangan beritahu dulu putra kita, biarkan ini menjadi kejutan untuknya," Bisik pria dewasa yang tidak lain adalah Alexander Kevin Archelaus kepada istri tercintanya. Rosalind Kevin Archelaus. Membuat wanita dewasa itu mengangguk sambil tersenyum, sedangkam kedua Pria itu menunggu jawaban yang sangat ingin mereka ketahui. "Kepala ke... Apa Mah?" Tanya Marvin dengan nada tidak sabar. "Tidak ada sayang. Mama hanya salah bicara saja. Oh ya, sini Mama perbaiki dasi milikmu yang terlihat berantakan itu," Ujar Rosalind lembut membuat Marvin mengangguk sambil membungkuk sedikit agar Mamanya bisa memperbaiki dasi kupu - kupu miliknya itu. Karena Mamanya sedikit pendek dan Marvin tahu jika ukuran tubuh Mamanya tidak akan bisa memperbaiki dasinya, maka dari itu Malvin harus membungkuk sedikit. "Apa maksud perkataan Tante Rosa? Kepala ke... Apa kepala keluarga maksud Tante Rosa? Apa Marvin adalah calon tunangan yang dipilihkan oleh paman Alvaro untuk Fenny?" Batin Stevan dengan perasaan was - was saat ini, sungguh perasaannya saat ini sangat kacau. Berbagai pertanyaan membuat kepala Stevan terasa begitu sakit saat ini. Jujur, Stevan sangat cemas akan hal itu. Ia benar-benar takut akan kebenaran yang mungkin akan membuat hatinya semakin teriris." Ya tuhan. Semoga yang aku pikirkan itu tidaklah benar, ku mohon, jangan sampai itu terjadi karena aku tidak ingin membuka kembali masa lalu." Batin Stevan kembali. Tbc, *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN